Seperti yang telah dijadwalkan, hari ini (Selasa, 22/12) Wakil Presiden Boediono akan diperiksa oleh Pansus Centurygate berkaitan dengan skandal dana talangan Bank Century yang membengkak hingga Rp 6,7 triliun.
Boediono dinilai sebagai satu dari dua pejabat yang paling bertanggung jawab di balik keputusan Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) memberikan status bank gagal yang berdampak sistemik untuk Bank Century dalam rapat KSSK yang digelar di Departemen Keuangan dinihari 21 November 2008. Saat keputusan itu diambil, Boediono adalah Gubernur Gubernur Bank Indonesia dan anggota KSSK. Adapun Menteri Keuangan Sri Mulyani karena jabatannya atau ex officiomenjabat sebagai Ketua KSSK.
Dari notulen Rapat KSSK itu, juga transkrip rekaman pembicaraan dalam Rapat KSSK, yang telah beredar luas, diketahui bahwa Boediono adalah pihak yang paling ngotot mengusulkan kepada KSSK agar Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik dan diberikan dana talangan sebesar Rp 632 miliar untuk mendongkrak rasio kecukupan modalnya (CAR). Belakangan, atas assessment pihaknya juga dana talangan yang digelontorkan itu membengkak hingga mencapai Rp 6,7 triliun per 24 Juli 2009.
Rekomendasi yang disampaikan Boediono dalam Rapat KSSK itu adalah hasil dari Rapat Dewan Gubernur BI yang digelar beberapa jam sebelumnya. Dalam RDG itu, Boediono menetapkan Bank Century sebagai bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik.
Rekomendasi Boediono ini sempat di-challange oleh peserta Rapat KSSK lainnya, termasuk oleh Sri Mulyani yang dinihari itu menjadi orang yang paling berkuasa untuk memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan perekonomian nasional.
Boediono sendiri dalam Rapat KSSK itu sempat mengakui bahwa penilaian BI atas keadaan Bank Century sesungguhnya sulit untuk dibuktikan. Boediono mengatakan bahwa yang dapat diukur hanyalah perkiraan cost/biaya yang timbul apabila dilakukan penyelamatan. Mengingat situasi yang tidak menentu, maka lebih baik mengambil pendekatan kehati-hatian dengan melakukan penyelamatan namun dengan meminimalisir cost. Keputusan harus diambil segera dan tidak dapat ditunda sampai Jumat sore seperti saran LPS karena Bank Century tidak mempunyai cukup dana untuk pre-fund kliring dan memenuhi kliring sepanjang hari itu.
Boediono sebagai Gubernur BI adalah pejabat yang paling mengetahui kondisi Bank Century. Per tanggal 6 November 2008, ia telah menempatkan seorang pengawas di Bank Century setelah bank itu dinyatakan berada di dalam pengawasan khusus. Semestinya, rekomendasi dan sikap ngotot Boediono itu didasarkan pada pengetahuannya atas kebobrokan Bank Century. Semsestinyalah Boediono sudah mengetahui “perampokan” orang dalam yang terjadi di Bank Century.
Banyak pihak yang mengatakan, seorang Boediono dengan jam terbang yang sebegitu tinggi dan pengalaman yang luar biasa tidaklah mungkin berbuat teledor. Kelompok ini menilai bahwa “penyelamatan” Bank Century sudah semestinya dilakukan. Dan rekomendasi Boediono itu pun pastilah didasarkan pada prinsip kehati-hatian dan ekuntabilitas.
Boediono menjabat sebagai Gubernur BI pada bulan Mei 2008, menyusul kekosongan kursi Gubernur BI setelah ditinggal Burhanuddin Abdullah yang dipenjara. Ia adalah satu-satunya calon Gubernur BI yang diajukan Presiden SBY ke DPR untuk diuji kelayakan dan kepatutan.
Boediono menjadi menteri untuk pertama kali di masa pemerintahan BJ Habibie. Kala itu dia menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional pada Kabinet Reformasi Pembangunan tahun 1998. Boediono meninggalkan jabatan itu setelah Habibie yang tak lagi mendapat mandat dari MPR.
Kartu Boediono kembali hidup setelah pada Juli 2001 pemerintahan baru yang dipimpin Megawati Soekarnoputri terbentuk. Oleh Mega, pria kelahiran Blitar, 25 Februari 1943 itu dipercaya sebagai Menteri Keuangan, menggantikan Rizal Ramli.
Tahun 2004 pemerintahan Mega digantikan pemerintahan SBY. Kabinet Gotong Royong pun bubar, dan digantikan Kabinet Indonesia Bersatu. Nama Boediono tak ada dalam format awal KIB. Posisi Menteri Keuangan kala itu diserahkan SBY kepada Jusuf Anwar. Boediono kembali masuk ke kabinet menyusul reshuffle tanggal 5 Desember 2005. Dia diangkat SBY menjadi Menko Perekonomian menggantikan Aburizal Bakrie yang digeser ke posisi Menko Kesra.
Jauh sebelum itu, di kurun 1996-1996 Boediono adalah Direktur Analisa Kredit BI. Dia adalah salah seorang arsitek Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp 400 triliun. Di masa Habibie, ketika menjadi Kepala Bappenas, Boediono menyetujui dana rekap sebesar Rp 660 triliun yang akan selesai di tahun 2032. Di masa Megawati, saat menjadi Menteri Keuangan, Boediono mengeluarkan kebijakan privatisasi dan divestasi yang membuat belasan BUMN beralih tangan ke pihak asing.
