Hari masih pagi, baru beberapa menit melewati pukul 10.00 WIB.
LP Kelas I Tangerang, Banten, telah dipenuhi para pengunjung yang ingin memanfaatkan hari kedua Lebaran Idul Fitri 1433 H itu untuk bersilaturahmi dengan anggota keluarga mereka yang mendekam di penjara.
Pagi itu, mantan Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) Antasari Azhar menerima kunjungan seorang tokoh nasional. Sang tokoh ingin mendengarkan langsung testimoni menghebohkan yang disampaikan Antasari beberapa hari sebelumnya.
Sedemikian heboh, sampai-sampai Presiden SBY menyempatkan diri untuk menggelar jumpa pers khusus untuk menjawab testimoni itu.
Sempat diberitakan oleh media bahwa Antasari mengaku menghadiri rapat tanggal 9 Oktober 2008 yang dipimpin Presiden SBY. Dalam rapat itu, menurut berita yang berkembang tadi, Antasari mengatakan salah satu materi yang dibahas adalah rencana mem-bailout Bank Century.
Pemberitaan inilah yang dibantah SBY dengan memperlihatkan sebuah dokumen yang disebutnya sebagai notulensi rapat dimaksud. Di dalam notulensi itu, kata SBY yang berbicara sehari sebelum pidato resmi di Parlemen, sama sekali tidak ada cerita tentang rencana bailout Bank Century.
SBY sempat bersumpah atas nama Tuhan untuk mendukung jawabannya itu.
Belakangan, melalui kuasa hukumnya, Maqdir Ismail, Antasari meluruskan pemberitaan tersebut. Menurut Antasari, dalam rapat tanggal 9 Oktober 2008 itu persoalan Bank Century memang tidak dibahas.
Adapun persoalan danatalangan Bank Century baru diketahui Antasari sekitar bulan April 2009.
Kepada sang tokoh nasional yang menemuinya pagi itu, Antasari pun kembali mengatakan bahwa rapat tanggal 9 Oktober 2008 silam membahas krisis ekonomi di Eropa dan Amerika yang mungkin dapat merembet ke Indonesia bila tidak segera diantisipasi dengan berbagai terobosan.
Karena terobosan dapat berarti menabrak aturan maka para pemangku kebijakan hukum termasuk Ketua KPK diundang dalam rapat tersebut.
Antasari masih ingat, bahwa dalam rapat itu dirinya diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat. Kepada Presiden dan seluruh peserta rapat yang hadir, Antasari kira-kira mengatakan bahwa dalam praktik hukum aturan dapat dilanggar bila berhadapan dengan kepentingan yang lebih besar, dalam hal ini kepentingan bangsa dan negara.
Saat menutup rapat SBY antara lain meminta agar pendapat Antasari tersebut dipertimbangkan dalam upaya mengambil terobosan hukum yang mungkin perlu dilakukan demi menyelamatkan perekonomian negara.
Itu episode pertama dari kerangka testimoni Antasari. Episode kedua terjadi sekitar sepekan kemudian di Kantor KPK.
Tidak dijelaskan tanggal berapa persisnya, tetapi sekitar sepekan setelah rapat tersebut, Gubernur Bank Indonesia Boediono berkunjung ke gedung KPK. Kepada Antasari, Boediono menyampaikan rencana BI menyuntik De Indonesische Overzeese Bank N.V alias Bank Indover milik BI yang ada di negeri Belanda. Alasan Boediono, kalau tidak diselamatkan, Bank Indover dapat menjadi pintu masuk krisis ekonomi global ke Indonesia. Nilai dana yang perlu disuntikkan ke bank itu sekitar Rp 7 triliun.
Antasari menolak rencana itu, karena menurutnya Bank Indover memang sejak lama bermasalah. Antasari menyamakan Bank Indover dengan ember bocor. Berapapun air yang dituangkan ke dalamnya akan habis begitu saja. Maka Antasari mengatakan lagi, KPK akan bertindak dan mengusut bailout untuk Bank Indover karena akan berdampak seperti BLBI di masa krisis 1998 lalu.
Pertemuan itu berakhir. Boediono meninggalkan gedung KPK dengan tangan hampa.
Pengadilan Belanda membekukan kegiatan operasional Bank Indover pada tanggal 7 Oktober 2008. Deputi Gubernur Senior BI, Miranda S. Goeltom, ketika itu menjelaskan bahwa Bank Indover dibekukan karena mengalami kesulitan likuiditas akibat penurunan money market line secara drastis sebagai dampak dari gejolak pasar keuangan global yang juga melanda kawasan Eropa.
Episode ketiga dalam testimoni Antasari terjadi pada bulan April 2009. Menurut Antasari di bulan April itulah untuk pertama kali ia mendengarkan kisah tentang bailout Bank Century.
Pengucuran danatalangan dilakukan dalam rapat Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) yang digelar pada dinihari 21 November 2008. Dalam rapat itu, KSSK yang diketuai Menteri Keuangan Sri Mulyani menyetujui usul Gubernur BI Boediono untuk meng-upgrade status Bank Century dari “bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik” menjadi “bank gagal yang berdampak sistemik”.
KSSK juga menyetujui usul pemberian dana segar sebesar Rp 632 miliar untuk mendongkrak rasio kecukupan modal bank itu menjadi positif 8 persen.
Danatalangan inilah yang kemudian, hingga bulan Juli 2009 membengkak hingga Rp 6,7 triuliun.
Ketika mendengar kasus itu pertama kali di bulan April 2009, di antara hal-hal pertama yang melintas di benak Antasari adalah pertanyaan: mengapa ketika hendak mem-bailout Bank Indover, Boediono meminta pendapat KPK, namun ketika mem-bailout Bank Century, Boediono sama sekali tidak meminta pendapat KPK.
Karena penasaran dengan persoalan ini, menurut Antasari, dirinya menghubungi BI. Namun Boediono sedang tidak berada di Jakarta. Antasari sempat menitipkan pertanyaan kepada Deputi Gubernur BI, Siti Fadjirjah, agar setelah kembali ke Jakarta Boediono menghubungi dirinya untuk memberikan penjelasan mengenai danatalangan Bank Century.
Tetapi penjelasan dari Boediono itu tidak pernah didapatkan Antasari. Hingga kini.
Pada tanggal 4 Mei 2009, setelah diperiksa selama enam jam, sekitar pukul 16.40 WIB dirinya ditahan di Ruang Tahanan Direktorat Narkoba Mapolda Metro Jaya. Antasari ditangkap karena diduga menjadi otak pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran, Nasruddin Zulkarnaen.
Karena kasus itulah kini Antasari mendekam di LP Tangerang.
Antasari memiliki sejumlah alibi untuk mematahkan tuduhan itu. Namun hingga Peninjauan Kembali (PK) yang diajukannya ke Mahkamah Agung (MA) beberapa waktu lalu dirinya tetap dinyatakan bersalah.
Antasari menduga ada kekuatan politik besar yang menginginkan dirinya tetap berada di balik jeruji penjara. Dan bukan tidak mungkin itu berkaitan erat dengan fragmen di atas.
Wallahualam.