
SUKRISNO, mantan Dubes RI untuk Rumania dan Vietnam di era-1960an, bukan satu-satunya orang yang menjadi korban dari kekisruhan politik menyusul penculikan dan pembunuhan enam jenderal TNI Angkatan Darat pada dinihari 1 Oktober 1965.
Bukan hanya diasingkan, atau ditangkapi dan dipenjara tanpa pengadilan, orang-orang seperti Sukrisno ini juga kehilangan harta benda mereka. Sastrawan kelas dunia Pramoedya Ananta Toer, misalnya, sampai akhir hayat tak mendapatkan kembali rumahnya di Rawamangun, Jakarta Timur. Tidak hanya di Jakarta dan menimpa tokoh-tokoh yang dianggap memiliki hubungan dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Presiden Sukarno, nasib serupa juga dialami oleh banyak orang di daerah-daerah luar Jakarta dan Pulau Jawa.
Soal harta benda yang dirampas inilah yang disampaikan Siti Mirahjanti Sukrisno kepada Presiden SBY dalam sepucuk surat yang dikirimkannya bulan Februari lalu. Seperti telah disebutkan dalam tulisan terdahulu, Siti Mirahjanti yang kerap disapa Nuni adalah putri ketiga dari Sukrisno yang kisahnya sejak beberapa waktu belakangan ini kami tuliskan.
“Persoalan yang akan saya ajukan ini ialah mengenai pengurusan perkara tanah bapak saya di Jalan Kebon Binatang I No. 3, yang di jamannya pemerintahan Presiden Soeharto telah disita atas perintah dari Menteri Dalam Negeri Amir Mahmud ketika itu. Kami anak-anak dari Pak Sukrisno berniat untuk tahun ini mengurus perkara tersebut di atas. Sebab kami ingin bahwa tanah tersebut kembali ke pemiliknya yang sah, yaitu ahli waris dari almarhum Bapak Sukrisno,” demikian penggalan paragraph pertama surat Nuni untuk SBY.
Saat bertugas di luar negeri sebagai dutabesar, Sukrisno meninggalkan sebuah rumah di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan. Tahun 1966 Menteri Luar Negeri Adam Malik memanggilnya pulang ke Jakarta. Namun, khawatir akan keselamatan dan nasib dirinya, Sukrisno memilih tak memenuhi panggilan itu. Ia meletakkan jabatannya sebagai dutabesar dan meninggalkan Vietnam menuju Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Di tahun 1980, Sukrisno dan keluarganya pindah ke Belanda. Ia menetap di negeri itu sampai ajal menjemput nyawa pada tahun 1999.
Sejak saat itulah, atau setidaknya tidak lama setelah Sukrisno mangkir, rumahnya disita negara. Surat penyitaan ditandangani Kolonel Soetopo Joewono, salah seorang perwira menengan TNI AD yang cukup menonjol ketika itu dan kelak menjadi Kepala Bakin. Kini rumah itu menjadi kantor perwakilan salah satu pemerintah daerah.
Selama berada di tanah pengasingan, cerita Nuni dalam surat untuk SBY itu, ayahnya tidak pernah mengubah kewarganegaraannya. “Bapak tidak pernah mau ambil warganegara asing, termasuk ketika ia bertahun-tahun tinggal di negeri Belanda ditawarkan untuk mengambil warganegara negeri ini.”
Sukrisno, sebut Nuni lagi, tidak sepatutnya mendapatkan perlakuan sedemikian rupa dari pemerintah. “He doesn’t deserva that,” tulisanya.
“Maka dengan ini saya menulis surat ini kepada Bapak Presiden Yudhoyono, mohon pertolongan Pak Presiden, sedikit membantu untuk memudahkan pengurusan perkara rumah bapak saya tersebut. Saya mengharapkan Bapak Presiden yang bijaksana bisa memberikan jalan keluar,” masih tulis Nuni yang ahli akupuntur ini.
Ia mengakui bahwa kasus ini tidak mudah, namun dia berharap keputusan yang diambil SBY dapat diterima kedua belah pihak.
Sementara itu, sampai tulisan ini diturunkan belum ada kabar apakah pihak Istana Presiden telah menerima dengan baik dan membahas perkara ini.
Lepas dari hubungan salah atau yang benar dari Partai terlarang . . namun apabila melihat nasib dari putra-putri tapol atau orang yang dianggap sebagai Partai terlarang . . hati rasanya pedih . . apalagi mereka sesama Warga Negara INDONESIA . . apa salah dari anak-anaknya yang selaku pewaris dari seseorang yang dituduh Komunis ? siapapun juga tidak bisa mengingkari KodratNYA . . akhirnya dilahirkan dari seorang yang dianggap Komunis . . apakah kalau seorang sudah dituduh Komunis hak-haknya bisa dihilangkan begitu saja . . misalnya dia memiliki rumah . . maka rumahnya disita . . apabila jawabnya sah . . maka saya mau bertanya . . Mengapa mereka-mereka yang korupsi jelas-jelas merugikan negara, tidak dirampas hak-haknya, padahal jelas-jelas koruptor merugikan sekaligus merongrong Negara . .
untuk itulah saya sebagai rakyat jelata . . juga menghimbau kepada Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, agar supaya memulihkan hak-hak mereka yang dituduh Komunis (paling tidak hak-hak mereka memiliki harta benda yang tidak berasal dari Korupsi termasuk memiliki rumah . . untuk dikembalikan lagi kepada yang berhak, paling tidak dikembalikan kepada ahli warisnya yang sah) Kebijakan seperti ini tidak mungkin akan dikritik oleh Rakyat INDONESIA, dan tidak ada unsur pembelaan terhadap Komunis, tetapi kebijakan yang mengembalikan hak ini adalah kebijakan yang bijaksana, karena tidak ada hubungannya dengan gerakan menghidupkan kembali Komunis, karena hak memiliki rumah yang telah dibeli atas dasar jerih payah dan bekerja, yang sudah dirampas selama puluhan tahun, semestinya dikembalikan lagi kepada yang empunya.
namun apa mau dikata saya cuma rakyat jelata hanya bisa menghimbau dan berdoa . . semoga hak-hak anak-anak orang-orang yang dianggap Komunis, bisa dikembalikan lagi kepada yang empunya . . semoga himbauan dan doa saya didengarkan dan dikabulkan ALLAH SWT . . AMIEN-AMIEN YA ROBBAL ALAMIEN
Itu baru salah satu contoh yang mencuat dipermukaan sekarang. Dimana orang 2 yang terlibas oleh pagebluk, yang dilindas oleh revolusie berani menyampaikan problem2/persoalan2 mengenai warisan atau apapun. Soal2 itu ribuan yang terjadi untuk diseluruh indonesia itu. Orang tua tercerai beraikan, diciduk, diamankan, disunamikan, anak2nya terlantarkan menjadi paria atau yatim piatu.Rumahpun didudukin,atau dirampas. Dan sampai sekarangpun persoalan itu tidak akan terbuka,karena kita tidak mau membuka luka.\lagipula roh2 orde baru masih bentayangan dalam kehidupan kita . Sampai sekarangpun.Maklumlah kita dalam waktu yang begitu lama diindoktrinasi/brainwash yang mengatakan itu yang salah ,ini yang benar. Padahal belum tentu begitu akan kebenarannya.
Mudah2an Allah akan tetap menunjukkan jalan kebenaran.Amin