TPU Jelupang

Tadi sebelum tengah hari saya dan istri Intansari Fitri bersama anak-anak kami berziarah ke makam Pak Margiono di TPU Jelupang, Tangerang Selatan.

Saya baru keluar dari karantina kemarin pagi. Tadinya dari hotel di Jalan Kasablanka saya mau langsung ke makam Pak MG. Sudah dapat alamat TPU Jelupang dari Darto Wiryosukarto alias Sudarto alias RTO. Tapi saat laporan ke Intan, dia bilang mau ikut ziarah juga.

“Rakyat Merdeka” yang dipimpin almarhum memiliki arti spesial bagi kami. Di situlah kami pertama kali bertemu, sekitar November 2000. Kami satu angkatan bersama belasan kawan lain.

Dari RM, Intan bergabung dengan “Halo Sayang” koran keluarga yang diterbitkan RM, selain koran kriminal “Lampu Merah”. Tak lama setelah kami menikah di tahun 2003, Intan hamil dan kemudian memutuskan untuk berhenti kerja.

Karier saya di RM cukup lumayan. Hampir setahun setelah bergabung, saya diminta Pak MG meliput ketegangan di Afghanistan. Saya berusaha masuk lewat Uzbekistan. Tapi seperti Imam M Sumarsono alias Ipung yang sudah lebih dahulu berangkat ke Pakistan, saya pun tak dapat memasuki wilayah Afghanistan.

Pulang dari Uzbekistan, saya diangkat jadi redaktur. Awalnya redaktur halaman wawancara, lalu mulai Januari 2002 menjadi redaktur halaman utama. Posisi ini sampai 2005. Di antara masa itu, Juli 2003 sampai Desember 2003 saya dapat tugas lain, mengawal reporter.

Februari sampai Maret 2003 saya ditugaskan meliput ketegangan di Irak. Saya berusaha masuk lewat Suriah. Kedubes Irak di Jakarta berjanji, visa untuk saya akan diberikan di Damaskus.

Tapi Kedubes Irak di Damaskus mengatakan tak ada visa untuk saya. Begitu terus jawab mereka setiap saya datang, sampai akhirnya saya kembali ke Jakarta. Beberapa hari setelah saya tiba di Jakarta, Baghdad akhirnya jatuh ke tangan AS dkk, Saddam Hussein terguling.

Bulan April 2003, ada episode baru. Mbak Rachmawati Soekarnoputri meminta saya ke Pyongyang sebagai utusannya. Mbak Rachma berhalangan karena sedang sibuk menyiapkan parpol yang baru didirikannya.

Saya datang ke Pak MG dan meminta izinnya. Awalnya ia tak setuju.

“Baru pulang kok mau berangkat lagi. Apa gak kangen sama pacarmu?” katanya bercanda. Saat itu RM sudah berkantor di Graha Pena Jakarta. Saat pindahan saya masih di Damaskus.

Suatu pagi setelah penolakan itu, Pak MG mendatangi saya, membawa koran Tempo yang menurunkan berita utama tentang krisis nuklir di negeri yang kata George W. Bush adalah bagian dari Poros Setan itu.

“Serius juga Korut ini. Kamu ke sana. Bikin laporan ya,” katanya.

Karena ketika itu di Pyongyang belum ada jaringan internet yang dapat diakses, saya baru menuliskan laporan setelah kembali ke Jakarta, di sela-sela kesibukan mempersiapkan pernikahan.

Awal Mei 2003, saya dan Intan menikah. Resepsi di Wisma Antara. Sebagian teman-teman RM sudah datang dari pagi. Pak MG datang agak siang.

“Selamat ya. Untung kamu bisa pulang dari Korut,” katanya tersenyum.

Kepada anak-anak di pemakaman tadi saya katakan, “Orang baik ini bagian dari cerita keluarga kita. Insya Allah amal ibadahnya diterima Allah SWT.”

Saya meninggalkan grup RM bulan Mei 2019. Sekarang menjadi praktisi kopi.

Published by

TeguhTimur

Born in Medan, lives in Jakarta, loves Indonesia.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s