Saya rasa untuk waktu yang cukup lama, inilah kali pertama Kedutaan Besar Republik Demokratik Rakyat Korea atau Korea Utara di Jakarta, Indonesia, secara resmi berkenan membuka pintu dan menerima jurnalis Indonesia.
Kamis siang, Dubes Korut Ri Jong Ryul menerima lima jurnalis Indonesia. Selain kelima jurnalis, pertemuan itu juga dihadiri Ketua Komite Reunifikasi Damai Korea, Peter Woods, dari Australia yang kebetulan sedang berada di Jakarta.
Pada bagian awal, Dubes Ri menjelaskan komitmen kuat yang dimiliki negaranya dalam melindungi hak asasi manusia (HAM) setiap warganegara Korea Utara maupun orang asing yang berada di negara mereka. Pria kelahiran Pyongyang, 9 Juni 1955 itu mengatakan, pihaknya merasa perlu kembali menjelaskan proses perlindungan HAM di Korea Utara itu karena belakangan ini pihak yang disebutnya sebagai lawan Korea Utara menyerang Korea Utara dengan isu HAM.
Dubes Ri juga menyerahkan kopi Laporan Asosiasi Studi HAM Korea Utara yang dirilis pertama kali pada tanggal 13 September lalu. Ia meminta kelima jurnalis yang mewawancarainya untuk mempelajari laporan itu.
Dubes Ri juga mengatakan bahwa Korea Utara tidak memiliki kamp kerja paksa dan penjara politik seperti yang dituduhkan lawan-lawan Korea Utara. Tentu saja seperti halnya di negara-negara lain, Korea Utara memiliki penjara yang digunakan untuk menghukum siapapun yang terlibat dan melakukan kejahatan. Proses pengadilan kasus kriminal pun, sebutnya, sama dengan yang ada di negara-negara yang taat hukum lainnya.
Setiap terdakwa memiliki hak untuk membela diri dan membuktikan diri tidak bersalah. Tetapi bila terbukti bersalah ia akan diberikan hukuman yang setimpal dengan kesalahan atau kejahatan yang dilakukannya.
Selain hukuman kurung badan selama masa tertentu, Korea Utara juga memberikan hukuman kerja dan belajar untuk setiap narapidana. Kerja yang dimaksud diberikan agar setiap narapidana lebuh merenungkan dan memahami dampak buruk kejahatan yang dilakukannya. Sementara pendidikan dilakukan untuk mempersiapkan seorang narapidana kembali ke tengah masyarakat.
Bagaimana mungkin, ujar Dubes Ri, hanya karena memiliki penjara negaranya disebut melanggar HAM. Bukankah, di semua negara ada penjara. Bukankah jumlah penjara di Amerika Serikat jauh lebih banyak dari yang ada di Korea Utara.
Laporan mengenai perlindungan HAM Korea Utara itu juga didistribusikan kembali untuk menjawab tuduhan yang disampaikan Shin Dong-hyuk yang mengaku pernah menjadi penghuni Kamp 14. Dong-hyuk baru-baru ini kembali memberikan keterangan di Markas PBB di New York tentang pengalaman pahitnya.
Menurut Dubes Ri, pengakuan Dong-hyuk tidak bisa diandalkan dan penuh dengan kebohongan. Pihaknya memiliki bukti-bukti mengenai kebohongan Dong-hyuk itu. Dia juga mengatakan, Dong-hyuk tidak menceritakan dengan sebenarnya mengapa ia masuk penjara. Informasi dari Kementerian Kehakiman Korea Utara mengatakan, Dong-hyuk dipenjara karena melakukan kejahatan asusila.
Selain isu HAM, sudah barang tentu pertemuan itu juga membicarakan kondisi kesehatan Marshal Kim Jong Un yang dikabarkan oleh media Barat terus memburuk. Bahkan ada informasi yang mengatakan, akibat kesehatan Kim Jong Un terus memburuk, terjadi kudeta di dalam negeri.
Dubes Ri memastikan bahwa Kim Jong Un dalam keadaan sehat walafiat.
Dubes Ri juga membahas prospek reunifikasi kedua Korea. Hal lain yang juga dibahas berkaitan dengan hubungan Indonesia dan Korea Utara di masa pemerintahan Joko Widodo.
Penjelasan-penjelasan Dubes Ri dalam wawancara yang tidak biasa itu cukup menarik. Namun untuk keperluan posting ini, ada baiknya kita melihat rekaman foto-foto dari pertemuan itu.