PERANG di Afghanistan sangat tidak sederhana. Konflik ini tidak dimulai ketika Amerika menjatuhkan ribuan bom dari pesawat B-52 dan melepaskan ribuan rudal dari USS Theodore Roosevelt di Laut Arab yang menghancurkan kota-kota penting Afghanistan, Kabul, Kandahar, Jalalabad, Mazar I Sharif dan Herat.
Perang di Afghanistan punya kaitan konflik sejenis di seluruh kawasan Asia Tengah.
Masyarakat Uzbekistan bisa saja cuek, tidak bereaksi sama sekali ketika negara tetangga mereka di selatan itu diserang Amerika Serikat. Mereka pun boleh saja bersikap sebaliknya, memberikan simpati terhadap perjuangan orang-orang Aliansi Utara yang sebagian punya hubungan darah dengan mereka sebagai sesame suku Uzbek.
Tetapi satu hal juga jelas, masyarakat Uzbekistan tidak bisa menutupi bahwa saat ini mereka berada dalam masa yang sangat genting setelah sepuluh tahun merdeka dari Uni Soviet.
Jauh di dalam lubuk hati, masyarakat Uzebkistan menyadari bahwa setiap saat mereka bisa tergelincir masuk ke kancah peperangan. Namun, selama itu belum terjadi, hal terbaik yang dapat dilakukan menurut mereka adalah mendukung kebijakan Presiden Islam Karimov, memberikan keleluasaan kepada Amerika Serikat untuk tidak hanya menggunakan koridor udara Uzbekistan, tetapi juga pangkalan militer mereka di Karshi-Khanabad dan Termez.
Seorang teman yang saya temui di Tashkent bercerita tentang sebuah lembah bernama Ferghana. “Di Ferghana, orang-orang Islam taat bukan main. Tidak ada kemaksiatan seperti di Tashkent. Mereka tidak segan-segan shalat di pinggir jalan,” katanya.
Ketika membuka-buka peta Uzbekistan sebelum memutuskan untuk berkunjung ke negeri ini, yang saya tahu Lembah Ferghana berada di bagian selatan.
Setelah beberapa hari berada di Tashkent, saya baru mengetahui bahwa Lembah Ferghana ternyata tidak hanya dimiliki oleh Uzbekistan. Sebagian dari lembah ini dimiliki oleh Tajikistan, dan bagian lainnya dimiliki oleh Kyrgystan.
Di masa lampau Lembah Ferghana berada di bawah kekuasaan Kesultanan Kokand antara 1709 hingga 1883. Imperium ini meliputi wilayah timur Uzbekistan, termasuk Tashkent, wilayah utara Tajikistan dan wilayah barat Kyrgystan saat ini, serta sebagian Kazakhstan. Kesultanan Kokand adalah imperium Islam kuno pada masa itu disamping Kesultanan Khiva dan Kesultanan Bukhara.
Dengan latar belakang ini, saya kira wajar bila Lembah Ferghana menjadi basis perlawanan kelompok Muslim yang memiliki cita-cita mengembalikan apa yang menurut mereka kejayaan Islam di masa lalu. Itu menjadi tujuan jangka panjang.
Sementara tujuan jangka pendek mereka adalah melawan rejim-rejim sekuler di negara-negara Asia Tengah yang baru merdeka sepuluh tahun terakhir ini, seperti di Tajikistan, Kyrgystan dan Uzbekistan.
Di Uzbekistan, sebuah kelompok Islam fundamentalis klandestein atau bawah tanah bernama Islamic Movement of Uzbekistan (IMU) dikenal luas oleh masyarakat. Bulu kuduk para pendukung kebijakan sekuler Presiden Islam Karimov tentu berdiri mendengar nama kelompok ini. Tetapi warga Uzbekistan yang merindukan, sekali lagi, apa yang mereka bayangkan sebagai kejayaan Islam di masa lalu, akan tersenyum sambil mengucap asma Allah berkali-kali di dalam hati, manakala mendengar nama kelompok ini.
IMU bukan kelompok Islam fundamentalis kemarin sore yang muncul sebagai euphoria politik pasca Uni Soviet. Bibit IMU sudah lahir puluhan tahun lalu ketika perlawanan terhadap rejim komunis Uni Soviet mulai dikibarkan di Lembah Ferghana.
Salah seorang pemimpin IMU adalah Jumaboi Ahmadjonovich Khojiyev alias Juma Namangani. Tahun 1989 Juma Namangani berada di Afghanistan melawan Uni Soviet. Secara pribadi ia memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Taliban dan Osama bin Laden. Ia dikejar-kejar pemerintah Uzbekistan dengan berbagai tuduhan aksi terorisme.
Juma Namangani juga punya hubungan erat dengan United Tajik Opposition (UTO) yang dipimpin Sayed Abdullo Nuri. Presiden Emomali Rahmonov di Tajikistan gemas bukan kepalang menghadapi UTO. Setelah perang saudara antara tahun 1992 sampai 1997, kedua kelompok ini berdamai di Moskow. Salah satu butir perdamaian itu mengatakan UTO memperoleh 30 persen kursi di kabinet Presiden Rahmonov.
Pada Februari 2001 lalu pemilu digelar di Tajikistan. Komposisi pemerintahan Tajikistan selanjutnya tergantung hasil pemilu. UTO memperoleh suara kurang dari 30 persen. Namun pemerintahan Dhusanbe masih khawatir untuk tidak mengikutkan UTO dalam kabinet. Salah seorang pemimpin teras UTO, Mirzo Ziyo diangkat sebagai Menteri Darurat dan Pertahan Sipil. Nah, konon katanya, Juma Namangani kawin dengan salah seorang anak perempuan Mirzo Ziyo.
Selain membantu UTO di Tajikistan, tahun lalu IMU juga menantang Presiden Kyrgystan, Askar Akayev. Sama seperti terhadap pemerintahan sekuler Uzbekistan, IMU juga menyatakan siap perang jihad menghadapi pemerintahan Akayev.
Informasi terakhir menyebutkan, Juma Namangani ditempatkan sebagai salah seorang komandan lapangan pasukan Taliban untuk menahan laju serangan Aliansi Utara dan Amerika Serikat.
Namangani dikabarkan tewas dalam sebuah pertempuran di Kunduz pada tanggal 6 November 2001. Informasi lain mengatakan ia tewas di Kabul, dan dimakamkan di sebuah tempat rahasia di Provinsi Logar. [guh]
Salut mas untuk tulisan-tulisannya. Oya, sudah baca buku baru yang judulnya GLOBAL NEXUS yang berisi artikel-artikel tulisan Christianto Wibisono. Cukup baik untuk memperkaya khasanah mengenai pergeseran sosial politik dunia di dalam kerangka penegakan HAM dan kebebasan beragama. Setau sy di gramedia sudah di launching awal bulan ini.
Regards,
mas teguh, mohon infonya, mungkinkah bagi wni sekarang ini untuk bisa mendapat visa ke irak? saya ingin berziarah ke karbala. trims sekali untuk jawabannya.
@iyong
Terima kasih sudah mampir. Saya sedang di Hawaii. Jadi belum bisa baca buku CW. Nanti saya minta istri kirim ke Honolulu sini.
Aloha, dan Mahalo!
singgah pai…..
@alumni stan
????
anyway, trims sudah mampir. blog anda juga bagus.