









Perang Dunia Pertama belum dimulai. Peristiwa pembunuhan Adipati Agung Franz Ferdinand dari Austria di Sarajevo, kini ibukota Bosnia and Herzegovina, yang memicu perang raya itu belum lagi terjadi.
Tapi intrik, prasangka dan saling curiga di antara monarki telah memenuhi udara Eropa. Tinggal menunggu waktu dan pemicu yang pas.
Di musim semi tahun itu, di belahan lain bumi, di sisi utara Mongolia, geolog Rusia Andrei Ballod menggali makam antik. Tak jauh dari Sungai Selenga yang mengalir dari Delger Moron, Mongolia, menuju Buryatia di Rusia, dan berakhir di Danau Baikal.
Selain tulang belulang Ballod dan tim ekspedisinya juga menemukan benda-benda berharga dari masa yang telah silam.
Ballod mengirimkan beberapa dari temuannya itu ke kantor Masyarakat Geografi Kerajaan Rusia di Irkutsk bersama sejumlah catatan untuk memperjelas penemuan dan temuan.
“Makam Antik Orang-orang yang Tidak Dikenal”. Itu judul paket yang dirim Ballod.
Rekan-rekannya menyambut paket itu dengan gembira. Tapi tak banyak yang bisa mereka lakukan. Riset arkeologi bukan sesuatu yang mendesak di masa-masa yang menyerempet bahaya.
Eropa sedang panas, dibayang-bayangi perang raya yang bisa terjadi kapan saja.
Rusia pun diambang revolusi. Puncaknya nanti di bulan Oktober 1917.
Mongolia juga begitu. Bahkan sejak 1911, Mongolia telah melepaskan diri dari Dinasti Qing. Nanti sekali lagi revolusi di tahun 1921, dengan bantuan Tentara Merah mengusir Pengawal Putih dan mendirikan Republik Rakyat Mongolia.
Sebelas tahun lamanya, temuan Ballod dibiarkan begitu saja, sampai petualang Rusia Petr Kozlov berkunjung ke Ulaanbaatar dalam perjalanan menuju Tibet.
Di Ulaanbaatar, ia bertemu salah seorang anggota tim eksepedisi yang satu dekade sebelumnya dipimpin Ballod. Darinya, Kozlov mendengarkan kisah ekspedisi Ballod yang spektakular.
Kozlov mengubah rencana. Alih-alih ke Tibet, ia bergerak ke utara Ulaanbaatar, memimpin ekspedisi, melanjutkan pekerjaan pendahulunya, Ballod.
Bukit-bukit makam antik itu terletak di utara Ulaanbaatar, di Batsumber Sum di Provinsi Tov.
Ekskavasi baru dilakukan tahun 1924. Salah satu makam yang digali adalah makam Wuzhuliu, seorang penguasa Xiongnu atau Hun yang meninggal tahun 13 Masehi.
Sebagian dari benda-benda yang ditemukan di pemakaman Noyon Uul itu dibawa ke St. Petersburg dan dipamerkan di Museum Hermitage. Sebagian lainnya dipamerkan di Museum Nasional Mongolia di Ulaanbaatar.
Ketika mengunjungi Mongolia tahun 2019 lalu, saya tidak sempat mengunjungi museum itu.
Insya Allah, dalam kunjungan berikutnya.
Wuzhuliu hidup lima abad sebelum Atilla. Atau, 13 abad sebelum Jenghis Khan mempersatukan padang rumput Mongolia dan cucunya, Kublai Khan, mempersatukan negeri-negeri di Tiongkok.
Kisah ekspedisi Ballod dan Kozlov menjadi pembuka dalam buku “Barbarians at the Wall” yang diterbitkan John Mann tahun 2019. Buku ini saya beli saat transit di KLIA, Malaysia, dalam perjalanan dari Hyderabad, India menuju Jakarta.
Bersama buku lain, “Has China Won” yang ditulis Kishore Mahbubani.
Sebelumnya, saat transit di Changi, Singapura, dalam perjalanan ke Delhi, India, saya membeli buku “The Gate to China” yang membicarakan hubungan RRC dan Hong Kong.
Adapun di bandara Hyderabad, ketika menunggu pesawat ke Malaysia, saya membeli “Himalayan Challenge” yang berkisah tentang sengketa perbatasan India dan China di Himalaya dan “An Era of Darkness” yang ditulis Sashi Tharoor tentang kehidupan India di bawah pendudukan Inggris.