Tidak mungkin kursi Sekjen PBB secara berturut-turut diduduki tokoh dari Asia. Rotasi berdasarkan benua ini sudah menjadi konvensi internasional yang dipraktikkan sejak lama.
Dengan demikian, bisa dipastikan Presiden SBY tidak mungkin menjadi Sekjen PBB menggantikan Ban Ki-moon dari Korea Selatan yang akan selesai menjalankan tugasnya pada 2015.
Demikian pandangan pendiri Global Nexus Institute, Christianto Wibisono, mengomentari pendapat yang mengatakan SBY memiliki peluang besar menjadi pengganti Ban Ki-moon.
Pendapat itu antara lain disampaikan Sekjen Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea Utara, Teguh Santosa, yang mengapresiasi perhatian positif SBY pada persoalan Korea dengan mengirimkan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa ke Pyongyang baru-baru ini.
Sengketa Korea disebutkan membutuhkan sentuhan baru dari pihak-pihak yang netral dan dianggap memiliki integritas di dunia internasional. Kemampuan menangani sengketa Korea dipercaya akan menjadi prestasi besar yang mungkin sekali memperkuat daya tawar Indonesia untuk meraih posisi terhormat di lembaga internasional, termasuk PBB.
Christianto Wibisono dan Teguh Santosa berdialog di laman Facebook kemarin (Minggu, 27/10) khusus membahas kemungkinan tersebut.
Dalam penjelasannya Christianto Wibisono mengatakan, persoalan rotasi berdasarkan benua tidak dapat diganggu gugat dan diterapkan pada sejumlah organisasi internasional lain, seperti World Trade Organization (WTO).
Konvensi ini juga yang mengganjal langkah Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu dalam pemilihanDirektur Jenderal WTO baru-baru ini.
“Saya bicara langsung dengan Bu MEP (Mari Elka Pangestu) waktu beliau nekat. Saya bilang, kasihan Ibu. Nanti malu kalah kalah,” tulis Christianto Wibisono lagi.
Dia mengatakan dirinya agak emosional untuk masalah ini karena kita sering “semau gue” di medan intenasional dan memaksakan kehendak padahal hukum internasional tidak bisa dilawan dengan sekadar “jago kandang”.
“Jatah regional tidak bisa dilawan,” katanya lagi menegaskan.
Adapun Teguh Santosa dalam penjelasan balasannya, membenarkan bahwa syarat untuk bisa sekadar menantang konvensi internasional ini amat berat.
Namun, katanya lagi, kalau Indonesia dan SBY memang bisa menangani konflik Korea, itu berarti tidak semau gue dan tidak jago kandang.
Dengan demikian, “apa salahnya menantang konvensi yang sama sekali bukan kitab suci.”
Terlepas dari perbedaan pandangan di atas, baik Christianto Wibisono maupun Teguh Santosa sepakat bahwa Indonesia berpotensi menjadi negara yang memiliki peran kunci dan signifikan di dunia internasional, termasuk untuk isu sengketa di Semenanjung Korea.