
MIMPI Martin Luther King Jr. telah terwujud.
“His dream has come,” begitu tertulis pada sebuah spanduk yang dibawa seorang peserta parade hari Senin, 19 Januari 2009 di Honolulu, Hawaii.
Ini adalah parade yang digelar untuk mengenang Martin Luther King Jr. (MLK), aktivis dan pejuang persamaan hak asasi manusia di Amerika Serikat pada era 1960an. Gagasan MLK mengenai persamaan hak yang melintasi batas warna kulit dan ras masih bergema di seantero Amerika Serikat hingga hari ini.
Lahir 15 Januari 1925 di Atlanta, Georgia, MLK dibunuh di Memphis, Tennessee, 4 April 1968. Empat tahun sebelumnya, untuk perjuangannya yang tak kenal lelah mendobrak benteng diskriminasi dan keangkuhan rasisme lewat jalan damai, MLK menggondol Nobel Perdamaian.

Untuk menghormatinya, sejak tahun 1986 pemerintah Amerika Serikat menjadikan hari Senin ketiga setiap bulan Januari sebagai hari libur nasional.
Kemenangan Barack Hussein Obama Jr. dalam pemilihan presiden Amerika Serikat dianggap oleh banyak orang sebagai wujud dari puncak perjuangan MLK. Barack Obama, anak seorang laki-laki kulit hitam dari Kenya dan wanita kulit putih dari Kansas, Amerika Serikat, dianggap sebagai sosok yang membuktikan bahwa mimpi yang diteriakkan MLK dan membelah langit Washington DC, 28 Agustus 1963 silam adalah benar adanya.
“I have a dream that one day on the red hills of Georgia, the sons of former slaves and the sons of former slave owners will be able to sit down together at the table of brotherhood,” teriak MLK 45 tahun lalu.
Hari ini, Selasa, 20 Januari 2009, Barack Obama dilantik sebagai presiden ke-44 Amerika Serikat. Kali ini langit keangkuhan rasisme Washington DC bukan hanya terbelah dan koyak moyak, melainkan jatuh runtuh berkeping-keping.



Namun sesungguhnya, yang terwujud barulah mimpi politik sebagian warga Amerika yang selama ini merasaakan diskriminasi serta perlakuan tak adil lainnya, mimpi sebagian rakyat Amerika Serikat yang merasa bahwa politisi hanya bekerja untuk kepentingan sesama mereka, dan mimpi sebagian masyarakat Amerika Serikat yang masih percaya bahwa politik adalah permainan untuk menciptakan kesejahteraan.
Bagaimana dengan mimpi orang-orang di banyak tempat, di banyak negara di muka bumi, yang selama ini menjadi korban ketidakadilan dan tindakan semena-mena Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya? Adakah mimpi mereka juga akan menjadi kenyataan? Adakah penindasan dan ketidakadilan yang selama ini menemani hari-hari mereka akan sirna?



Obama jelas bukanlah messiah, godot atau ratu adil yang ditunggu-tunggu masyarakat terbelenggu.
Tetapi faktanya, banyak orang di muka bumi ini yang percaya atau setidaknya berharap laki-laki kelahiran Hawaii dan pernah menjalani masa kecilnya di Indonesia ini, yang sejak kecil telah terbiasa hidup dalam keserbaragaman manusia, dapat menjadi kekuatan baru yang membuat Amerika Serikat akan semakin santun dan mau meninggalkan sikap double standard serta membuat kehidupan di muka bumi menjadi damai.
Apakah Obama akan berarti bagi rakyat Palestina yang selama puluhan tahun hidup ditindas Israel, sekutu terpenting Amerika Serikat di Timur Tengah, misalnya?
Tak ada yang bisa menjamin hal itu. Faktanya, pada pertengahan tahun lalu, menyambut “kemerdekaan” ke-60 Israel, Obama berjanji akan menjaga dan melindungi “kemerdekaan” itu.



Dalam parade MLK Day Senin siang saya bergabung dengan Asosiasi Muslim di Hawaii. Bila kelompok lain yang ikut parade meneriakkan yel-yel persamaan hak bagi semua rakyat Amerika Serikat, maka AMH dan kelompok antiperang World Cannot Wait meneriakkan persamaan hak hidup bagi seluruh manusia di muka bumi.
Diikuti sekitar 30an jemaah satu-satunya masjid di Hawaii, AHM membawa berbagai pamflet berisi data-data seputar penjajahan Israel di tanah Palestina.
Memasuki kawasan Waikiki, kelompok AHM disambut tepuk tangan warga Honolulu yang menonton parade. Ada juga di antara mereka yang berteriak, “we care, kami peduli!” menyambut seruan AHM agar warga Amerika Serikat mengecam sikap double standard pemerintah Amerika Serikat di Timur Tengah dan banyak tempat lain di muka bumi.


