
Dari pertemuan Roh Moo Hyun dan Kim Jong Il, tercetus sebuah “Deklarasi untuk Pembangunan Hubungan Utara-Selatan, Perdamaian dan Kemakmuran”. Deklarasi ini merupakan acuan tujuan dan tugas masing-masing dalam rangka menegakkan dan menerapkan secara positif semangat Deklarasi Bersama 15 Juni. Tujuannya, agar hubungan antar Korea mencapai tingkat yang lebih tinggi, yaitu perdamaian dan kemakmuran bersama.
“Merujuk pada deklarasi itu kita bisa melihat bahwa prospek penyatuan kedua Korea masih ada,” ujar Sekjen Persahabatan Indonesia-Korea Utara, Teguh Santosa kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (3/10).
Adapun dalam butir pertama Deklarasi untuk Pembangunan Hubungan Utara-Selatan, Perdamaian dan Kemakmuran disebutkan bahwa Korut dan Korel sepakat untuk menyelesaikan reunifikasi secara independen, tanpa campur tangan pihak lain. Semangat yang penyatuan ini adalah “demi bangsa kita sendiri”.
Namun demikian, belakangan ini peran Amerika Serikat di Korea Selatan terlalu besar. Keduanya bahkan sering melakukan serangan gabungan yang berpotensi menganggu wilayah Korea Utara.
Ketegangan memuncak saat ujicoba rudal yang dilakukan Korea Utara sebagai respon atas latihan gabungan itu menuai kecaman dari AS beberapa pekan terakhir. Presiden AS Donald Trump bahkan menyebut akan menghancurkan Korea Utara.
Dengan kata lain, kehadiran AS justru memperparah ketegangan yang terjadi di Semenanjung Korea. Padahal di satu sisi, dua Korea telah bersepakat untuk berdamai dan bertekad untuk melakukan reunifikasi.
“Penyatuan kedua Korea adalah tugas sejarah mereka, dan sudah pernah disepakati melalui pertemuan pemimpin kedua Korea. Semestinya negara-negara lain di dunia memberikan dukungan terhadap keinginan untuk bersatu secara damai itu,” pungkas Teguh Santosa.