PENAMPILAN Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri pekan lalu (Jumat, 24/9) tampak sedikit emosional. Ia mengajak seluruh lapisan masyarakat mendukung operasi menumpas terorisme yang dilakukan belakangan ini termasuk di Sumatera Utara.
Jenderal BHD menegaskan bahwa standard operational procedure penanganan kasus terorisme berbeda dengan penanganan kasus kriminal biasa. Dia meminta masyarakat mengerti dan menerima.
Untuk menggerebek sebuah tempat yang dipercaya sebagai sarang teroris, Jenderal BHD mencontohkan, polisi tidak mungkin menggunakan SOP biasa; terlebih dahulu mengunjungi rumah ketua RT/RW, memperlihatkan surat perintah penggerebekan, lalu bergerak ke sasaran. Bila itu yang dilakukan, rencana menggerebek kelompok teroris akan berakhir dengan sia-sia.
Jenderal BHD juga mengatakan bahwa kelompok teroris yang dipimpin oleh Mustapha alias Abu Tholut berniat untuk merebut kekuasaan negara dengan menggunakan mujahid-mujahid dari Afghanistan.
“Mereka melakukan gerilya kota seperti di Irak dan Afghanistan,” ujar BHD yang beberapa kali menyebutkan kata asykari untuk merujuk anggota kelompok teroris.
Selain Abu Tholut, Densus 88 juga all-out mengejar tiga pengikutnya yang terlibat dalam perampokan di Bank CIMB Niaga Medan beberapa waktu lalu. Ketiganya adalah Taufik Hidayat, Jefri alias Kamal, dan Alex Cecep Gunawan.
Tholut disebutkan sebagai alumni kamp Afghanistan yang menguasai ilmu gerilya dan penyerangan sporadis. Sedangkan tiga pengikutnya itu adalah pelapis pertama Tholut. Adalah Taufik yang memimpin perampokan CIMB Niaga Medan.
Anggota Brimob Manuel Simanjuntak, yang sedang berjaga di bank itu, tewas di tangan Taufik. Senjata laras panjang M-16 Manuel sampai sekarang masih dipegang Taufik. Untuk sementara polisi menduga Taufik sebagai alumni angkatan pertama kamp Abu Tholut di Aceh, tahun 2009, dan punya pengalaman tempur di Poso tahun 2001.
Adapun Jefri yang ikut dalam aksi di CIMB Niaga terlibat dalam pembuatan bom di Cimanggis tahun 2004 dan merupakan salah seorang murid Oman Abdurahman yang sudah tertangkap. Menurut Jenderal BHD, Taufik adalah ideolog dan fasilitator di kamp teroris di Aceh.
Terakhir, Alex Cecep Gunawan juga veteran Poso dan memiliki kemahiran dalam menggunakan senjata api. Ketika berbicara di depan wartawan di Ruang Rapat Utama (Rupatama) Mabes Polis di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan itu, Jenderal BHD mengaku pihaknya masih mencari foto Alex.
Juga disebutkan bahwa sebanyak sebelas teroris kini ditahan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. Mereka adalah, Jumirin alias Sobirin alias Abu Azam, Khairul Gazali alias Abu Yasin, Anton Sujarwo alias Supriyadi, Kasman Hadiyaono, Agus Sunyoto alias Gaplek, Bagas alias Deri, Nibras alias Arab alias Amir, Suraji alias Agus Iwan, Fero Risky Adrian alias Eki, Dicky Ilvan Alidin dan Jaja Miharja alias Syafrizal.
Sampai hari ini, operasi yang dilakukan Densus 88 Anti Teror di Medan masih jadi bahan pembicaraan. Sebagian publik masih meragukan niat di balik kegiatan itu.
Fundamentalisme dan radikalisme yang menghalalkan segara cara di Sumatera Utara?
Banyak yang meragukan hal ini. Sumatera Utara adalah salah satu melting point raksasa di Asia Tenggara. Bukalah buku-buku sejarah, maka kita akan mengetahui bahwa keberagaman masyarakat di kawasan yang kini dikenal sebagai Sumatera Utara itu sudah terjadi sejak beratus tahun yang lalu.
Jadi, sulit menerima pernyataan Kapolri bahwa apa yang disebut sebagai kelompok teroris Islam fundamentalis mau mengambil alih kekuasaan. Bagi orang-orang yang lahir dan dibesarkan di Sumatera Utara, pernyataan itu terlalu jauh, dan maaf, terlalu mengada-ada. Fundamentalisme dan radikalisme saja tidak diterima masyarakat Sumatera Utara, konon lagi ia bisa merebut kekuasaan negara yang sah.
Belum lagi, masyarakat juga sudah mulai mempertanyakan legalitas pasukan Densus 88 Anti Teror yang melakukan operasi di Sumatera Utara baru-baru ini. Mereka dianggap melakukan operasi yang tidak memiliki dasar hukum yang pasti (atau ini yang disebut Jenderal BHD sebagai bukan SOP biasa). Tim ini sudah direstrukturisasi awal September dan akan digantikan oleh Crisis response Team (CRT) yang personelnya saat ini disebutkan masih mengikuti pendidikan di Amerika Serikat.
Sebagian kalangan yang meragukan niat di balik operasi Densus 88 Anti Teror ini mulai mengaitkannya dengan pertarungan jenderal polisi menjelang pemilihan Kapolri baru dalam waktu dekat ini.
Ada yang menduga, bahwa “goro-goro” sengaja digelar di Sumatera Utara untuk mengganjal peluang Irjen Oegroseno, Kapolda Sumatera Utara. Bagi sementara kalangan pemerhati, jenderal bintang dua ini masih memiliki peluang untuk bertarung di lantai bursa. Ia dikenal sebagai jenderal yang relatif tidak neko-neko. Ia memiliki pengalaman, ketika itu di Sulawesi Tengah, dalam menghadapi konflik komunal.
Ia tegas memberikan sanksi kepada anggota polisi yang melanggar peraturan. Dan karena inilah, kemungkinan dirinya hadir di lantai bursa Kapolri baru membuat banyak yang ketar-ketir.
Peluang Oegroseno, konon kabarnya, akan terbuka lebar bila ia dalam waktu dekat menduduki jabatan jenderal bintang tiga dimana jabatan Kapolri hanya “selemparan batu” dari posisi itu. Sejauh ini, selain Oegroseno, ada tiga lagi jenderal polisi yang disebut-sebut punya peluang. Dua diantaranya adalah jenderal bintang tiga: Komjen Imam Sudjarwo dan Komjen Nanan Soekarna. Satu lagi adalah Irjen Timur Pradopo, Kapolda Metro Jaya.
Sementara pengamat dan pemerhati mengatakan, siapa di antara Oegroseno dan Timur Pradopo yang dipromosikan menggantikan Kepala Badan Pembinaan Keamanan (Babinkam) Komjen Imam Haryatna yang memasuki usia pensiun, ialah yang akan melaju ke kursi TB-1. Babinkam sendiri kini telah berubah nama menjadi Badan Pemelihara Keamanan atau disingkat Baharkam.
Terlepas bahwa ada motif lain di balik kejadian-kejadian di Sumatera Utara itu, pernyataan Kapolri Jenderal BHD pekan lalu mengingatkan, setidaknya penulis, pada cerita seperti itu yang beredar di bulan Juli 2002.
Seperti diberitakan CNN, adalah dinas intelijen Filipina yang mengatakan bahwa CEO Al Qaeda Osama bin Laden pernah berpikir untuk memindahkan markasnya dari Kandahar di Afghanistan ke Aceh di Indonesia.
Untuk keperluan itu, Osama pernah mengirim dua orang terdekatnya, Ayman Al Zawahiri dan Mohamed Atef pada bulan Juni 2001.
“Kunjungan tersebut merupakan bagian dari strategi yang lebih luas mengenai pengalihan markas operasi teroris Osama bin Laden dari Afghanistan ke Asia Tenggara,” demikian laporan intelijen Filipina yang dikutip CNN itu.
Dalam laporan itu juga disebutkan bahwa dalam kunjungan ke Aceh, Al Zawahiri dan Atef ditemani ditemani pria asal Kuwait Omar Al Faruq dan pria Indonesia Agus Dwikarna. Di masa itu, Omar Al Faruq disebutkan sebagai wakil senior Al Qaeda di Asia Tenggara yang berperan dalam kerusuhan Poso dan Ambon. Ia ditangkap agen Badan Intelijen Negara (BIN), Muhammad Haris yang selama itu dikenal sebagai deputi Abu Bakar Baasyir di Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI) di Masjid Agung di Bogor pada 5 Juni. Begitu ditangkap BIN, Al Faruq langsung diserahkan ke tangan Central Intelligent Agency (CIA) dan dibawa ke Guantanamo. Dari sana dia dikirim ke Bagram, Afghanistan. Bulan Juli 2005 Al Faruq melarikan diri dari Bagram. Dan bulan September 2006 ia disebutkan tewas ditembak pasukan Inggris di Basra, sebelah selatan Irak.
Adapun Agus Dwikarna sampai sekarang masih berada di dalam tahanan Filipina. Pada 13 Maret 2002 ia ditangkap bersama dua orang kawannya, Tamsil Linrung dan Abdul Jamal Balfas, di Bandara Internasional Ninoy Aquino. Mereka bertiga dituduh melanggar keimigrasian, memiliki bahan peledak, dan terlibat terorisme. Tamsil dan Balfas dibebaskan tak lama setelah itu. Sementara Agus Dwikarna divonis sepuluh tahun penjara. Upaya pemerintah Indonesia membebaskan Agus Dwikarna telah dilakukan beberapa kali.
Benarkah rangkaian cerita yang disampaikan intelijen Filipina itu? Tidak ada yang tahu pasti. Semuanya hanya sebatas laporan intelijen yang diberitakan.
Majalah TIME edisi September 2002 juga menurunkan cerita yang kurang lebih sama. Mereka mengutip sumber intelijen AS yang mengatakan bahwa Omar Al Faruq mengaku bahwa dirinya adalah petinggi Al Qaeda di Asia Tenggara. Menurut si sumber intelijen yang tidak disebutkan itu, Al Faruq juga bercerita tentang rencana Osama bin Laden memindahkan markasnya ke Aceh.
Cerita tentang pengakuan Al Faruq ini pun tidak pernah terkonfirmasi pihak Indonesia. Tim khusus dari Indonesia yang dikirimkan untuk menginterogasi Al Faruq tidak dapat bertemu langsung dengannya. Mereka hanya mengajukan pertanyaan tertulis, dan setelah itu menerima jawaban yang juga tertulis dari Al Faruq.
Bagaimana dengan Agus Dwikarna?
Ia membantah dan mengaku dirinya tidak pernah menginjakkan kaki di Aceh. Agus Dwikarna pernah dikabarkan akan bebas di tahun 2006 lalu. Tetapi pembebasan itu batal karena pejabat yang mengurus masalahnya disebutkan tersangkut kasus korupsi.
Ada pihak lain yang ikut mengomentari laporan media AS mengenai rencana Osama bin Laden pindah ke Aceh. Pihak lain itu adalah Acheh Sumatera National Liberation Front (ANLF) atau Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Sehari setelah laporan CNN, Jurubicara GAM Sofyan Dawod ketika itu mengatakan bahwa laporan intelijen tersebut tidak berdasar dan merupakan pekerjaan tiga serangkai, Indonesia. Filipina dan Amerika, untuk memojokkan GAM di dunia internasional.
“Intelijen kelihatannya sengaja mengarahkan orang untuk berfikir kunjungan ke Aceh itu secara otomatis diartikan sebagai membangun jaringan dengan GAM. Dan ini konyol, serta berbahaya,” tulis Sofyan Dawod dalam release yang ditandatanganinya 10 Juli 2002.
Tak lama, 18 Mei 2003, Presiden Megawati Soekarnoputri dan Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono ketika itu melancarkan operasi militer untuk melumpuhkan GAM. Setahun kemudian, status Darurat Militer diturunkan menjadi Darurat Sipil. Adalah Menko Polkam ad interim Ari Sabarno yang mengumumkan penurunan status itu usai rapat kabinet 13 Mei 2004. Adapun Susilo Bambang Yudhoyono yang setahun sebelumnya mengumumkan status Darurat Militer sudah meninggalkan kabinet karena ingin menantang Mega di arena pemilihan presiden.
Begitu seterusnya, sampai kita menyaksikan bagaimana Jenderal BHD pekan lalu dengan airmuka dan suara yang emosional meminta masyarakat mendukung tindakan yang dilakukan polisi untuk menggulung jaringan teroris di Sumatera Utara khususnya dan di seluruh Indonesia, umumnya.
One thought on “Apa yang Aneh, Osama bin Laden Pun Pernah Dikabarkan Mau ke Aceh”