Melaka Kota Warisan Dunia, Bagaimana dengan Jakarta

20160719_193854 copy

MELAKA merupakan salah satu kota bersejarah di kawasan Asia Tenggara. Di masa lalu, ia adalah titik yang menghubungkan kawasan ini dengan dunia luar, Asia Selatan, Timur Tengah, Afrika dan Eropa lewat jalur pelayaran. Karena posisi strategisnya ini pula Melaka diincar bangsa-bangsa Eropa dan akhirnya jatuh ke tangan Portugis pada 1511.

Setahun setelah itu, Portugis menguasai jalur perdagangan rempah-rempah dari Maluku, dan untuk selanjutnya sepanjang abad ke-16, Portugis menguasai negeri-negeri di Kepulauan Nusantara.

Kini, Melaka menjadi salah satu kota di kawasan Asia Tenggara yang paling ramai dikunjungi wisatawan mancanegara. Tahun 2015 lalu diperkirakan tak kurang dari 12 juta wisman mengunjungi Melaka. Angka ini hampir setengah dari wisman yang berkunjung ke Malaysia.

Hari Selasa lalu (19 Juli) saya mengunjungi Negara Bagian Melaka, Malaysia, untuk mengetahui dan mempelajari keberhasilan sektor wisata kota yang telah ditetapkan Unesco sebagai Kota Peninggalan Dunia pada 2008 itu.

Sebetulnya ini bukan kunjungan yang direncanakan.

Tadinya saya ke Malaysia hanya untuk bertemu dengan pihak Yayasan Kepimpinan Perdana, kantor mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad di Putrajaya, terkait dengan rencana Mahathir Mohamad berbicara di Dies Natalis Universitas Bung Karno. Pertemuan yang awalnya dijadwalkan hari Selasa digeser ke hari Rabu.

Untuk mengisi kekosongan kegiatan di hari Selasa, saya pun ke Melaka bersama seorang teman, Ketua Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa) Putut Prabantoro.

Salah satu kunci keberhasilan Melaka membangun sektor pariwisata adalah keterlibatan publik yang cukup aktif. Pemerintah Melaka memberikan insentif khusus kepada masyarakat Melaka yang tinggal di situs sejarah di kota itu, misalnya Kampung Morten dan Kampung Jawa yang dilalui aliran Sungai Melaka, juga kawasan Pecinan. Di tempat-tempat itu pemerintah bekerjasama dengan masyarakat sejak dari proses perencanaan yang sifatnya bottom up, tidak top down. Pemerintah memandang masyarakat sebagai subjek aktif, bukan objek yang tidak penting.

Masyarakat di bantaran Sungai Melaka tidak dimusuhi pemerintah, dan pemukiman warga ditata dengan baik. Selain itu ada zonasi yang diatur sedemikan rupa sehingga tidak tumpang tindih. Situs sejarah dipertahankan, sementara berbagai fasilitas umum dibangun dan dirawat secara maksimal. Karena masyarakat dilibatkan sejak awal, dan tidak dimusuhi, pekerjaan pemerintah menjadikan Melaka sebagai salah satu tujuan wisata dunia puj jadi lebih mudah.

Di Kampung Morten, misalnya, masyarakat diberi insentif khusus untuk mempertahankan bentuk rumah tradisional yang mereka miliki. Perlahan rumah-rumah warga ditata sehingga menghadap ke Sungai Melaka, dan dibuatkan pedestarian publik.

Saya kira tidak berlebihan bila kita menyimpulkan bahwa kekuatan sektor pariwisata Melaka adalah narasi sejarah yang menempatkan Melaka sebagai salah satu titik strategis pelayaran dunia di masa lalu, dan landskap Melaka sebagai kota pesisir yang pluralis, serta kerjasama yang solid antara pemerintah dan masyarakat.

Bila kita bandingkan dengan Jakarta, sebenarnya Jakarta juga memiliki dua kekuatan utama, yakni narasi sejarah dan landskap pesisir yang pluralis. Tetapi, Pemprov DKI Jakarta gagal menjadi dirigen orkestra pembangunan di Jakarta, khususnya sektor pariwisata.

Belum lagi dalam reklamasi dan revitalisasi kawasan pesisir Pemprov DKI melanggar peraturan perundangan yang ada, serta cenderung berpihak kepada pengembang dan mengabaikan aspirasi masyarakat. Ini dibuktikan oleh keputusan Pemerintah Pusat melalui Menko Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli yang membatalkan pembangunan salah satu pulau buatan.

Keinginan membangun Jakarta sebagai pusat pariwisata dunia bukan hal baru, juga ada banyak disain untuk mengangkat citra Jakarta sebagai kota modern berbasis budaya. Tetapi menurut saya, sebaik apapun gagasan itu, kalau pemerintah tidak melibatkan, tidak mengedukasi serta tidak menyentuh hati masyarakat, semua itu akan sia-sia. Apalagi pada kenyataannya Pemprov DKI melanggar peraturan dan tampak seperti kaki tangan pengembang.

Published by

TeguhTimur

Born in Medan, lives in Jakarta, loves Indonesia.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s