PERANG yang tengah berkecamuk di negeri tetangga, Afghanistan, sejauh pengamatan saya tidak membuat masyarakat Uzbekistan gelisah.
Setidaknya belum.
Awalnya, sikap ini mengherankan saya.
Bagaimana mungkin masyarakat Uzbekistan tidak peduli? Apakah mereka mengabaikan kenyataan bahwa negara mereka berbatasan langsung dengan Afghanistan.
Apakah mereka tidak gentar mendengarkan laporan-laporan belakangan ini yang mengatakan bahwa Taliban sudah menguasai Mazar I Sharif, kota di utara Afghanistan, yang begitu dekat dengan Termez, kota paling selatan Uzbekistan.
Apakah ledakan dahsyat roket dan rudal yang ditembakkan pasukan Amerika Serikat ke Mazar I Sharif tidak terdengar sampai Termez?
Belakangan saya mulai memahami mengapa orang Uzbekistan tak begitu memperhatikan perang yang sedang berkecamuk di Afghanistan. Tampaknya mereka sudah terlanjur menganggap orang Afghanistan sebagai lawan.
Dapat dikatakan bahwa sentimen negatif terhadap Afghanistan di kalangan masyarakat Uzbekistan diwariskan dari era sebelumnya, saat Uzbekistan masih berada di bawah Soyuz Sovetskikh Sotsialisticheskikh Respublika (USSR) atau Republik Sosialis Uni Soviet.
Uzbekistan yang pada abad ke-18 dikenal sebagai Keamiran Bukhara, bergabung dengan Uni Soviet pada September 1920. Ketika Uni Soviet menginvansi Afghanistan di tahun 1979, Uzbekistan menjadi salah satu pintu masuk Tentara Merah ke Tanah Pasthun itu.
Selama satu dekade, sampai akhirnya Uni Soviet menarik pasukan dari Afghanistan pada 1989, tak sedikit pemuda Uzbekistan yang ikut berperang melawan mujahidin Afghanistan.
Menurut sejumlah catatan, selama masa pendudukan Uni Soviet tak kurang dari 1 juta warga sipil Afghanistan tewas bersama 90 ribu mujahidin Afghanistan anti Uni Soviet.
Sementara itu sekitar 18 ribu tentara Afghanistan pro Uni Soviet tewas.
Di pihak Uni Soviet, sekitar 14 ribu tentara tewas. Di antara mereka adalah pemuda-pemuda Uzbekistan.
Itulah sebabnya walau sudah menjadi negara independen, namun secara umum sikap dan cara pandang Uzbekistan terhadap Afghanistan masih sama.
Selain itu, seorang teman yang mendampingi saya selama di Tashkent mengatakan, masyarakat Uzbekistan juga tak peduli dengan Afghanistan dan menganggap negeri tetangga mereka itu sebagai tempat terburuk yang diciptakan Tuhan.
Sejarah Afghanistan adalah sejarah peperangan dan konflik politik tanpa henti. Nyatanya, sebut teman saya warganegara Uzbekistan yang bekerja di KBRI Tashkent, instabilitas politik dan perang saudara terus bekecamuk di Afghanistan setelah Uni Soviet angkat kaki.
***
Boris Nikolayevich Yeltsin yang menggantikan Mikhail Gorbachev mengumumkan pembubaran Uni Soviet dan pembentukan Federasi Rusia pada tanggal 24 Desember 1991. Ini adalah puncak dari krisis ekonomi dan politik yang sempat melahirkan kudeta di bulan Agustus tahun itu.
Empat bulan sebelumnya, pada 31 Agustus 1991, Presiden Republik Soviet Sosialis Uzbek, Islam Karimov, mengumumkan kemerdekaan Uzbekistan. Islam Karimov adalah politisi pro Uni Soviet untuk waktu yang cukup lama.
Manuver Islam Karimov ini membuat Uni Soviet yang sedang terhuyung-huyung tak punya pilihan selain mengakui proklamasi kedaulatan itu.
Untuk memperkuat diri setelah menjadi negara independen, Uzbekistan menjalin hubungan erat dengan Amerika Serikat yang mengakui kedaulatan negara itu segera setelah Uni Soviet bubar. Amerika Serikat memang sudah lama berhasrat mengembangkan pengaruh di kawasan Asia Tengah, dan kehancuran Uni Soviet adalah momentum yang pas untuk masuk ke negeri-negeri bekas Uni Soviet.
Di bulan Februari 1992, Uzbekistan membuka kedutaanbesar di Washington DC, dan sebulan kemudian giliran Amerika Serikat membuka kedutaanbesar di Tashkent.
Tidak, atau setidaknya belum, ditemukan catatan resmi, namun sejumlah orang yang saya temui, termasuk seorang mantan Tentara Merah Uni Soviet yang sekarang bekerja sebagai wartawan dan produser film dokumenter, mengatakan bahwa pada pertengahan 1990an Uzbekistan mempersilakan pasukan Amerika Serikat menempati pangkalan militer Kharsi-Khanabad, Provinsi Surkhandariyah, sekitar 460 kilometer dari Tashkent ke arah baratdaya.
Presiden Islam Karimov berharap pasukan tempur AS yang ditempatkan di pangkalan K2 itu bisa melatih tentara Uzbekistan menghadapi kelompok anti pemerintah Gerakan Islam Uzbekistan (IMU) di Lembah Fergana yang dipimpin Juma Namangani dan Tahir Yuldashev.
Dalam ketegangan yang sedang berlangsung di Afghanistan saat ini, Uzbekistan menjadi negara Asia Tengah pertama yang mengijinkan Amerika Serikat menggunakan koridor udaranya sebagai pintu masuk ke Afghanistan.
Pemerintah Uzbekistan mengatakan bahwa koridor udara itu hanya boleh digunakan untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan.
Tapi siapa yang bisa memberi jaminan benda apa yang dikirim Amerika Serikat ke Afghanistan.
Bagi Amerika Serikat, Afghanistan adalah sarang kelompok teroris yang bertanggung jawab pada peristiwa serangan terhadap menara World Trade Center (WTC) di New York City, 11 September 2001. Tak kurang dari 3.000 orang tewas dalam serangan tersebut.
Presiden George W. Bush meminta agar Taliban yang berkuasa di Afghanistan menyerahkan Osama bin Laden, pimpinan Al Qaeda yang bertanggung jawab dalam serangan itu. Tetapi Taliban dengan tegas menolak permintaan Presiden Bush.
Tanggal 7 Oktober lalu Amerika Serikat dan Inggris telah meluncurkan Operasi Kemerdekaan Abadi (Operation Enduring Freedom/OEF) untuk melucuti Taliban yang melindungi Al Qaeda. Kini bagi Amerika Serikat, Taliban dan Al Qaeda sudah tak ada bedanya.
Dalam Operasi Kemerdekaan Abadi ini Amerika Serikat dan Inggris menjalin kerjasama dengan Aliansi Utara atau Front Islam Bersatu untuk Penyelamatan Afghanistan yang merupakan musuh lama Taliban. Kelompok ini didirikan tak lama setelah Taliban berkuasa pada tahun 1996 dan dipimpin pejuang Afghanistan dari suku Uzbek, Abdul Rashid Dostum.
Melihat arti penting Operasi Kemerdekaan Abadi, bukan tidak mungkin Amerika Serikat akan memanfaatkan ruangan sekecil apapun, apalagi koridor udara Uzbekistan, untuk melumpuhkan Taliban dan Al Qaeda secepat mungkin.
Kalau hal ini yang terjadi, tangan Uzbekistan ikut berlumuran darah. Setelah itu hanya dua pilihan bagi Islam Karimov, menghentikan dukungan untuk Amerika Serikat karena melanggar kesepakatan penggunaan koridor udara, atau ikut secara total dalam war game yang dirancang Bush Jr.
Saya kira Uzbekistan akan cenderung memilih hal kedua. Itu berarti, bukan tidak mungkin dalam waktu dekat ini Uzbekistan akan terseret lagi ke tengah kancah peperangan di Afghanistan.
Sementara nasib Afghanistan tak berubah, mereka tetap menjadi negeri yang diperebutkan, mereka tetap menjadi ladang pembantaian. [guh]