Sanksi PBB untuk Korut dan Peluang Kembali ke Abad Kegelapan

083009fc-6e57-4a6f-9674-b93a678a122f

Sanksi apapun yang diberikan Dewan Keamanan PBB kepada Korea Utara tidak akan pernah berhasil menekan negeri Kom Jong Un itu. Faktanya, Korea Utara berhasil menjadi salah satu negara nuklir (nuclear power) walaupun dijatuhkan sanksi dan diasingkan dari pergaulan internasional lebih dari setengah abad lamanya.

Demikian antara lain disampaikan Dutabesar Republik Rakyat Demokratik Korea An Kwang Il dalam jumpa pers di Kedutaan Korut, Jalan Teluk Betung, Jakarta, Kamis pagi (20/4).

“Kami mengecam keras dan menolak apa yang disebut sebagai resolusi PBB. Resolusi itu bertujuan untuk menghancurkan kedaulatan RRDK,” ujarnya.

Dubes An mengatakan, uji coba nuklir dan peluncuran satelit yang dilakukan negaranya merupakan bagian dari hak mereka untuk membela diri. Bahkan sesungguhnya, itu mereka lakukan sebagai respon atas ancaman dan tekanan dari pihak Amerika Serikat dan sekutunya. Korea Utara merasa perlu untuk menguji coba sistem persenjataan mereka untuk membangun kekuatan dalam mengantisipasi serangan dari pihak AS yang mungkin terjadi kapan saja.

“Sistem pertahanan diri kami ditujukan untuk membela harga diri bangsa dan hak kami untuk mempertahankan eksistensi di tengah peningkatan ancaman dari AS,” masih ujar Dubes An yang dalam jumpa pers didampingi Sekjen Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea Utara, Teguh Santosa.

“Itu adalah hak legitimasi yang dimiliki oleh negara berdaulat dan tidak pernah dilarang oleh hukum internasional apapun,” sambungnya.

Hak itu, masih kata Dubes An, dicantumkan dalam Artikel ke 51 Piagam PBB dan Artikel ke 12 Deklarasi Hak dan Tugas Negara.

Tetapi, hak dasar yang dimiliki oleh Korea Utara diabaikan oleh Amerika Serikat yang mempabrikasi sanksi melalui Resolusi 2270 Dewan Keamanan PBB bulan Juni 2016 dan Resolusi 2321 bulan November 2016.

Tekanan AS kepada Korea Utara adalah tindakan barbar yang bisa mengancam peradaban modern serta mengembalikan dunia ke Zaman Kegelapan.

Dia mengutip Perjanjian London mengenai Definisi Agresi (London Treaty on Definition of Aggression) dan Resolusi ke-39 Majelis Umum PBB mengenai Definisi Agresi yang mengatakan bahwa sanksi dan blokade terhadap suatu negara di masa damai merupakan aksi agresif dan tidak adil.

Bulan Juni tahun lalu, tak lama setelah Dewan Keamanan PBB menjatuhkan sanksi melalui Resolusi 2270, pihak Korea Utara mengirimkan surat kepada Sekjen PBB dan meminta penjelasan mengenai dasar hukum yang digunakan Dewan Keamanan PBB dalam menjatuhkan sanksi. Namun surat itu tidak pernah dibalas.

Lalu, surat kembali dikirimkan pada Desember 2016 setelah Dewan Keamanan PBB menjatuhkan sanksi melalui resolusi 2321. Kali ini sekretariat PBB merespon dengan mengutip Artikel ke-39 Piagam PBB yang tidak ada kaitannya dengan pertanyaan yang diajukan Korea Utara.

Artikel itu, kata Dubes An yang bertugas di Jakarta sejak akhir 2015, bisa diaplikasikan hanya pada kasus agresi dan penggunaan kekuatan militer melawan negara lain. Sementara uji coba nuklir dan peluncuran satelit yang dilakukan Korea Utara adalah bagian dari melaksanakan hak melindungi diri dari serangan pihak lain.

Bila uji coba senjata, termasuk nuklir, dan peluncuran satelit dianggap sebagai ancaman terhadap perdamaian dan keamanan dunia, di bawah Artikel 39 Piagam PBB, maka Dewan Keamanan PBB juga harus mengadopsi resolusi sanksi untuk negara-negara pemilik nuklir lainnya yang telah melaksanakan uji coba nuklir lebih dari 2.000 kali, serta meluncurkan satelit dan roket balistik yang tidak terhitung jumlahnya.

“Sekarang, karena tidak ada mekanisme legal atau institusional yang bisa diterapkan di Semenanjung Korea untuk mencegah perang dan konflik bersenjata, maka resolusi sanksi Dewan Keamanan PBB dapat dipandang sebagai deklarasi perang, dan satu-satunya hal yang tinggal adalah menunggu letupan peperangan yang tidak seorangpun tahun kapan akan terjadi,” urainya.

Bila perang di Semenanjung Korea terjadi, tidak ada yang lebih pantas dimintai pertanggungjawaban kecuali AS dan sekutunya, karena merekalah yang menyusun draf sanksi untuk Korea Utara.

Published by

TeguhTimur

Born in Medan, lives in Jakarta, loves Indonesia.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s