








Dari Bandung, setelah bertemu Kang Dekan yang juga promotor, saya bergegas kembali ke Jakarta.
Tadi pagi Sekretaris Dubes Korea Utara menghubungi saya, mengundang Perhimpunan Persahabatan dan Pertukaran Kebudayaan menghadiri satu resepsi penting di Kedubes.
“Karena masih pandemi, empat orang saja,” katanya.
Kemacetan di jalan tol Bandung-Jakarta yang sudah normal berhasil diatasi dengan baik. Saya tiba tepat waktu, begitu juga teman-teman yang berangkat dari UBK di Jalan Pegangsaan. Menjelang pukul 19.00 kami memasuki Kedubes Korea Utara.
Ini adalah kunjungan pertama saya ke Kedubes Korea Utara sebagai Ketua Perhimpunan. Posisi ini baru saya tempati pertengahan Februari lalu, menggantikan Mas Ristiyanto yang mengisi kekosongan jabatan Penasihat setelah Mbak Rachmawati meninggal dunia bulan Juli tahun lalu.
Selain Mas Ris, dua teman lain yang hadir adalah Mas Eko Surjosantjojo yang juga penasihat Perhimpunan dan Rektor UBK Mas Didik Suhariyanto.
Jadi ceritanya, 20 tahun lalu, persis 29 Maret 2002, Presiden Megawati Soekarnoputri berkunjung ke Pyongyang dan bertemu dengan pemimpin Korea Utara ketika itu, Kim Jong Il.
“Kunjungan Presiden Megawati membuka hubungan yang lebih baik bagi Korea dan Indonesia,” ujar Dubes An Kwang Il.
“Kami selalu berterima kasih pada pendiri bangsa kita, Indonesia dan Korea, yang telah membangun pondasi kuat bagi persahabatan kedua bangsa,” jawab saya.
Sebelum rombongan kecil kami, dua rombongan tamu yang lebih dahulu datang, secara terpisah, adalah rombongan Kemlu RI termasuk Dubes Berlian Napitupulu dan rombongan PDIP yang dipimpin Wakil Ketua MPR RI Mas Ahmad Basarah.
“Kunjungan Presiden Megawati memiliki arti penting bagi persahabatan kedua negara, seperti halnya kunjungan almh. Ibu Rachmawati dua tahun sebelumnya. Kepada mereka berdua kami pun berterima kasih. Dan semoga Ibu Rachmawati beristirahat dengan tenang. Insya Allah,” sambung saya.
Perhimpunan Persahabatan dan Pertukaran Kebudayaan ini didirikan almh. Mbak Rachmawati. Dia juga yang menjadi Ketua pertama. Di tahun 2007, karena diangkat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Mbak Rachma mengundurkan diri, dan menyerahkan posisi Ketua kepada Mas Ris.
Saya yang ketika itu sedang sekolah di Hawaii diangkat sebagai Sekjen. Kini, setelah menerima jabatan Ketua Perhimpunan dari Mas Ris, posisi Sekjen masih kosong.
***
Sebelum duduk di ruang rapat yang telah diubah menjadi ruang jamuan, Dubes An mengajak kami berkeliling melihat foto-foto kunjungan Presiden Kim Il Sung dan Kim Jong Il ke Jakarta di bulan April 1965, juga dua foto dari pertemuan Presiden Megawati dan pemimpin Korea Kim Jong Il yang malam ini kami peringati.
Yang juga dipamerkan di ruangan itu adalah foto-foto dari peluncuran misil balistik antar benua Hwasong 17 beberapa hari lalu.
“Ini dia,” kata saya demi melihat foto Kim Jong Un berdiri bersama divisi khusus yang terlibat dalam peluncuran.
Kim Jong Un mengenakan kacatama hitam dan jaket kulit hitam. Tersenyum lebar dan bahagia, seperti anggota divisi khusus yang ikut berfoto dengannya.
Usai melihat-lihat foto yang dipamerkan, saya meletakkan karangan bunga di depan lukisan Presiden Kim Il Sung dan Marshal Kim Jong Il di tepi danau Gunung Paektu.
Ini lukisan baru. Dua tahun lalu menggantikan lukisan yang lama.
Saya tanya, “Dimana lukisan yang lama?”
Pak Dubes menjawab, “Kami kirim kembali ke Pyongyang.”
Sayang sekali. Kalau masih di Jakarta mau saya minta untuk digantung di dinding kamar kerja.