Changan – The Great Battle

Kaisar Taizong terlalu bernafsu hendak merubuhkan Benteng Ansi dalam perjalanan menuju jantung Goguryeo di Pyongyang.

Merebut Pyongyang memperlebar peluang menaklukkan seluruh Semenanjung Korea. Silla dan Baekje tinggal sepeminuman teh.

Tapi Benteng Ansi tak mudah ditaklukkan. Jenderal Yang Manchun bersama pasukannya bertekad menjaga benteng itu hingga titik darah penghabisan. Tekad mereka tekad baja, bukan tekad kaleng2.

Bukit buatan yang dibangun Kaisar Taizong untuk mempermudah serangan dirubuhkan tentara Goguryeo. Caranya: sebuah terowongan besar dibangun menjorok hingga ke bawah bukit labil itu. Tak sedikit juga tentara Goguryeo yang tewas dalam misi bunuh diri ini.

Di akhir cerita, Kaisar Taizong digambarkan terluka. Mata kirinya terkena anak panah yang dilesatkan Jenderal Yang Manchun dari kejauhan.

Kaisar Taizong mengaku kalah. Ia mundur bersama pasukannya yang tersisa.

Ini peristiwa di tahun 645. Diceritakan dalam film The Great Battle. Saya tonton dalam penerbangan Garuda dua hari lalu.

Beberapa tahun setelah kegagalan itu, disebutkan, Kaisar Taizong berencana kembali menyerang Goguryeo.

Tapi, ia lebih dahulu meninggal di pusat kekuasaannya, Changan.

Merantau

Merantau Trailer (HD) from Merantau Films on Vimeo.

In the Name of the Father

BEGITU ketua majelis hakim mengetuk palu dan menyatakan dirinya tak bersalah, laki-laki berwajah tirus dan berambut ikal gondrong itu melemparkan ke udara bunga putih yang tadi diberikan ibunya.

Berdiri di atas meja sambil membuka jas dan mengipas-ngipaskannya, Gerry Conlon melabrak barisan polisi yang berusaha menahan langkahnya.

Continue reading In the Name of the Father

Silent Waters

DI akhir cerita Ayesha memilih bunuh diri.

Usai shalat shubuh, ia menggulung sajadah dan mukenanya. Sedetik kemudian layar menjadi gelap. Hitam. Hening. Pada adegan berikutnya, Ayesha telah berdiri di bibir sumur tua di sudut desa Charki, tanah kelahiran tempat ia dibesarkan sampai perang memaksa dirinya mengubah identitas.

Layar kembali gelap. Kembali hitam. Kembali hening. Sedetik, sebelum akhirnya Ayesha melompat ke dalam sumur tua yang sudah bertahun-tahun tidak pernah dikunjunginya itu.

Ayesha dan sumur tua itu adalah figur utama dalam film berbahasa Urdu produksi tahun 2003, “Silent Waters” atau “Khamosh Pani”. Walaupun fiksional, film ini menggambarkan kisah nyata konflik atas nama Langit yang digerakkan motif politik—yang lagi-lagi membelah-belah kemanusiaan.

***

send-off-delhi19471

Tahun 1947 setelah Inggris angkat kaki, Pakistan dan India memilih untuk membelah diri. India yang mayoritas Hindu berada di timur, sementara Pakistan yang mayoritas Muslim di belahan barat. Di sepanjang garis perbatasan dua negara baru itu, seperti di Punjab, sudah beratus tahun lamanya orang Islam, Hindu dan Sikh hidup berdampingan berbagi bumi.

Ketika era pembelahan (partition) dimulai tahun itu, orang Islam yang berada di wilayah India dipaksa berpindah ke Pakistan, begitu juga dengan orang Hindu dan Sikh yang berada di Pakistan. Mereka ramai-ramai mengungsi masuk India. Kedua belah pihak menghilangkan sebagian dari identitas, memisahkan masa lalu dari masa depan mereka.

Ayesha yang baru saja mengakhiri hidupnya dikisahkan lahir dan besar di sebuah desa di dekat kota kecil Rawalpindi, Pakistan. Ia melewati masa remaja di desa itu sebagai seorang Sikh bernama Verro. Ketika terusir dari Charki, ayahnya meminta Verro bersama ibu dan saudaranya perempuannya bunuh diri di sumur tua di kampung mereka. Ini permintaan yang tak masuk akal.

Tetapi ayah Ayesha, atau Verro ketika itu, juga saudara laki-laki berikut paman-pamannya tak punya pilihan lain. Mereka tak mau kaum wanita Sikh disentuh oleh orang-orang Muslim. Mereka tak mau darah mereka bercampur dengan darah orang Muslim yang kini jadi musuh mereka.

partition

Tidak seperti ibu dan saudara perempuannya yang dengan ikhlas melompat ke dalam sumur itu, Ayesha memilih melarikan diri. Dia meninggalkan ayah dan saudara laki-lakinya, kembali ke tengah perkampungan yang kini dimiliki orang Muslim seutuhnya.

Dalam pelarian, Verro disekap kelompok Muslim yang menangkapnya. Entah berapa lama, sampai salah seorang di antara mereka membebaskannya.

Tak ada cerita bagaimana Ayesha dan laki-laki itu saling jatuh cinta. Yang ada hanya adegan ketika mata mereka saling menatap. Tak lama, sampai Verro menyandarkan kepalanya ke dada laki-laki Muslim itu.

Pemuda inilah yang kemudian menikahi Verro, dan mengajaknya masuk Islam. Setelah mengucap dua kalimat syahadat, Verro mengubah namanya menjadi Ayesha.

Malang tak dapat ditolak, suami Ayesha lebih dahulu meninggal dunia.

Beberapa tahun berlalu, Ayesha yang dulu adalah Verro yang Sikh, kini dikenal sebagai guru mengaji di kampung itu.

Kebahagian hidup Ayesha berubah drastis dan sekejap sirna di tahun 1979. Setelah anaknya, Saleem, berkenalan dengan kelompok mujahid; dan di saat bersamaan peziarah Sikh datang ke kampung mereka.

***

5 Juli1977, Jenderal Zia-ul-Haq, petinggi militer Pakistan yang akrab dengan gerakan fundamentalis Islam dan didukung dinas intelijen Amerika, Central Intelligent Agency (CIA), mengkudeta Perdana Menteri Zulfikar Ali Bhutto. Syahdan, sudah sejak lama Ali Bhutto si pendiri Partai Rakyat Pakistan itu tak disukai Amerika. Walau mengecap pendidikan di University of California di Berkeley dan Oxford di Inggris, Ali Bhutto tak mau begitu saja mengikuti agenda politik negeri adikuasa itu. Pakistan, menurutnya, punya hak untuk menentukan masa depan sendiri.

Puncak dari kekesalan Amerika adalah ketika Ali Bhutto bersikeras mempertahankan program nuklir Pakistan yang sudah dirintis Ali Bhutto sejak ia masih duduk di kursi menteri energi dan sumber daya mineral beberapa tahun sebelumnya. Ali Bhutto juga menjadi motor utama pembangunan Pusat Energi Atom Pakistan di tahun 1950-an.

Dalam buku “If I am Assassinated” yang ditulisnya ketika berada dalam penjara, Ali Bhutto menceritakan ancaman yang disampaikan Henry Kissinger, menteri luar negeri Amerika, setahun sebelumnya. Kissinger memastikan bahwa Ali Bhutto akan membayar mahal bila tak mengikuti keinginan Amerika menghentikan program nuklir Pakistan.
Setelah keluar dari penjara di akhir bulan Juli, Ali Bhutto menggalang kekuatan untuk mendapatkan kembali kekuasaannya.

Di bulan September 1977 Ali Bhutto lagi-lagi ditangkap, dan sebulan kemudian diadili atas tuduhan konspirasi membunuh lawan-lawan politiknya di masa lalu. Adalah Panglima Tentara Pakistan Masood Mahmood yang memberikan pengakuan di depan pengadilan tentang perintah pembunuhan itu. Ali Bhutto menolak semua tuduhan yang menurutnya sengaja diciptakan Jenderal Zia dan CIA untuk memojokkan dirinya.

Bulan Maret 1978, Pengadilan Tinggi Lahore menjatuhkan hukuman mati untuk Ali Bhutto. Ia digantung setahun kemudian, April 1979.

Setelah berkuasa penuh, Jenderal Zia menerapkan hukum Islam di seantero Pakistan. Keputusan politik ini disambut dengan tangan terbuka oleh kelompok Islam fundamentalis. Inilah awal di mana kelompok Islam fundamentalis membangun kekuatan dan jaringan untuk mengusir Uni Soviet yang tengah menjajah kaum Muslim di Afghanistan. Inilah masa di mana cikal-bakal Taliban, kelompok pelajar suku Pasthun yang melarikan diri dari Afghanistan, ditampung, dilatih dan dipersenjatai di Pakistan dengan dukungan Kongres Amerika Serikat. Ini adalah masa di mana kelompok-kelompok Islam garis keras ini masuk ke dalam perangkap.

Masih di tahun yang sama, Jenderal Zia juga menandatangani kesepakatan dengan India untuk memberikan kesempatan kepada kaum Sikh berziarah ke kuil-kuil Sikh yang ada di Pakistan, termasuk di Rawalpindi, di kampung Ayesha.

***

Silent Waters.

Konflik dalam film “Silent Waters” mulai membuncah menyusul kehadiran dua kelompok di Charki yang sama-sama membawa “misi suci”. Pertama, kelompok fundamentalis Islam yang tengah merekrut pemuda-pemuda di desa itu untuk bergabung dengan mujahiddin, dan selanjutnya akan digerakkan untuk menyerang Soviet-Komunis yang sedang bercokol di Afghanistan. Saleem, putra Ayesha yang sedang mencari jatidiri dan pekerjaan kesana kemari, adalah satu dari begitu banyak pemuda Charki yang bersedia bergabung dengan mujahiddin.

Kelompok kedua adalah kaum Sikh yang datang untuk berziarah ke kuil Sikh di Charki yang sudah begitu lama tak pernah lagi dikunjungi oleh orang Sikh. Beberapa dari peziarah itu dilahirkan dan dibesarkan di desa itu, sebelum akhirnya terpaksa angkat kaki tiga dekade yang lalu.

Sementara Saleem sedang tergila-gila dengan ide mengusir Uni Soviet dari Afghanistan dan menjadikan Pakistan sebagai negeri Islam yang sesungguhnya; Ayesha sibuk menata emosi setelah ia bertemu dengan salah seorang peziarah yang ternyata adalah adiknya dari masa lalu.

Sang adik mengajak Ayesha atau Verro mengikutinya ke India dan bertemu ayah mereka yang sedang sekarat. Verro menolak ajakan itu. Dia tak mau bertemu lagi dengan laki-laki yang pernah memintanya bunuh diri.

Konflik bathin Ayesha atau Verro semakin bertambah. Satu persatu tetangga mulai menjauhinya setelah mengetahui latar belakang Ayesha. Anak-anak tetangga tak lagi datang ke rumahnya untuk mengaji dan membantunya mengambilkan air dari sumur di desa mereka.

Adapun Saleem, begitu tahu Ayesha adalah keturuan Sikh meminta ibunya menegaskan keislaman di muka umum. Seperti tiga puluh tahun lalu Ayesha menolak. Dia memilih menenggelamkan diri ke dalam sumur itu, bertemu jiwa ibu dan saudara perempuannya, menuntaskan perintah ayahnya.

Beberapa hari setelah Ayesha bunuh diri, Saleem menghanyutkan benda-benda peninggalan kedua orang tuanya di sungai. Bagi Saleem, masa lalu biarlah berlalu. Kehidupan mujahiddin kini jauh lebih menarik perhatiannya.

Ini Lembah Srigala, Bukan Film Rambo

FEBRUARI 2006 tentara Amerika yang sedang bertugas di Eropa, khususnya di negara-negara yang didiami banyak keturunan Turki, seperti Jerman, Perancis dan Inggris, disarankan untuk tidak menonton film “Kurtlar Vadisi Irak” alias “Lembah Srigala Irak”.

Continue reading Ini Lembah Srigala, Bukan Film Rambo

Battleship Potemkin: Manusia dan Belatung

Potemkin1.

DI Sinclair Library saya menemukan film itu: Battleship Potemkin.

Film bisu hitam-putih karya Sergei Einstein yang dibuat tahun 1925 ini mereka-ulang pemberontakan di atas kapal perang Potemkin pada musim panas 1905. Peristiwa ini adalah salah satu babak penting dalam Revolusi 1905 di Rusia. Walau berlangsung tanpa perencanaan yang matang, namun peristiwa ini ikut meningkatkan derajat ketidakpercayaan rakyat Rusia kepada Tsarisme. Gelombang ketidakpuasan ini satu dekade kemudian menemukan puncaknya: Revolusi Oktober 1917. Continue reading Battleship Potemkin: Manusia dan Belatung

An Inconvenient Truth: 2030 Indonesia Tenggelam

20151227_1042531

Presiden SBY boleh saja yakin bahwa di tahun 2030 nanti Indonesia masuk lima besar negara-negara maju di dunia. SBY memperkirakan, saat itu pendapatan perkapita penduduk Indonesia mencapai 18 ribu dolar AS, berkali lipat dari pendapatan per kapita saat ini. Adapun perusahaan-perusahaan berbendera Indonesia menjadi pemain-pemain utama dalam percaturan bisnis global. Continue reading An Inconvenient Truth: 2030 Indonesia Tenggelam

Ketika Adolf Hitler Semakin Lusuh

Der untergang

SETELAH Hitler bunuh diri, bunker tempat persembunyiannya di selatan Brandenburg Gate, Berlin, tak pernah disentuh. Pemerintah khawatir bunker itu akan dijadikan situs suci bagi para pendukung Hitler dan Nazisme.

Kini pemerintah Jerman sedang membangun gedung baru di wilayah itu. Dan baru-baru ini pekerja konstruksi menemukan sesuatu yang diduga sebagai atap bunker Hitler. Continue reading Ketika Adolf Hitler Semakin Lusuh

Islam, Fahrenheit 9/11, Dan Gadis Osama

INILAH faktanya: Islam selalu dihadap-hadapkan dengan produk pemikiran sekaligus produk politik yang berasal dari Barat, seperti demokrasi dan liberalisasi. Terlebih setelah blok Timur-Komunis yang sesungguhnya adalah lawan-sekandung blok Barat-Liberal runtuh di kurun akhir 1980-an dan awal 1990-an.

Dalam kehidupan sehari-hari di kalangan Barat, Islam didefinisi sebagai pandangan hidup yang anti-demokrasi, dogmatis dan mengekang hak asasi manusia. Definisi ini semakin negatif setelah Amerika mengibarkan bendera perang-melawan-teroris pasca serangan yang menghancurkan WTC di New York, September 2001.

Continue reading Islam, Fahrenheit 9/11, Dan Gadis Osama