“Bangun Silaturrahim yang Berkualitas”

Setelah sebulan lamanya umat Islam menjalankan ibadah puasa, beberapa hari lagi kaum Muslimin akan merayakan ‘kemenangan’, yakni Hari Raya Idul Fitri. Bagaimana sebaiknya umat Islam memaknai dan menyikapi hari mulia tersebut agar tidak sia-sia dan terkesan simbolik? Apa yang harus dilakukan umat beragama agar momentum lebaran ini dapat menjadi pintu masuk untuk membangun perdamaian dan menjauhkan dari segala tindak kekerasan?

Membahas masalah tersebut, tim At-Tanwir mewawancarai intelektual dan Katib Syuriah PBNU, Prof Dr Said Aqil Siradj. Petikannya:

Hari Raya Idul Fitri setiap tahun kita rayakan. Bagaimana sebaiknya umat Islam memaknai dan menyikapinya?

Pemaknaan yang paling tepat adalah ‘silaturrahim,’ yakni memperkuat tali persaudaraan antar sesama umat Islam, juga umat lainnya. Umat Islam minimal 5 kali menjaga silaturrahim dengan Allah, melalui shalat. Dan melalui shalat pula (shalat berjamaah), minimal 5 kali umat Islam menjaga dan memperkuat tali persaudaraan sesama kaum Muslim. Al-Quran menjelaskan dalam Surat Ar-Ra’d ayat 26, “Orang-orang yang mau menghubungkan tali silaturrahim sesuai perintah Allah, dan takut kepada Allah dilandasi rasa keimanan.” Jadi menyambung tali silaturrahim itu jelas ajarannya.

Persoalannya, silaturrahim yang seperti apa? Apakah hanya sebatas saling bertemu?

Bukan seperti itu maksudnya. Kalau hanya saling bertemu mudah saja dilakukan. Tapi, yang diajarkan oleh Islam adalah silaturrahim yang ada tindaklanjut. Artinya, hubungan yang berkualitas antar sesama Muslim itu hanya bisa dibangun kalau ada tindaklanjut dalam bentuk amal, kreatifitas, dan sejenisnya, yang bermanfaat bagi umat dan bangsa. Dari situ akan terwujud bangunan silaturrahim yang hakiki, kuat, dan tak mudah goyah. Sekarang ini antar negara Islam saja kan tidak kuat hubungannya. Seperti di bidang ekonomi, mereka lebih suka berhubungan dengan Barat. Jadi kerjasama di sini penting.

Apa yang harus dilakukan agar pelajaran dari berpuasa itu berdampak nyata, dan juga manfaat lebaran berdampak pada tindakan riil?

Hemat saya, meningkatkan kesadaran menghayati dan memahami ajaran Islam. Harus diakui, umat Islam kurang familiar dengan ajaran agamanya. Shalat itu minimalnya 5 kali sehari, zakat minimalnya 2.5 persen setahun, puasa minimalnya sekali dalam setahun, haji minimalnya sekali seumur hidup (bagi yang mampu), dan sebagainya. Tapi yang minimal saja kan umat Islam masih banyak yang bolong-bolong, tidak taat menjalankannya. Padahal, semua agama saya yakin berdampak baik bagi kehidupan sosial. Jadi kesadaran terhadap nilai agama yang lemah.

Di bulan suci ini, dan menjelang Idul Fitri, tindak kekerasan terus terjadi, seperti peledakan bom di Poso dan di tempat lain. Apa pendapat Anda?

Ya, kita prihatin dan sayangkan kejadian semacam itu terus berulang, apalagi di bulan suci ini. Karena itu, saya menghimbau agar umat beragama, khususnya umat Islam, jangan sampai terpancing. Sebab, kejadian semacam itu tidak sertamerta terjadi dengan sendirinya, tapi ada rekayasa. Semua itu politis. Karena itu, kuncinya, hukum harus ditegakkan, polisi mesti tegas, dan umat beragama memahami dan mengamalkan ajaran agamanya secara benar. Kalau hukum tidak tegak, aparat kosong kehadirannya, maka dapat memicu munculnya tindakan dan benih-benih radikalisme lainnya. Jangan sampai ini terjadi.

Author: TeguhTimur

Born in Medan, lives in Jakarta, loves Indonesia.

Leave a comment