Sebelum menutup pembicaraan, Staf Khusus Presiden bidang Bencana Alam dan Bantuan Sosial, Andi Arief menitipkan satu pesan. Singkat saja.
“Judulnya yang soft. Gua takut panik,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka Online, Minggu siang (24/4).
Dapat dipahami Andi Arief khawatir bila informasi yang disampaikannya dapat membuat masyarakat panik. Dalam delapan bulan terakhir, kantor Andi Arief dibantu beberapa ahli gempa, tsunami dan geologi meneliti sejumlah bencana alam berskala besar yang terjadi sejak zaman purba hingga abad modern di kepulauan Nusantara yang kini menjadi Indonesia.
Penelitian itu menemukan model pengulangan bencana besar berkarakter katastropik yang dapat menghancurkan seluruh atau sebagian peradaban manusia. Artinya, sejumlah bencana alam yang terjadi di abad modern, yang diteliti kantor Andi Arief, memiliki jejak yang begitu jauh hingga ke puluhan ribu tahun lalu.
Dia mengingatkan penemuan penting di tahun 1814 yang dicatat atas nama Gubernur Jenderal Inggris Thomas Stamford Raffles. Penemuan Raffles itu memperlihatkan bukti bencana katastropik purba berupa letusan Gunung Merapi yang diperkirakan terjadi di tahun 1000an. Sebuah bangunan candi, yang kini dikenal sebagai Candi Borobudur, ditemukan terkubur di semak belukar.
Selain ledakan Merapi itu, para ahli juga mencatat sebuah ledakan yang sangat besar yang terjadi sekitar 75 ribu tahun di daerah yang kini dikenal sebagai Danau Toba.
Menurut Andi Arief, dari penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa kini patahan Sumatera terutama di kawasan Siberut secara scientific bisa diidentifikasi berpotensi mengalami megathrust hingga 8,9 SR. Penelitian ilmiah ini juga disandingkan dengan data tsunami di tempat yang sama sejak tahun 1797.
Andi Arief juga mengingatkan bahwa baru-baru tim peneliti dari Graduate Research on Earthquake and active tectonics (GREAT) ITB berhasil mengidentifikasi sesar Lembang melalui penggalian di Cisarua. Dari penelitian itu diperoleh informasi bahwa pada 1.400 dan 800 tahun lalu pernah terjadi gempa katastropik di Bandung dan Jawa Barat. Dari pengamatan yang dilakukan sejak 2006 itu diketahui bahwa kecepatan laju geser sesar Lembang sekitar 2 milimeter per tahun.
Tidak dapat dipastikan, namun berdasarkan hasil penelitian dan data historis yang ditemukan, dapat dikatakan potensi gempa pesar di kawasan itu ada dan tak terhindarkan.