Mengenang Ibunda

Mengenang Ibunda
Adalah mengenang kasih
Sepanjang jalan
Mengenang cinta
Yang seluas alam semesta
Tak terkira

Mengenang Ibunda
Bersama doa-doa
Memohon agar Tuhan Yang Kuasa
Mengasihinya,
Memberikan tempat terbaik
Untuknya
Dan kelak
Mempertemukan kembali
Aku dengannya
Di alam baqa

Selamat hari lahir, Mama.

Kepada Che Malam Ini

Aku ke St. Clara
Tapi tak kutemukan
Kau di sana

Hanya guratan merah
Di dinding yg tak bertepi

Ah, apa pula arti revolusi
Yg tak bisa ditangisi
Disesali
Sedang duka dan nestapa
Masih makanan sehari-hari kita

Juga kekuasaan
Dan seribu satu
Laku
Palsu

Kitab2 revolusi
Sudah usang
Hanya tinggal bayang2
Juga
Palsu

Lalu di balik tembok itu
Di bawah patung
Raksasamu
Aku bergumam
Lirih pada angin yg berlalu

: Rasa itu masih di sini
Aku menolak mimpi
Melawan ilusi

Puisi Tak Bisa Mengeksekusi (Sajak Adhie M Massardi)

DARI bukit tempat matahari sembunyi
Aku mendengar kata-katamu:
“Bila kekuasaan sudah mengotori kehidupan,
puisi akan membersihkannya…”

Continue reading Puisi Tak Bisa Mengeksekusi (Sajak Adhie M Massardi)

Puisi Kekasih

Kekasih, aku menutup mataku akan cintamu pada yang lain
Aku menutup telingaku akan sapamu pada yang lain
Aku melumpuhkan tubuhku pada dekapmu pada yang lain
Karena cinta ini tidak akan pernah mudah
Karena jiwa ini akan (selalu) bertaruh
Karena hidup ini adalah perjalanan menuju
Karena yang tersembunyi di hati adalah sejati
Karena batas waktu adalah kembali
Karena hakikatnya aku adalah aku, aku adalah engkau
Cinta adalah aku dan kamu
Kalbuku memelukmu, mesra setiap kau…
Dan kau tahu mengapa kita begitu pedih mencinta…

(Bekasi, 10082009, fur teguhku)

Puisi Cinta Seorang Wanita yang Menunggu Kekasihnya Selesai Bekerja

ENGKAU yang disana, membelakangiku
Bergulat dengan rutinitas kita dalam sehari
Meski dalam kadar yang berbeda, agak jauh memang.

Continue reading Puisi Cinta Seorang Wanita yang Menunggu Kekasihnya Selesai Bekerja

Si Djanggo Dibawa Hujan

w-kaba_mekka_nacht

Oleh Hujan

(Terkenang Maimun Saleh, untuk Ides, Mama dan Cut Zulaikha)

Dua hari lagi lebaran kurban. Saiman semakin tak bisa menyembunyikan sinar kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya. Meski dia harus kehilangan si Djanggo, namun dia sudah ikhlas dengan berniat menyampaikan cita-citanya yang sudah dua tahun dipendamnya. Continue reading Si Djanggo Dibawa Hujan

Cerpen: Hujan Turun di Nirbaya

“JADI je pikir, je itu Robin Hood dari hutan Sherwood, hah?” Continue reading Cerpen: Hujan Turun di Nirbaya

Bukan Atas Nama Cinta Merah

BIARKAN aku mengecupmu
dan kusisakan remah bibirmu seperti
kamboja yang lusuh, wahai bidara
Sebab kereta sebentar lagi tiba
dan mengantarmu pada pulau-pulau
di mana aku sendiri hanya bisa mengenalinya
dari mengigau

Continue reading Bukan Atas Nama Cinta Merah

Puisi: Di Bawah Mushala

DI bawah mushala
saat satu lagu usai dinyanyikan
sedang aku mati rasa
dan kitab hanya menyusun kata

Continue reading Puisi: Di Bawah Mushala

Puisi dari Calon Istri: Hujan Jugakah di Hatimu

KETIKA kutitipkan cinta padamu
Bersamanya turut gerimis dan halimun pudar
Awan ungu memayungi aku yang telanjang
Dibalur harap yang perlahan luntur menjadi anak sungai,
Mengalir mengikutimu, entah kemana

Continue reading Puisi dari Calon Istri: Hujan Jugakah di Hatimu

Puisi Sehari Setelah Dilamar

KARENA sedang tak tahu harus menulis apa, jadilah barang ini. Sebuah puisi yang ditemukan di tumpukan e-mail lama, dari bulan November 2001. Ketika itu aku baru pulang dari liputan di Termez, kota perbatasan Uzbekistan dan Afghanistan. Sudah beberapa hari sampai ke tanah air, lalu si jantung hati menuliskan puisi ini.

Puisi Ramadhan (dan Ramona)

Karena ini dinamakan si jantung hati,
Memompa lembut seperti angin memijat langit
Berdenyut lincah seperti buih yang terus berkelit
Dan darah cinta adalah udara
Dengan roh rindu yang menumpang lewat di dada.

Untuk Yang Kemarin Membuatku ‘Bingung’ dengan ‘Lamarannya’

Welcome Home Ya…

Puisi Berkabung

Berkabung

Oleh: Hujan

Tiga generasi, keluargaku terpaksa melata
Tiga generasi, keluargaku tak punya marwah
Tiga generasi, keluargaku tak bisa hidup bebas
menikmati hari-hari yang cerah dan udara merdeka! Continue reading Puisi Berkabung

Bis Jangan Mogok Dong

Oleh: Hujan

Cerita ini mengenai kehidupan seorang petualang waktu. Berasal dari tempat dan lingkungan yang sangat mematuhi waktu. Dan waktu dari tempat asalnya telah membawanya bertualang, bersama waktu, menembus waktu, sampai pada waktunya, petualangan mereka berhenti. Stop, waktunya stop! Sekarang waktunya, untuk menikmati waktu, tak lebih dari 60 menit! Continue reading Bis Jangan Mogok Dong

Setangkai Buah Rindu

Oleh: Hujan

…kasihmu sunyi
menunggu seorang diri
lalu waktu – bukan giliranku
matahari – bukan kawanku… (1)

MALAM masih membebat kesunyian hutan ini. Meskipun api menyala dengan besarnya, tapi tak bisa menghalau dingin yang menyeruak masuk hingga ke sumsum tulangku. Ku geser dudukku dan meraih sepotong kayu lagi. Ku lemparkan, dan menyambarlah lidah api sampai ke langit. Baranya melayang seperti bintang berpijar, kadang-kadang juga seperti rama-rama. Continue reading Setangkai Buah Rindu