KELUARGA Clinton adalah salah satu faktor penting dalam perjalanan politik Barack Obama menuju Gedung Putih.
Banyak pihak yang meragukan ketulusan bekas keluarga nomor satu di Amerika Serikat ini mendukung Obama. Pertarungan antara Senator Illinois kelahiran Hawaii Barack Obama melawan Senator New York Hillary Rodham Clinton yang mantan first lady merebut tiket capres dari Partai Demokrat dalam babak sebelumnya dikhawatirkan menimbulkan luka yang tak akan tersembuhkan. Luka di hati Hillary dan suaminya, Bill Cinton, juga luka di hati pendukung mereka.
Pertarungan itu sungguh luar biasa, seperti dua ekor singa yang tengah berebut bangkai mangsa. Masing-masing berusaha saling menjatuhkan. Di mata Hillary, Obama adalah anak kemarin sore yang tidak punya pengalaman di arena politik. Amerika Serikat, kata Hillary dalam sebuah iklan politiknya yang begitu terkenal ketika itu, membutuhkan seorang pemimpin yang siap menjawab telepon jam tiga pagi.
Adapun bagi Obama, Hillary dan suaminya Bill Clinton adalah bagian dari persoalan yang kini dihadapi oleh Amerika Serikat. Keluarga Clinton, demikian Obama, adalah bagian dari kekuatan lama di Washington DC yang harus digusur.
Di saat kekalahannya semakin nyata, banyak pendukung Hillary yang secara tegas menyatakan tidak akan mendukung Obama.
Untuk meredam perpecahan di kalangan pendukung Partai Demokrat, Hillary terpaksa buka mulut.
“Saya akan bekerja dengan sepenuh hati siapa pun yang akan dinominasikan (sebagai calon presiden dari Partai Demokrat), tentu saja saya masih berharap bahwa sayalah yang akan dinominasikan. Tetapi saya akan melakukan apa saja untuk meyakinkan pendukung saya, bahwa adalah sebuah kesalahan yang luar biasa bila mereka tidak mendukung Senator Obama,” kata Hillary bulan Mei lalu setelah sebuah survei menyebutkan setidaknya 36 persen pendukung Hillary akan mendukung kandidat dari Partai Republik John McCain.
Dan Hillary pun akhirnya kalah. Dia menerima kekalahan itu dengan kepala tegak. Dia mengakui keunggulan Obama dan mengucapkan terima kasih atas dukungan yang disampaikan hampir separuh pendukung Partai Demokrat kepada dirinya.
Dalam konvensi nasional di Denver bulan Agustus lalu, Hillary dan Bill Clinton ikut meng-endorse Obama. Ini adalah isyarat kepada para pendukungnya untuk ikut berdiri di belakang Obama.
Kubu Obama menyambut baik seruan Hillary dan semua langkah yang dilakukannya untuk menyatukan kedua kubu ini. Selama beberapa hari, situs resmi Obama menampilkan ucapan selamat datang kepada pendukung Hillary.
***
Tetapi urusannya belum selesai sampai di situ.
John McCain membaca situasi kritis yang tengah dihadapi Obama.
Hanya beberapa hari setelah Obama menujuk politisi senior Senator Delaware Joe Biden sebagai calon wakil presiden, John McCain membuka kartu trufnya: Gubernur Alaska Sarah Palin. Pilihan ini ada benarnya juga. Popularitas McCain sempat terdongkrak. Palin menjadi enerji baru bagi veteran perang Vietnam yang pernah disekap selama lima tahun di penjara Vietcong itu.
Tetapi itu tak berlangsung lama. McCain dan timnya dianggap memperlakukan Palin sebagai boneka Barbie di kotak kaca, boleh dipandang tapi jangan dipegang. Kacamata dan model tatanan rambut Palin sempat menjadi kiblat mode. Bukan isi pembicaraanya.
Pun Palin tidak serapuh yang dikira banyak orang. Dalam debat pertama dan satu-satunya dengan Joe Biden, walau dinilai kalah, tak sekalipun Palin mencium kanvas.
Setelah membuktikan dirinya dapat menahan serangan politisi senior sekaliber Joe Biden, Palin semakin berani menyerang. Ia mengaitkan Obama dengan kelompok teroris lokal, juga menyebut Obama sebagai musuh tentara Amerika. Palin seakan tak peduli bila kalimat-kalimat yang mengalir bebas dari mulutnya berisi hujatan yang menyebarkan kebencian.
Sampai hari ini secara umum Obama masih unggul. Poling terakhir CNN memperlihatkan Obama memimpin dengan 49 persen, meningalkan McCain yang hanya mengantongi 41 persen. Adapun 10 persen pemilih masih ragu-ragu. Jarak ini semakin lebar dibandingkan survei sebelumnya.
Keunggulan Obama ini juga didukung oleh faktor lain: McCain memang sedang berada dalam situasi yang rumit. Pendukungnya mulai berani memperlihatkan rasa kecewa pada sang kandidat. Palin yang tampil nyinyir pun dianggap menjadi faktor yang ikut melemahkan penampilan McCain. Belum lagi krisis ekonomi yang dihadapi Amerika, yang dianggap publik sebagai kegagalan kubu Partai Republik yang kini berkuasa.
Walau unggul Obama belum bisa bertepuk tangan. Posisinya pun belum lagi aman, bahkan sebaliknya masih rawan.Tanggal 4 November semakin dekat. Dalam waktu yang singkat ini dia harus mampu memperlebar jarak dengan McCain.
***
Kembali ke keluarga Clinton.
Beberapa waktu lalu, kepada adik Barack Obama, Maya Soetoro-Ng, saya sempat menanyakan hal ini: apakah ia merasa keluarga Clinton tak sungguh-sungguh mendukung kakaknya.
Maya menggelengkan kepala. Menurutnya kontribusi politik Clinton sudah luar biasa. Selain itu Maya percaya, gender bukanlah persoalan utama dalam pemilihan Amerika Serikat. Publik masih lebih peduli pada isu-isu konkret dan riil, mengenai jaminan kesehatan, lapangan pekerjaan baru, pajak, dan sebagainya.
Namun begitu bagaimana pun juga kehadiran keluarga Clinton di tengah pendukung Partai Demokrat, terutama di negara bagian yang tak dikuasai Obama, memegang peranan penting.
Dengan pertimbangan itulah, hari Minggu waktu Amerika (12/10) atau Senin waktu Indonesia (13/10) Hillary dan Bill Clinton kembali tampil memberikan dukungan mereka untuk Obama.
Hillary dan Bill tampil di atas panggung bersama capres Joe Biden di kampung halaman Biden, Scranton, Pennsylvania.
Di atas panggung, Bill Clinton memuji Obama sebagai politisi yang punya visi dan mampua membaca semangat rakyat Amerika Serikat.
“Itu sebabnya saya disini. Itulah sebabnya Hillary disini,” ujar Clinton disambut tepuk tangan.
Adapun Hillary yang mengenakan baju biru mengatakan, krisis ekonomi yang tengah terjadi disebabkan oleh pemerintahan Partai Republik, George W. Bush dan John McCain, dan rakyat Amerika dapat meraih kembali mimpi mereka dengan cara menghentikan kekuasaan Partai Republik.
Kehadiran keluarga Clinton di Pennsylvania adalah sesuatu yang luar biasa mengingat negara bagian ini adalah salah satu basis pendukung Hillary. Dalam primary election bulan April lalu Hillary mengalahkan Obama di Pennsylvania dengan cukuo signifikan. Dia mengantongi dukungan sebesar 55 persen.
“Bagi John McCain dan George Bush, kelas menengah bukan hal yang fundamental, hanya ornamental. Mereka tidak memahami bahwa kita adalah inti apakah negara ini akan naik atau turun,” kata Hillary.
Dia menambahkan, mempercayakan proses perbaikan ekonomi kepada kubu Republikan seperti memberi kepercayaan kepada seorang banteng untuk membersihkan china closet atau toilet keramik.
“Mereka akan memecahkannya, dan kita tidak bisa membelinya lagi,” ujar Hillary.
Pada bagian lain dia juga mengatakan bahwa Barack Obama dan Joe Biden adalah figur yang tepat untuk memimpin mereka. “Mereka akan, sekali lagi, membersihkan kekisruhan ekonomi,” demkian Hillary seperti dikutip CNN.
Hillary juga diharapkan mau tampil di Ohio, salah satu negara bagian yang juga merupakan basis pendukungnya.
Survei terakhir CNN memperlihatkan keunggulan tipis McCain atas Obama di Ohio, yakni 49 berbanding 46 persen.