













Tak lama setelah Taliban kembali berkuasa, menggusur pemerintahan Afghanistan dan memaksa Presiden Ashraf Ghani tunggang langgang, saya menemuinya.
Yang Mulia Faizullah Zaki. Duta Besar Republik Islam Afghanistan untuk Republik Indonesia.
Kami bertemu di kantornya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Di halaman depan, bendera tiga warna Republik Islam Afghanistan masih berkibar. Juga di ruang kerjanya. Tapi foto Ashraf Ghani sudah tidak ada lagi di dinding utama.
“Dia sudah bukan presiden lagi. Dia melepaskan jabatan itu,” kata Dubes Zaki.
Dubes Zaki menerima pesan elektronik saya beberapa hari sebelumnya.
Dia berterima kasih, saya ingin mewawancarainya.
“Tapi saya tidak dapat memberikan keterangan apapun kepada media,” tulisnya membalas pesan saya.
“Kalau Anda mau datang, silakan. Pintu saya terbuka,” sambungnya.
Maka begitulah, dalam pertemuan itu, 9 September 2021, kami membicarakan banyak hal.
Ada hal-hal yang tak boleh saya ceritakan kepada publik.
Saya serahkan kepada Dubes Zaki kitab “Di Tepi Amu Darya” dari perjalanan saya ke Uzbekistan dalam upaya memasuki Afghanistan. Tahun 2001. Antara bulan Oktober sampai November. Hampir 21 tahun lalu.
Sudah sering saya ceritakan bahwa saya tak bisa menginjakkan kaki di bumi Afghanistan. Jembatan Persahabatan di Sungai Amu Darya yang menghubungkan Termez di Uzbekistan dengan Hairaton di Afghanistan tak kunjung dibuka.
Saya berputar-putar di Termez sampai Aliansi Utara merebut Kabul. Dan Taliban tunggang langgang kembali ke pegunungan batu di Kandahar. Tempat dimana mereka menyusun kembali kekuatan mereka.
Itu pertengahan November 2001.
Lalu saya putuskan untuk kembali ke tanah air.
“Kalau saja Anda bertahan sedikit lagi, maka di akhir November 2001 Anda bisa menyeberangi Amu Darya seperti saya dan banyak orang lainnya,” Dubes Zaki menyambung cerita saya.
Lalu dia sedikit berkisah. Sejak tahun 1991 ia berbisnis di Uzbekistan. Dubes Zaki adalah suku Uzbek. Salah satu suku utama di Afghanistan, setelah Pasthun dan Tajik.
Tahun 1996 Taliban merebut kekuasaan dari Mujahiddin. Dubes Zaki tetap bertahan di Uzbek. Dan baru kembali di akhir November 2001 itu.
Dubes Zaki teman dekat pemimpin tertinggi Aliansi Utara Abdul Rashid Dostum yang memimpin kelompok anti-Taliban itu setelah komandan sebelumnya, Ahmad Shah Massod yang suku Tajik tewas dalam sebuah aksi bom bunuh diri, dua hari sebelum peristiwa 9/11.
Di Afghanistan (pasca Taliban 2001), Dubes Zaki menjabat sebagai wakil ketua umum partai yang dipimpin Dostum.
Di periode pertama pemerintahan Ashraf Ghani (2014-2019) ia dipercaya duduk sebagai penasehat keamanan dan intelijen presiden. Di periode itu Jenderal Dostum duduk sebagai wakil presiden.
Sebelum Pilpres 2019, Dubes Zaki dikirim ke Indonesia. Sementara dalam Pilpres 2019, partai politik yang dipimpin Dostum menarik dukungan dari Ashraf Ghani. Dostum kembali ke kampung halamannya, Provinsi Balkh, di tepi Amu Darya.
Ceritanya sampai di sini dulu. Timur dan Tafta sudah menunggu untuk shalat taraweh.