









Buka puasa hari ini tak biasa. Duta Besar Republik Islam Afghanistan, Yang Mulia Faizullah Zaki, memenuhi undangan kami.
Usai membatalkan puasa dan shalat maghrib berjamaah serta santap malam, Dubes Zaki berdialog dengan kawan-kawan RMOL.
Pertanyaan demi pertanyaan diajukan.
Dubes Zaki menjawab dengan kebijaksanaan. Kata-katanya mengalir lembut dan tajam.
Isu utama tentu saja tentang perkembangan terakhir di Afghanistan. Juga dinamika global yang sedikit banyak memberikan pengaruh pada situasi di negeri yang sering disebut sebagai kuburan para penguasa itu.
***
Setelah mendudukinya selama sepuluh tahun, Uni Soviet akhirnya meninggalkan Afghanistan di tahun 1989.
Iring-iringan terakhir Tentara Merah melintasi Jembatan Persahabatan di atas Sungai Amu Darya yang menghubungkan Afghanistan dengan Republik Sosialis Soviet Uzbekistan.
Glasnost dan perestroika yang diperkenalkan Presiden Mikhail Gorbachev untuk menyelamatkan Uni Soviet dari multikrisis nyatanya membuat negeri beruang merah itu semakin limbung. Keterbukaan dan restrukturisasi itu menjadi kunci pembuka kotak pandora.
Di bulan Agustus 1991, wakil presiden dan sejumlah menteri berusaha menggulingkan Mikhail Gorbachev yang juga Sekjen Partai Komunis Uni Soviet.
Kudeta itu gagal. Presiden Republik Sosialis Federasi Soviet Rusia, Boris Yeltsin, keluar sebagai penyelamat.
Tapi bola salju sudah terlanjur menggelinding. Dengan kecepatan tinggi. Di akhir 1991 Uni Soviet bubar setelah belasan subjek federalnya, seperti domino yang runtuh, memisahkan diri dan menjadi negara merdeka berdaulat.
Sebagian besar bekas subjek federal Uni Soviet memilih bertahan di dalam negara baru, Federasi Rusia, yang juga mengambil alih posisi Uni Soviet di PBB.
Setelah ditinggalkan Uni Soviet, Afghanistan juga berubah. Tujuh kelompok Mujahiddin yang bersatu dalam perang mengusir Uni Soviet di periode 1979-1989 mulai saling seruduk. Puncak kekacauan di era pasca-Soviet itu adalah tampilnya Taliban sebagai pemenang perang saudara yang berlangsung dari 1994 sampai 1996.
Kekuasaan Taliban tak berlangsung lama. Lima tahun kemudian, November 2001, Aliansi Utara yang dipimpin Jenderal Abdul Rashid Dostum dan didukung Amerika Serikat memukul balik Taliban.
Sejak 2001 itu Afghanistan menikmati dukungan yang tak sedikit, bahkan banyak sekali, dari Amerika Serikat dan sekutunya.
Tapi semuanya berantakan di pertengahan Agustus 2021. Amerika Serikat memilih angkat kaki. Bagaimanapun juga, 20 tahun adalah waktu yang lama untuk membantu Afghanistan. Mahal dan berdarah-darah.
Taliban kembali menguasai Afghanistan. Dengan mudah. Tanpa perlawanan yang berarti.
***
“What went wrong?” tanya saya.
Dubes Zaki menjelaskan, intinya: super centralized government yang tak memungkinkan checks and balances, dan melahirkan budaya korupsi yang rampant dan blatant.
Setelah itu, kehancuran tinggal masalah waktu.
Penjelasannya daging semua.