Saya tidak sedang membahas perang.
Namun, mau tidak mau harus diakui bahwa pembicaraan mengenai Samudera Pasifik, kontrol Amerika Serikat dan berbagai ujicoba senjata yang dilakukannya, mulai dari senjata konvensional hingga senjata biologi dan nuklir, di kawasan ini adalah bagian dari skenario menghadapi (atau menciptakan) perang, baik perang konvensional berupa pengerahan mesin perang dalam jumlah massal maupun perang inkonvensional.
Saya mungkin salah, tetapi tampaknya Indonesia tak begitu peduli pada Samudera Pasifik. Ia dipandang seperti semak-semak di luar pagar belakang rumah kita. Kita cenderung abai pada peranan penting rerimbunan semak itu dalam sejarah penaklukan manusia atas manusia yang lain. Di abad ke-16 Portugis dan kemudian Spanyol memulai perjalanan mereka mencari sumber rempah-rempah dengan memotong kompas melewati Samudera Pasifik. Spanyol menjadikan Caroline Islands sebagai pos persinggahan mereka untuk mengontrol kekuasaan mereka di Filipina. Akhir abad ke-19 Spanyol menjual kepulauan Carolina kepada Jerman. Jepang merebut kawasan ini dari Jerman tahun 1914 dan menjadikannya pangkalan militer raksasa untuk mendukung perluasaan kekuasaan mereka di Pasifik dan Asia, juga kalau bisa Amerika.
Kekuasaan Jepang di kawasan ini berakhir di tahun 1944. Bulan Februari di tahun itu Amerika Serikat membombardir pangkalan militer Jepang di Chuuk Lagoon. Serangan bernama sandi Operation Hailstone ini adalah aksi balasan atas serangan yang kurang lebih sama yang dilakukan Jepang terhadap pangkalan militer Amerika Serikat di Pearl Harbor, Hawaii, Desember 1941.
Setelah Hailstone, giliran Enola Gay menjatuhkan Little Boy di Hiroshima bulan Agustus 1945. Pesawat itu tinggal landas dari pangkalan militer Amerika Serikat di Tinian, di Kepulauan Caroline.
Juli 1947, PBB menggabungkan negara-negara di Pasifik yang direbut Amerika Serikat dari Jepang dalam sebuah koloni yang disebut Trust Territory of the Pacific Islands (TTPI). Koloni ini terdiri dari Ponphei atau Ponape (termasuk di dalamnya Kosrae atau Kusaie), Chuuk atau Truk, Yap, Palau, Marshall Islands dan Northern Mariana Islands (termasuk Guam, Saipan, dan Tinian). Adapun PBB menunjuk Amerika Serikat sebagai “penjaga keamanan” atau Security Trusteeship koloni tersebut dan berperan sebagai promotor pembangunan ekonomi yang diharapkan mampu mendorong kemandirian setiap anggota koloni.
Tetapi koloni TTPI ini tak berlangsung lama. Northern Mariana Islands adalah anggota koloni yang pertama kali melepaskan diri. Di tahun 1978 ia mendirikan Commonwealth of the Northern Mariana Islands (CNMI). Diikuti Ponhpei, Kosrae, Chuuk, dan Yap yang mendirikan Federated States of Micronesia (FSM) di tahun 1979. Di tahun yang sama Marshall Islands mendirikan Republic of Marshal Islands (RMI), dan Palau mendirikan Republic of Palau pada tahun 1981.
Apakah Amerika Serikat lantas kehilangan pengaruhnya di Samudera Pasifik? Tidak juga. Tahun 1986 RMI dan FSM menandatangani Compact of Free Association dengan Amerika Serikat mengikuti CNMI yang hampir sepuluh tahun sebelumnya lebih dahulu mengikatkan diri dengan Amerika Serikat dalam sebuah persemakmuran. Adapun Palau menandatangani Compact of Free Association dengan Amerika Serikat pada tahun 1994.
Kontrol dan peranan Amerika Serikat terhadap kawasan ini sedemikian besarnya. Dalam Compact Free Association antara FSM dengan Amerika Serikat, misalnya, disebutkan bahwa pemerintah Amerika Serikat akan menggelontorkan dana sebesar 2 miliar dolar AS untuk FSM antara 1986 hingga 2001. Compact Free Association ini telah direnegosiasi, dan untuk 20 tahun berikutnya (periode 2004 hingga 2023) Amerika Serikat menyediakan bantuan sebesar 100 juta dolar AS dan 35 juta dolar AS setiap tahun. Paket-paket bantuan ini difokuskan pada enam sector prioritas, yakni pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pengembangan kapasitas sektor publik, pengembangan sektor swasta, dan lingkungan hidup. Departemen Dalam Negeri AS menjadi penanggung jawab yang memonitor penggunaan bantuan ini.
Tetapi apa yang terjadi di FSM, khususnya di Chuuk?
Inilah pertanyaan yang menjadi pintu masuk mengapa pemerintah Amerika Serikat merasa perlu memantau pelaksaan pemilihan umum di FSM dan negara bagian Chuuk tahun ini, saya kira.