Uang Raksasa dari Pohnpei dan Pemberontakan Sokesh yang Mengubah Sikap Jerman

POHNPEI adalah negara bagian Federasi Mikronesia berikutnya yang kami singgahi dalam perjalanan menuju Chuuk Lagoon.

Palikir, ibukota Federasi Mikronesia berada di negara bagian ini. Setelah Chuuk, Pohnpei adalah negara bagian terpadat di Federasi Mikronesia dengan jumlah penduduk diperkirakan sebesar 34.000 jiwa. Pulau Pohnpei juga dikenal sebagai pulau dengan penduduk paling beragam di federasi itu.

***

Continental Airlines adalah satu-satunya maskapai penerbangan yang melayani jalur penerbangan di kawasan yang juga dikenal dengan nama Kepulauan Caroline ini. Dari Hawaii pesawat berangkat menuju Majuro dan Kwajelin di Republik Marshall Islands, lalu negara-negara bagian Federasi Mikronesia, dimulai dari negara bagian paling barat, Kosrae, Pohnpei, Chuuk dan Yap. Dari Chuuk pesawat naik ke utara Guam, Persemakmuran Kepulauan Mariana Utara atau Commonwealth Northern Mariana Islands. Dari Guam, pesawat bergerak ke selatan menuju Yap.

Perjalanan pulang juga menempuh rute yang sama, hingga ke Hawaii.

Bandara Pohnpei adalah sebuah daratan memanjang yang dipisahkan oleh laut beberapa meter dari pulau utama. Seperti Chuuk, pulau Pohnpei juga dikelilingi oleh gugusan karang yang melindunginya dari terjangan ombak besar Samudera Pasifik. Kota terdekat dari bandara adalah Kolonia, sementara Palikir berada lebih sedikit ke tengah pulau ke sebelah baratdaya bandara.

Di ruang transit bandara Pohnpei, rombongan kami bertemu dengan rombongan Dutabesar Amerika Serikat untuk Federasi Mikronesia. Sang dubes, Miriam K. Hughes, akan memantau pelaksanaan pemilihan umum Federasi Mikronesia tanggal 3 Maret 2009 di negara bagian Yap.

Di dalam pesawat Hughes duduk di kelas ekonomi, di sisi kanan di dekat pintu darurat. Ia tampak bersahaja. Rambutnya yang pirang lurus tergerai di kedua bahunya dan poninya yang juga dibiarkan panjang ditarik ke belakang. Tak ada pengawalan khusus.

***

Selain Pohnpeian, di Pohnpei juga ditemukan keturunan dari pulau dan kepulauan lain di Pasifik, juga dari Filipina, Jepang, Jerman, Spanyol, Komoro, Australia, dan dari beberapa negeri di Eropa Barat.

Keberagaman penduduk di Pohnpei bukan fenomena baru, bukan semata terjadi karena ia adalah ibukota Federasi Mikronesia. Beberapa catatan menyebutkan Pohnpei memang telah didiami oleh begitu banyak orang dari begitu banyak kebudayaan dan peradaban sejak beratus tahun lalu.

Peradaban kaum pribumi Pohnpei di masa lalu pun relatif lebih maju dari kaum pribumi lain di kepulauan ini. Masyarakat Pohnpei di masa lalu, jauh sebelum orang-orang Eropa singgah di pulau ini, telah mengenal perdagangan. Uang yang digunakan di masa itu adalah uang batu yang ukurannya begitu besar.

Kemarin, saat mengunjungi Xavier High School yang terletak di sebelah utara Pulau Weno, saya melihat satu dari uang kuno ala Pohnpei tersebut. Terbuat dari batu putih, bundar dengan garis tengah sekitar 50 sentimeter, dan sebuah lubang di tengahnya.

Menurut Scott Kroeker, peneliti pada Pacific Islands Development Project (PIDP) di East West Center (EWC), di Pohnpei masih ditemukan uang dengan ukuran yang jauh lebih besar. Kira-kira sebesar roda pedati. Atau bisa jadi lebih besar lagi. Uang di masa itu digunakan untuk melakukan transaksi benda-benda bernilai tinggi.

Bukti-bukti peradaban paling tua di Pohnpei, diperkirakan berasal dari masa 1.500 tahun sebelum Masehi, ditemukan di Nam Madol, sebuah pulau kecil di sebelah timur. Di tahun 1828 pelaut Rusia, Fyodor Litke, “menemukan” pulau ini. Sampai akhir abad ke-19 pulau ini diduduki Spanyol sebelum dijual kepada Jerman yang berkuasa hingga 1914.

Penduduk pribumi di masa itu kerap melakukan perlawanan terhadap penjajahan bangsa Eropa. Ketrika Spanyol berkuasa setidaknya terjadi tiga pemberontakan besar di beberapa tempat di pulau Pohnpei. Namun perlawanan paling besar yang terkenal sampai sekarang terjadi di masa pendudukan Jerman. Pemberontakan itu dikenal dengan nama Perlawanan Sokehs, meledak di tahun 1910. Sampai sekarang rakyat Pohnpei masih menyanyikan lagu-lagu pujian untuk pejuang-pejuang Pohnpei yang gugur dalam peristiwa heroik tersebut.

Walau hanya dilakukan oleh penduduk Sokesh dan tak berlangsung lama, namun pemberontakan ini telah memaksa Jerman mengubah pendekatan mereka di Pohnpei. Tentara Jerman dipulangkan ke Eropa. Land reform diberlakukan, dan berbagai proyek pembangunan infrastruktur yang menyentuh rakyat pribumi mulai dikerjakan. Tapi tak lama, di tahun 1914 Jerman menyerah kalah dan terusir dari pulau itu.

Kini giliran Jepang berkuasa. Bersambung

Published by

TeguhTimur

Born in Medan, lives in Jakarta, loves Indonesia.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s