Tentang Galata Tower

Di era Bizantium, Kaisar Justinian Agung yang berkuasa dari 527 sampai 565 mendirikan sebuah menara di tempat yang kelak dikenal sebagai Galata.

Di tahun 1204 menara itu dihancurkan Pasukan Salib yang sedang dalam perjalanan menuju Jerusalem. Peristiwa penjarahan Konstantinopel pada periode Perang Salib Keempat ini dianggap sebagai salah satu faktor yang melemahkan kekuatan Kristen di timur.

Setengah abad kemudian, di tahun 1267 Republik Genoa mendirikan koloni di seberang Tanduk Emas di luar tembok Konstantinopel. Setelah membangun tembok yang mengelilingi koloni, pada tahun 1348 penguasa Galata membangun Christea Turris atau Menara Kristus di sisi utara. Menara bergaya Romawi setinggi 67 meter ini yang sekarang populer dengan nama Menara Galata.

Galata berada di sebelah utara jalur air Golden Horn atau Tanduk Emas yang memisahkannya dengan Konstantinopel.

Ada sejumlah teori mengenai asal kata Galata.

Menurut Wikipedia.com, orang Yunani percaya bahwa nama tersebut berasal dari Galatai yang berarti berarti “bangsa Gaul” yang berkemah di sini selama periode Helenistik sebelum menetap di Anatolia tengah.

Bisa juga nama berasal dari kata galatas yang berarti “pembuat susu”. Konon, pada periode Abad Pertengahan Awal (Bizantium) area tersebut digunakan para penggembala untuk merumput.

Teori lain mengatakan nama ini berasal dari kata dalam bahasa Italia, calata, yang merujuk pada bagian dermaga tempat kapal-kapal dagang ditambatkan.

Sementara itu TheByzantineLegacy.com menulis nama Galata pertama kali muncul dalam catatan yang mengisahkan upaya bangsa Arab Muslim mengepung Konstantinopel pada tahun 717-718.

Untuk mencegah kapal-kapal bangsa Arab memasuki Tanduk Emas, penguasa Konstantinopel memasang pertahanan berupa rantai raksasa yang melintasi Golden Horn pada pertemuannya dengan Selat Bosphorus yang memisahkan Eropa dan Asia dan menyambungkan Laut Hitam di utara dan Laut Marmara di selatan.

Cara kerja rantai ini sangat sederhana. Bila kapal-kapal Konstantinopel ingin keluar dan masuk, rantai raksasa diturunkan sehingga kapal-kapal itu bisa melintas. Setelah itu rantai raksasa akan ditarik lagi untuk memagari Golden Horn dari serangan lawan. Teknik pertahanan ini terbukti ampuh mencegah infiltrasi lawan untuk waktu yang cukup lama.

Di tahun 1453 Sultan Muhammad al Fatih punya cara sendiri untuk mengakali pertahanan rantai raksasa Tanduk Emas ini. Sultan memerintahkan pembangunan sodetan yang menembus hutan di luar sisi utara tembok Galata. Sekarang hutan itu sudah berubah menjadi kawasan Taksim.

Masih menurut catatan yang dikutip dari Wikipedia, dulu Galata juga disebut Pera diambil dari istilah Peran en Sykais atau Ladang Ara di Sisi Lain. Maksudnya, adalah wilayah di sisi lain Golden Horn. Di masa Kaisar Justinian Agung koloni ini dinamakan Kota Justinian atau Justianianopolis.

Basil I (867-886) membangun sebuah istana di Pegai di sebelah barat Sykai, yang kemudian dihancurkan oleh Bulgar pada Pertempuran Pegai pada tahun 921 pada masa pemerintahan Romanos I Lekapenos.

Pada tahun 1077 sebagian besar daerah pinggiran kota dihancurkan selama pemberontakan Nicephorus Bryennius.

Galata menjadi koloni Republik Genoa sejak 1273. Selain orang-orang Genoa, Galata juga didiami orang Venesia, Yunani, Armenia, dan Yahudi, yang semuanya dilarang memasuki tembok Konstantinopel.


Ketika Sultan Muhammad Fatih mengepung Konstantinopel pada 1453, penguasa Galata yang menganut Katolik memilih untuk bersikap netral, tidak mendukung Konstantinus XI yang menganut Kristen Ortodoks juga tidak berpihak pada Muhammad al Fatih.

Bola-bola meriam yang ditembakkan pasukan Usmaniah ke tembok raksasa Konstantinopel di seberang Golden Horn melintasi langit Galata.

Setelah Konstantinopel dikuasai Usmaniah, Galata pun memilih mengakui kekuasaan Usmaniah di seluruh Tanduk Emas.

Dua abad setelah Konstantinopel ditaklukkan Usmaniah, ilmuwan Ahmed Celebi melakukan terbang layang lintas benua pertama dalam sejarah manusia dari Menara Galata di sisi Eropa ke Dogancilar, Uskudar di sisi Asia.

Aksi Ahmed Celebi ini disaksikan Sultan Murad IV dari halaman Istana di Tanjung Sarayburnu. Ahmed Celebi mendapatkan julukan Hezarfen yang berarti “seribu ilmu”.

Leave a comment