To Hawaii With Love and Amir Timur

SAYA tak membawa banyak buku dalam perjalanan ke Hawaii ini. Di dalam koper besar saya di bagasi ada tiga buku yang ditulis Bernard Lewis tentang Islam: “The Middle East“, “The Crisis of Islam“, dan “Assassins, the Radical Sect in Islam“.

Lalu sebuah buku berbahasa Indonesia tentang sejarah Amerika Serikat. Seingat saya, buku ini bersama beberapa buku lainnya tentang Amerika Serikat dicetak beribu-ribu eksemplar dan disebarluaskan ke lembaga-lembaga di Indonesia, pemerintah maupun non-pemerintah, pasca serangan 9/11 yang menghancurkan WTC di New York. Buku-buku itu, bersama bahan cetakan lain yang diterbitkan pemerintah Amerika Serikat melalui Kedubes mereka di Jakarta dimaksudkan agar masyarakat dunia (dalam hal ini Indonesia yang dianggap sebagai salah satu sarang kelompok “teroris”) memahami apa dan bagaimana Amerika Serikat itu.

Artinya, pemerintah Amerika menilai pengetahuan “masyarakat dunia” yang amat minim tentang mereka membuat Amerika merasa terancam.

Kalau sudah begini, saya jadi ingat seorang teman saya, keturunan Tionghoa berkewarganegaraan AS yang dulu bekerja di the Fed dan kini bekerja di Kedutaan AS di India. Kata teman saya itu, dia merasa malu, karena dia tak tahu banyak hal tentang Indonesia, sementara saya, menurut dia, tahu banyak tentang Amerika dan bisa bicara dengan menggunakan bahasanya.

“Saya tak tahu banyak hal tentang Indonesia, dan bahasa mu,” katanya ketika kami sama-sama membaca peta dunia berukuran besar yang terpampang di dinding kamarnya di Kent Ridge Hall, NUS.

Bagaimana mungkin saya dan banyak orang di Indonesia, seperti juga di banyak negara lain tidak mengenal Amerika. Sejak kecil kita terbiasa dengan model pakaian mereka, makanan mereka terbiasa dengan film-film mereka, lagu-lagu mereka dari Frank Sinatra, Andi Williams, hingga Guns and Roses, juga Eminem.

Kita mengalihkan pandangan kita ke dunia mereka sejak lama. Membaca walau dengan terbata-bata jalan pikiran mereka, dan bagaimana mereka mengimplementasikan jalan pikiran itu dengan senjata, dan dengan politik bermuka dua.

Kita lebih paham mereka.

Sementara mereka membaca kita dan mencoba memahami kita dengan mengirimkan pasukan bersenjata dan bom pintar. Atau dengan ancaman sanksi ekonomi ini dan itu. Mereka punya banyak orientalis yang membaca kita dengan bias, bukan dengan hati yang jernih.

Ah, jadi ngelantur. Kembali ke buku-buku yang menemani perjalanan ini.

Berikutnya adalah buku yang ditulis Justin Marozzi, “Tamerlane, the Sword of Islam, the Conqueror of the World”.

Perkenalan saya pertama kali dengan Amir Timur, salah seorang tokoh besar lain dari Mongolia seperti Jenghis Khan dan Kublai Khan, yang satu kali di abad ke-14 pernah menguasai sepertiga dunia, dari India hingga Rusia, terjadi pertama kali di tahun 2001. Kala itu saya bekunjung ke Uzbekistan yang baru sepuluh tahun merdeka dari Uni Soviet.

Di negara itu, Amir Timur yang lahir di selatan Samarkand menjadi pahlawan baru bagi orang Uzbeksitan. Patung dan potret wajah Amir Timur menggantikan patung dan potret Vladimir Lenin dan Joseph Stalin yang dianggap sebagai bagian dari masa kelam orang-orang Uzbek. Gambar Amir Timur di atas kuda gagah dicetak di lembar sum, mata uang Uzbekistan. Mendadak Amir Timur hadir di mana-mana di seluruh pelosok Uzbekistan, mulai dari Tashkent, Shakhrisabz tempat kelahirannya, hingga Termez yang berbatasan dengan Afghanistan di selatan, sampai Karakal Pakshtan, dekat Laut Aral yang karena ingin merdeka mendapat status otonomi khusus.

Kehadiran Amir Timur di abad modern ini mewakili semangat baru orang-orang Uzbekistan. Saya kira di negara-negara bekas Uni Soviet lainnya, hal serupa juga terjadi.

Setiap negara (politik) baru selalu melahirkan pahlawan-pahlawan baru. Entah itu lahir dari masa kini, atau blasts from the past.

Buku the “Assassin” karya Bernard Lewis juga menarik untuk dibedah. Tetapi entarlah, kalau ada waktu.

Published by

TeguhTimur

Born in Medan, lives in Jakarta, loves Indonesia.

5 thoughts on “To Hawaii With Love and Amir Timur”

  1. sorry angga, gak sempat ketemu sebelum saya berangkat. oh ya, tentang mentoring blog nya tetap bisa dilanjut kan, via email, misalnya…

    salam buat kawan2 di AJI-Indo

  2. sudah disiapkan air minum dari hawaii, diambil dari tujuh aliran sungai yang mengalir sampai ke tujuh muara, di kemas dalam tujuh botol cantik khas hawaii, didoakan tujuh dukun terbaik hawaii, sambil diiringi tujuh penari hula-hula yang melenggok di bawah tujuh pohon kelapa..

    semoga manjur untuk segala jenis penyakit yang disebabkan tujuh dedemit di nusantara.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s