
Ondoslah yang menarik tangan saya, di saat saya sedang mengagumi bagian tengah Aya Sofya.
Ia mengajak saya ke salah satu sudut, tidak jauh dari tempat saya berdiri.
“Kau harus lihat ini,” katanya berjalan cepat di depan saya.
Di pojok itu dia menengadahkan kepala.
Saya ikuti Ondos, juga menengadahkan kepala.
Tampaklah di atas kami sebuah lukisan yang menggambarkan Nabi Isa AS di dalam pelukan Sang Ibu, Siti Maryam. Saya pandangi untuk waktu yang cukup lama. Mencoba menikmati detil-detilnya.
“Apa aku bilang, kau pasti suka bagian ini,” katanya lagi.
Lalu kami membicarakan satu dua hal terkait lukisan di atas. Saya lebih banyak mendengarkan, sebenarnya.
Itu bulan November 2005. Lima belas tahun lalu.
Saya satu-satunya wartawan yang ikut dalam rombongan Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP), Grup Kerjasama Bilateral (GKSB) Indonesia-Turki.
Dari Ankara, setelah serangkaian kegiatan resmi, kami terbang ke Istanbul, antara lain mengunjungi Masjid Biru yang dibangun di awal abad ke-17 di masa pemerintahan Sultan Ahmed I, dan Aya Sofya yang dibangun di era Kaisar Romawi Justinian I di paruh pertama abad ke-6.
Ondos yang menarik tangan saya ke arah lukisan ini adalah Theodorus Jacob Koekerits, anggota DPR RI dari PDI Perjuangan ketika itu. Tak lama setelah kunjungan itu ia dipercaya memimpin Badan Penanggulangan Bencana DPP PDIP.
Alumni Geologi ITB ini teman diskusi yang baik.
Ondos meninggal dunia di Sidoarjo, bulan September 2012 setelah kendaraannya mengalami kecelakaan di jalan tol.
Pagi ini saya panjatkan doa untuk mendiang Ondos. RIP.