Oleh : ALAMSYAH M DJAFAR/SYIRAH
DALAM Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang kini masih digodok termuat beberapa item yang melarang menghina agama yang dianut di Indonesia, menghina Tuhan, firman dan sifat-Nya, menghina nabi, kitab suci, ajaran agama, menyebarkan penghinaan terhadap agama dan seterusnya. Menurut Teguh Santosa, Redaktur Eksekutif Rakyat Merdeka Online hal ini tidak layak dicantumkan.
Menurutnya persoalan semacam itu sebaiknya tak perlu diatur dalam produk hukum negara. “Biarkan masyarakat yang menyelesaikan lewat dialog-dialog,” katanya kepada Syirah sore tadi.
Yang perlu dilakukan, lanjut Teguh, justru bagaimana memperkuat institusi-institusi publik agar lebih dewasa menyikapi perbedaan. Bagaimanapun dirinya sadar, sistem Orde Baru selama ini lebih banyak membuat masyarakat tak biasa dengan perbedaan. Semua serba ingin diseragamkan. Itu yang membuat masyarakat, masih menurut Teguh, sekarang ini kelihatan lebih emosional.
Teguh Santosa adalah salah seorang “korban” KHUP yang mengatur soal penodaan agama, pasal 156a. Ia diadili karena memuat satu dari 12 kartun Jyllands posten di website yang dikomandoinya.
Sebagian kelompok masyarakat mengadukannya sebagai penghinaan agama. Beruntung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya menolak menggunakan dakwaan tersebut, tetapi menggunkan dakwaan tindak pidana Umum.
Teguh berharap rancangan tersebut sebaiknya dipertimbangkan untuk disahkan. Sebab di dalamnya tak sedikit pasal-pasal yang bermasalah. “Jika ini tetap disahkan itu artinya kita mengalami kemunduran,” tandasnya.
2 thoughts on “Teguh Santosa: “Biarkan Masyarakat yang Mengurus””