Soeharto, Ford, dan Pembicaraan tentang Masa Depan Timor Timur

Presiden Soeharto bertemu Presiden Gerald Ford di Jakarta, 6 Desember 1975 didampingi Menlu Adam Malik dan Menlu Henry A. Kissinger.

KEPUTUSAN Portugis meninggalkan Timor Leste adalah hal ketiga yang disampaikan Soeharto saat bertemu Presiden Amerika Serikat Gerard Ford, di Camp David, Maryland, 5 Juli 1975.

Pertemuan berlangsung tengah hari. Menurut dokumen Gedung Putih yang dirilis oleh the National Security Archive sehari setelah kematian Soeharto akhir Januari lalu, di ruang pertemuan Soeharto hanya ditemani seorang penterjemah bernama Widodo. Adapun Ford ditemani penasihat pertahanan Gedung Putih Letnan Jenderal Brent Scowcroft. Menteri luar negeri Henry A Kissinger bergabung 15 menit sebelum pertemuan berakhir.

Tulisan ini juga dimuat di myRMnews.com.

Itu adalah kunjungan resmi kedua Soeharto ke Amerika Serikat. Lima tahun sebelumnya, Mei 1970, dia bertemu Presiden Nixon di Gedung Putih. Seperti dalam pertemuan di Gedung Putih, dalam pertemuan di Camp David, Soeharto juga menyampaikan sejumlah hal yang serupa. Mulai dari keamanan regional dan pengaruh komunisme, sampai bantuan peralatan militer untuk Indonesia.

Yang agak berbeda, ketika menyampaikan soal keamanan regional dan pengaruh komunisme kali ini Soeharto membawa kasus Timor Leste.

“Menurut UUD 1945, kami tidak akan menggunakan jalan agresi terhadap negara lain. Dengan demikian Indonesia tidak akan menggunakan kekuatan militer untuk merebut teritori negara lain. Dengan rasa hormat kepada Timor Timur, kami mendukung proses dekolonisasi Portugis di sana lewat jalan penenetuan nasib sendiri oleh rakyat Timor Timur,” kata Soeharto memulai hal ketiga yang ingin dibahasnya dalam pertemuan itu.

Dia melanjutkan kalimatnya.

Sebetulnya, menurut Soeharto, ada tiga kemungkinan berkaitan dengan masa depan Timor Timur. Pertama merdeka sebagai negara yang independen; kedua tetap bersama Portugis; dan ketiga, bergabung dengan Indonesia.

“Dengan wilayah yang begitu kecil, sebuah negara independen akan menghadapi kesulitan. Sementara bila tetap bersama Portugis, mereka akan menghadapi hambatan besar mengingat Protugis berada begitu jauh. Kalau mereka mau bergabung dengan Indonesia sebagai sebuah negara yang independen, jelas tidak mungkin. Karena Indonesia adalah negara kesatuan. Satu-satunya jalan adalah integrasi dengan Indonesia,” urai Soeharto.

Ford lalu buka mulut. “Apakah Portugis sudah menentukan kapan rakyat Timor Timur boleh mengambil keputusan mengenai masalah ini?” tanyanya pada Soeharto.

Sama sekali belum ada waktu yang ditentukan, jawab Soeharto. Tetapi, sambungnya, hal itu tergantung pada kesepakatan rakyat Timor Timur.

“Persoalannya adalah, pihak yang menginginkan merdeka sebagai negara independen dipengaruhi oleh komunis. Dan semua yang menginginkan integrasi dengan Indonesia menghadapi tekanan dari kelompok yang hampir komunis ini,” masih kata Soeharto.

“Saya ingin menegaskan, bahwa Indonesia tidak berkeinginan mencampuri proses penentuan nasib sendiri di Timor Timur. Tetapi bagaimana menghadapi hal itu bila mayoritas rakyat Timor Timur ingin berintegrasi dengan Indonesia,” tutup Soeharto.

Dalam dokumen itu Ford disebutkan tidak mengucapkan satu kata pun mengenai persoalan Timor Timur. Ford hanya berkata bahwa pihaknya sangat menghargai pertemuan tukar pandangan itu. Terutama yang berkaitan dengan pandangan Soeharto atas krisis di Indochina.

Setelah pertemuan itu, bantuan militer Amerika Serikat untuk Indonesia mengalir deras. Tanggal 5 Desember 1975, Ford dan Kissinger bertemu Soeharto di Jakarta. Sehari kemudian, militer Indonesia merengsek masuk ke Timor Timur.

Dimulailah invasi yang kelak menjadi kerikil di dalam di sepatu Indonesia.

Published by

TeguhTimur

Born in Medan, lives in Jakarta, loves Indonesia.

6 thoughts on “Soeharto, Ford, dan Pembicaraan tentang Masa Depan Timor Timur”

  1. Dear Pak,

    Saya membaca perjalanan ke uzbekistan dr blog, bisa diceritakan lebih lanjut kehidupan disna??
    Dan mengenai keamanan juga tempat yang aman untuk tinggal berikut living costnya.
    Kebetulan sya ada tawaran untuk menjadi enginer telekomunikasi, yg otomatis harus moving trus.

    Mohon pencerahannya k email saya aaofik@gmail.com terima kasih banyak

  2. waktu itu masih ada coldwar.takut timor jadi pangkalan militer komunis,sementara kalu ausie yang ambil bisa bentrok sama ri.dan bila ri berfihak pada komunis sepeti di era soekarno tentu lebih celaka.optie.satu satunya.tiada pilihan lain indonesia yang baru berfihak pada amerika/barat setelah jatuhnya soekarno diberi lampu hijau/direstui kalaun tidak mau dikatakan di anjurkan.
    setelah matinya komunisme,pecahnya soviet unie,berbaliknya politik cina yang juga baru bangkit setelah revolusi kebudayaan yang melemahkan cina,
    maka kehadiran indonesia tidak diperlikan lagi,soeharto mulai dihianati,dipojokkan dan indonesia diharuskan tinggalkan timor timur.begitulah politik
    kini indonesia harus waspada pada desintregasi bangsa yang disebabkan keserakahan pusat dan ambisi pribadi yang terkadang menyakitkan daerah,terutama sentiment agama,ras dan budaya

  3. Bang,

    Sebenarnya pada paragraf terakhir yang benar adalah bulan Desember sebab invasi dilancarkan pada bulan Desember dan bukan bulan November…:-)…jadi kunjungan Ford dan Kissinger dilakukan pada bulan Desember.

  4. @maubereisme
    bung benar, saya salah ketik. ford dan kissinger tiba di jakarta dari beijing tanggal 5 desember dan tanggal 6 keesokan harinya berangkat ke tokyo via manila.

    terima kasih, mahalo.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s