




Disebutkan dalam banyak catatan, Obelisk of Theodisius di Hippodrome of Constantinople didirikan Firaun Thutmose III di Kuil Karnak di Luxor, Mesir, di tepi Sungai Nil, untuk mengenang keberhasilannya menaklukkan Suriah. Itu sekitar abad ke-15 Sebelum Masehi.
Lalu di abad ke-4 Masehi, tepatnya di tahun 357, obelisk ini bersama satu obelisk lainnya dipindahkan Konstantinus II ke Alexandria di muara pertemuan Sungai Nil dan Laut Mediterania. Kali ini untuk mengenang dua dekade kekuasaan Konstantinus II.
Tidak lama di kota itu, di tahun 390 Masehi Theodisius I memindahkannya ke Konstantinopel, dan mendirikannya di tengah Hippodrome, teater terbuka besar di pusat kota, tidak jauh dari Gereja Ortodoks Hagia Sophia.
Di saat yang sama satu obelisk lain yang dibawa dari Luxor dipindahkan ke Roma, didirikan di tengah Circus Maximus dan diberi nama Obelisco Flaminio atau Lateran Obelisk.
Tahun 1453 Sultan Muhammad II al Fatih menaklukkan Konstantinopel. Ia mengubah nama kota itu menjadi Istanbul, dan mengubah fungsi Gereja Ortodoks Hagia Sophia menjadi masjid.
Adapun Hippodrome tak lagi dipergunakan. Satu per satu temboknya hilang sampai akhirnya rata dengan tanah. Hanya bentuknya yang memanjang yang masih bertahan hingga kini, beserta Obeliks Theodisius dan sebuah bangunan berbentuk obeliks lainnya yang menurut catatan didirikan kembali oleh Konstantinus VII di abad ke-10 Masehi.
Kelak nama Hippodrome berubah menjadi Sultanahmet Meydani atau Lapangan Sultan Ahmet bersamaan dengan pembangunan Sultanahmet Camii, dari tahun 1609 sampai 1616, di era Sultan Ahmet I. Lokasi masjid persis di sisi timur Hippodrome.
Masjid itu lebih dikenal dengan nama Masjid Biru. Ketika saya mengunjungi Istanbul pertengahan November lalu, Masjid Biru yang hanya berjarak 450 meter dari saudara tuanya, Masjid Aya Sofia, sedang direnovasi.