4 Oktober 1965. Pukul 4.30 sore saat itu. Lima dokter yang diperintahkan Pangkostrad dan Pangkopkamtib Mayor Jenderal Soeharto memulai tugas mereka.
Jenazah tujuh korban penculikan dan pembunuhnan yang dilakukan kelompok Letkol Untung pada dinihari 1 Oktober mereka periksa satu persatu.
Ketujuh korban itu adalah Menteri Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Ahmad Yani, Deputi II Menpangad Mayor Jenderal R. Soeprapto, Deputi III Menpangad Mayor Jenderal MT. Harjono, Deputi IV Menpangad Brigardir Jenderal DI. Panjaitan, Asisten I Menpangad Mayjen S. Parman, Oditur Jenderal/Inspektur Kehakiman AD Brigardir Jenderal Soetojo Siswomihardjo dan Letnan Satu P. Tendean (Ajudan Menko Hankam/KASAB Jenderal AH Nasution).
Mayat enam jenderal dan perwira muda Angkatan Darat ini ditemukan di sebuah sumur tua di desa Lubang Buaya, Pondokgede, Jakarta Timur.
Dari lima anggota tim dokter yang mengautopsi ketujuh mayat itu dua di antaranya adalah dokter Angkatan Darat, yakni dr. Brigardir Jenderal Roebiono Kertopati dan dr. Kolonel Frans Pattiasina. Sementara tiga lainnya adalah dokter Kehakiman, masing-masing Prof. dr. Sutomo Tjokronegoro, dr. Liauw Yan Siang, dan dr. Liem Joe Thay.
Keterangan foto: dr. Liem Joey Thay alias Arief Budianto di RS St. Carolus bulan Juni lalu. Cerita tentang kunjungan saya baca disini. (Posting lain yang berkaitan disini).
Lewat tengah malam, pukul 12.30 atau dinihari 5 Oktober, dr. Roebiono dkk menyelesaikan tugas mereka. Beberapa jam kemudian, saat matahari sudah cukup tinggi, ketujuh jenazah korban penculikan dan pembunuhan yang kemudian disebut sebagai Pahlawan Revolusi ini dimakamkan di TMP Kalibata.
Hasil Visum et Repertum
Ketika diperiksa ketujuh mayat telah dalam keadaan membusuk dan diperkirakan tewas empat hari sebelumnya. Dapat dipastikan ketujuh perwira tinggi dan pertama Angkatan Darat ini tewas mengenaskan dengan tubuh dihujani peluru dan tusukan.
Jenazah Letjen Ahmad Yani diidentifikasi oleh Ajudan Menpangad Mayor CPM Soedarto dan dokter pribadinya, Kolonel CDM Abdullah Hassan, dengan penanda utama parut pada punggung tangan kiri dan pakaian yang dikenakannya serta kelebihan gigi berbentuk kerucut pada garis pertengahan rahang atas diantara gigi-gigi seri pertama.
Tim dokter menemukan delapan luka tembakan dari arah depan dan dua tembakan dari arah belakang. Sementara di bagian perut terdapat dua buah luka tembak yang tembus dan sebuah luka tembak yang tembus di bagian punggung.
Jenazah Mayjen R. Soeprapto diidentifikasi oleh dokter gigi RSPAD Kho Oe Thian dari susunan gigi geligi sang jenderal.
Pada jenazah R. Soeprapto ditemukan (a) tiga luka tembak masuk di bagian depan, (b) delapan luka tembak masuk di bagian belakang, (c) tiga luka tembak keluar di bagian depan, (d) dua luka tembak keluar di bagian belakang, (e) tiga luka tusuk, (f) luka-luka dan patah tulang karena kekerasaan tumpul di bagian kepala dan muka, (g) satu luka karena kekesaran tumpul di betis kanan, dan (h) luka-luka dan patah tulang karena kekerasan tumpul yang berat sekali di daerah panggul dan bagian atas paha kanan.
Di bagian perut Mayjen MT. Harjono ditemukan sebuah luka tusuk benda tajam yang menembus sampai ke rongga perut. Luka tusuk benda tajam juga ditemukan di punggung, namun tidak menembus rongga dada. Dan di tangan kiri dan pergelangan tangan kanan terdapat luka karena kekerasan tumpul yang berat.
Jenazah Mayjen MT. Harjono diidentifikasi oleh saudara kandungnya, MT. Moeljono, pegawai Perusahaan Negara Gaya Motor. Salah satu tanda pengenal jenazah ini adalah cincin kawin bertuliskan “Mariatna”, nama sang istri.
Cincin kawin, bertuliskan “SPM” juga menjadi salah satu penanda jenazah Mayjen S. Parman, selain kartu tanda anggota AD dan surat izin mengemudi serta foto di dalam dompetnya.
Jenazah S. Parman diidentifikasi oleh dr. Kolenel CDM Abdullah Hasan.
Pada mayat S. Parman ditemukan (a) tiga luka tembak masuk di kepala bagian depan, (b) satu luka tembak masuk di paha bagian depan, (c) satu luka tembak masuk di pantat sebelah kiri, (d) dua luka tembak keluar di kepala, (e) satu luka tembak keluar di paha kanan bagian belakang, dan (f) luka-luka dan patah tulang karena kekerasan tumpul yang berat di kepala, rahang dan tungkai bawah kiri.
Mayat Brigjen DI. Panjaitan diidentifikasi oleh adiknya, Copar Panjaitan dan Samuel Panjaitan, dan dikenali dari pakaian dinas yang dikenakannya serta cincin mas di tangan kiri yang bertuliskan “DI. Panjaitan”.
Tim dokter menemukan luka tembak masuk di bagian depan kepala, juga sebuah luka tembak masuk di bagian belakang kepala. Sementara itu di bagian kiri kepala terdapat dua luka tembak keluar. Terakhir, di punggung tangan kiri terdapat luka iris.
Mayat berikutnya adalah Brigjen Soetojo Siswomihardjo yang diidentifikasi oleh adiknya, dokter hewan Soetopo. Jenazah Brigjen Soetojo dikenali dari kaki kanannya yang tidak ber-ibujari, pakaian yang dikenakannya, arloji merek Omega dan dua cincin emas masing-masing bertuliskan “SR” dan “SS”.
Pada mayat Brigjen Soetojo ditemukan (a) dua luka tembak masuk di tungkai bawah kanan bagian depan, (b) sebuah luka tembak masuk di kepala sebelah kanan yang menuju ke depan, (c) sebuah luka tembak keluar di betis kanan sebagian tengah, (d) sebuah luka tembak keluar di kepala sebelah depan, dan (e) tangan kanan dan tengkorak retak karena kekerasan tumpul yang keras atau yang berat.
Selanjutnya adalah mayat Lettu P. Tendean yang dikenali perwira kesehatan Dirkes AD CDM Amoro Gondoutomo yang menjadi dokter pribadi Menko Hankam/KASAB. Mayat P. Tendean dikenali dari pakaian yang dikenakannya, gigi geligi dan sebuah cincin logam dengan batu cincin berwarna biru.
Pada mayat P. Tendean tim dokter menemukan (a) empat luka tembak masuk di bagian belakang, (b) dua luka tembak keluar bagian depan, (c) luka-luka lecet di dahi dan tangan kiri, dan (d) tiga luka ternganga karena kekerasan tumpul di bagian kepala.
Format Visum et Repertum
Dokumen visum et repertum ketujuh korban yang saya peroleh dituliskan dalam format yang sama. Di pojok kanan atas halaman depan terdapat tulisan “Departmen Angkatan Darat, Direktortat Kesehatan, Rumah Sakit Pusat, Pro Justicia”.
Sementara di pojok kiri halaman depan tertulis “Salinan dari salinan.”
Bagian kepala laporan bertuliskan “Visum et Repertum” diikuti nomor laporan pada baris bawah yang dimulai dari H.103 (Letjen Ahmad Yani) hingga H.109 (Lettu P. Tendean).
Bagian awal laporan adalah mengenai dasar hukum tim dokter tersebut. Pada bagian ini tertulis rangkaian kalimat sebagai berikut:
“Atas perintah Panglima Kostrad selau Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban kepada Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat di Jakarta, dengan surat perintah tanggal empat Oktober tahun seribu sembilan ratus enam puluh lima, nomor PRIN-03/10/1965 yang ditandatangani oleh Mayor Jenderal TNI Soeharto, yang oleh Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat diteruskan kepada kami yang bertandatangan di bawah ini.”
Diikuti nama dan jabatan kelima dokter anggota tim.
Setelah itu adalah bagian yang menjelaskan kapan dan dimana visum et repertum dilakukan. Pada bagian ini tertulis kalimat:
“maka kami, pada tanggal empat Oktober tahun seribu sembilan ratus enam pulu limam mulai jam setengah lima sore sampai tanggal lima Oktober tahun seribu sembilan ratus enam puluh lima jam setengah satu pagi, di Kamar Seksi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat, Jakarta, telah melakukan pemeriksaan luar atas jenazah yang menurut surat perintah tersebut di atas adalah jenazah dari pada.”
Bagian ini diikuti oleh bagian berikutnya yang menjelaskan jati diri jenazah dimulai dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, bangsa, agama, pangkat, dan terakhir jabatan.
Selanjutnya ada sebuah paragraph yang menjelaskan kondisi terakhir jenazah sebelum ditemukan dan diperiksa. Pada bagian ini tertulis:
“Korban tembakan dan/atau penganiayaan pada tanggal satu Oktober tahun seribu sembilan ratus enam pulu lima pada peristiwa apa yang dinamakan Gerakan 30 September.”
Bagian ini dikuti oleh penjelasan identifikasi; siapa yang mengidentifikasi dan apa-apa saja tanda utama yang dijadikan patokan dalam identifikasi itu.
Setelah bagian indentifikasi, barulah tim dokter memaparkan temuan mereka dari “hasil pemeriksaan luar” yang dilakukan terhadap jenazah sebelum mengkahirinya dengan “kesimpulan”.
Bagian penutup diawali dengan tulisan “Dibuat dengan sesungguhnya mengingat sumpah jabatan” pada bagian kanan. Diikuti nama dan tanda tangan serta cap kelima dokter anggota tim.
Bagian paling akhir dari dokumen-dokumen yang saya peroleh ini mengenai autentifikasi dokumen.
Karena dokumen ini merupakan “salinan dari salinan” maka ada dua penanda autentifikasi dokumen ini.
Bagian pertama bertuliskan “Disalin sesuai aslinya” dan ditandatangani oleh “Yang menyalin” yakni Kapten CKU Hamzil Rusli Bc. Hk. (Nrp. 303840) selaku panitera. Bagian kedua autentifikasi bertuliskan “Disalin sesuai dengan salinan” dan ditandatangani oleh “Panitera dalam Perkara Ex LKU” Letnan Udara Satu Soedarjo Bc. Hk. (Nrp. 473726).
Tidak ditemukan petunjuk waktu kapan dokumen ini disalin dan disalin ulang.
SeRem bgt yaghhh…
KLo bLh kunjungin bLog gw dunk di tandud.wordpress.com
Thanks
kirain… rupanya cuma hasil visum
gw rasa itu bkn hasil visum yg sebenar nya,udah di buat2 kali??biasa rekayasa suharto.
yang namanya visum ya seperti itu, jelas.
Ya Allah sadis bener yak? Siapa yang paling sadis ya? Yang membunuh atau yang ngumpetin visum aslinya ya? yang manjadikan bangsa ini ragu dan tidak pasti pada sejarah. Padahal SEJARAH telah membuktikan bahwa kejayaan suatu kaum/ bangsa terlihat dari sejarahnya. apa qita gak bosan dengan sejarah yang bunuh-bunuhan terus; Who kills who sampai kiamat. Perlu permenungan sejenak. subkhanallah!
ohh kasian ya para pahlawan kita
atau pahlawan revolusi kita di indonesia
pelakunya suharti…ngok..ngok…
Namanya PKI tetap kejam, harus diberantas dibumi Indonesia
Yang membunuh general2 kita itu yang kejam, dan seharusnya pelaku2nya harus dihukum mati. Tapi orang2 desa yang disebut komunis yang semuanya menyerah tanpa perlawanan itu tidak bersalah. Kita akan merasa bangga kalau menghancurkan mereka komunis itu dng jihad saling ber hadap2an, tapi ini tidak.
Lebih dari itu, kita adalah orang yang tidak berperikemanusiaan
memperlakukan mereka dng cara yang biadab.
Semoga Allah mengampuni kita yang tersesat, sebagai manusia.
ketika jasmani tidak lagi menjadi batasan, dan jiwa tidak lagi hanya menjadi pengorbanan…
benar-benar pahlawan…
yang sok tahu adalah anda dewania jangan2 anda sendiri cucunya DN AIDIT kali yah…. jelas begitu kok informasinya… sok tahu dengan bodoh berdekatan loh… Rekaya Soeharto yg anda bilang itu terlalu dini, adapun tulisan atas hal itu sudah jelas PKI itu kejam awalnya dengan “memfitnah” 7 Jendral tersebut lalu diakhiri dengan tindakan “membunuh”… Makanya anda hati2 memfitnah Pak Harto jangan anda melakukan aksi membunuh sperti PKI itu… Belajar sejarah bukan berarti menutup mata dan kuping tapi lihat dan dengar …. TKU salam PANCASILA SAKTI dan Jayalah Demokrasi PANCASILA….
walaupun gimana pun Suharto itu tetaplah Mantan Presiden kita… Jadi hargailah dia… Beliau kalau kita mau merenungkan dengan otak dan kepala yang sehat dr diri kita…. Beliau (pak Harto) adalah Pahlawan 3 zaman loh : pahlawan Nasional wkt perang kemerdekaan, pahlawan revolusi dr aksi Kudeta PKI dan mengamankan Indonesia dr faham2 yang bertentangan dengan PANCASILA, dan serta pahlawan pembangunan negara kita…. Jangan menutup mata yah …. FIKIRKAN dan RENUNGKAN saja….
setubuh
mudah2 mendapat tempat yang layak disisinya.
SAYA SETUJU DENGAN Mr.Brown.SEJARAH ITU BENAR ADANYA.ORANG YANG BILANG SALAH ADALAH ORANG YANG TIDAK TAHU SEJARAH DAN TIDAK MENGHARGAI JASA PARA PAHLAWANNYA.MERDEKA
katakan lah hasil visum ini benar, berarti apa yang ceritakan orde baru kala itu, bahwa beberapa korban penculikan sebelum di bunuh di siksa terlebih dahulu, seperti di sayat kemaluan menggunakan silet dll, cerita orde baru sangat kontras dengan hasil visum ini.
kasihan pak soeharto, beliau di fasilitasi ketika dibutuhkan oleh amerika, ketika sudah tidak terpakai di buang melalui reformasi 1998, yang lagi-lagi skenario amerika penjajah.
Bisa di analisa dari sini:
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_%281965-1966%29
Pada 1965
Kebijakan-kebijakan Soekarno tersebut hanya memberikan Soekarno beberapa teman dan lebih banyak musuh di negara-negara Barat. Musuh ini terutama mencakup Amerika Serikat dan Inggris Raya, yang mana para investornya semakin marah dengan kebijakan Soekarno menasionalisasi aset tambang mineral, pertanian, dan energi. Karena membutuhkan Indonesia sebagai sekutu dalam Perang Dingin melawan Uni Soviet, Amerika Serikat menciptakan sejumlah hubungan dengan para perwira militer TNI melalui pertukaran dan transaksi senjata. Hal ini memupuk perpecahan di jajaran TNI, dengan Amerika Serikat dan sekutunya mendukung sebuah faksi sayap kanan TNI yang berseberangan terhadap faksi sayap kiri TNI yang mendukung Partai Komunis Indonesia.
Ketika Soekarno menolak bantuan pangan dari USAID, sehingga memperburuk kondisi kelaparan, faksi sayap kanan TNI mengadopsi struktur komando regional di mana mereka bisa menyelundupkan bahan pangan untuk memenangkan loyalitas penduduk pedesaan. Dalam upaya untuk membatasi kekuasaan sayap kanan TNI yang meningkat, Partai Komunis Indonesia dan faksi sayap kiri TNI membentuk sejumlah organisasi massa petani dan lainnya.
ingat : Pemimpin yang dibenci oleh barat, itu lah pemimpin untuk Indonesia.