Pancasila Di Ujung Tanduk

Pesan Untuk SBY Disampaikan Lewat Rachma

DI masa Orde Baru, bersama UUD 1945, Pancasila dijadikan alat untuk memperkuat kekuasan rezim Soeharto yang represif. Sementara di era reformasi, ia ditinggalkan, tak lagi menjadi bintang penuntun arah. Kini Pancasila bagai telur di ujung tanduk.

Keprihatinan ini disampaikan Partai Pelopor pada peringatah hari lahir Pancasila dan hari lahir Bung Karno, kemarin.

Pelaksana Harian Ketua Umum Partai Pelopor Eko Suryosanjoyo mengatakan sikap hidup bangsa Indonesia yang ditampakkan kelompok elit dan masyarakat luas saat ini tidak lagi mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila, seperti kekeluargaan, gotong royong, welas asih dan kebersahajaan.

”Sungguh disayangkan, masyarakat kita kini lebih mengedepankan hal-hal yang sebetulnya tidak sesuai dengan karakter bangsa kita sejak dahulu kala, mulai dari prinsip hidup kapitalistik dimana yang kuat memakan yang lemah, materialisme hingga hedonisme. Ini mengherankan,” katanya di kantor DPP Partai Pelopor, kawasan Cikini.

Menurut Eko, Pancasila dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya harus diaktualisasikan kembali. ”Upaya ini harus menjadi komitmen bersama bila bangsa ini mau bertahan selamanya. Hari lahir harus Pancasila dijadikan hari besar nasional. Jangan diartikan biasa-biasa saja. Kalau perlu lewat Keppres,” sambungnya.

Di sisi lain, masih menurut Eko, dirinya dapat memahami mengapa timbul semacam kemuakan dan bosan terhadap Pancasila dan UUD 1945. Di masa Orde Baru, ketika Soeharto berkuasa luar biasa, Pancasila dan  UUD 1945 hanya dijadikan slogan dan bagian dari kebijakan politik yang represif. Nah, ketika reformasi bergulir, kelompok anti-Orde Baru sudah terlanjur menganggap Pancasila dan UUD 1945 sebagai produk Orde Baru. Mereka pun mendesak agar kedua norma dasar itu diantitesa. ”Padahal yang represif adalah rezim Orde Baru, bukan Pancasila dan UUD 1945.”

Pada akhirnya, reformasi justru merusak nilai-nilai Pancasila yang menjadi glueing factor bangsa ini.

Untuk menyelamatkan Pancasila, sebut Eko lagi, bangsa Indonesia harus mereposisi pilihan strategi dalam membangun bangsa.

Dulu Bung Karno pernah berpesan agar berhati-hati terhadap dua kekuatan bangsa. Pertama, kekuatan anarkos sindikalis yang ingin menjebol tanpa pernah membangun. Dan kedua, kekuatan reformis yang ingin membangun tanpa menjebol tatanan lama.

“Sepatutnyalah ketika Soeharto jatuh, kita memilih jalan revolusi, menjebol tatanan lama yang kapitalistik, dan membangun tatanan baru berdasarkan nilai-nilai yang diperjuangkan the founding fathers. Dengan demikian tercapai yang disebut sosialisme Indonesia,” masih ujar Eko.

Dia juga menyayangkan pemerintah yang masih meneruskan nilai-nilai kapitalistik yang dibangun Orde Baru. Dia lantas menitipkan pesan untuk pemerintah lewat Rachmawati Soekarnoputri, bekas ketua umum Partai Pelopor yang kini menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

”Pemerintah harus berani membanting stir, dan mengubah arah kebijakan nasional agar berpihak kepada rakyat.”

Eko percaya, sebagai putri ideologis Bung Karno, Rachma yang juga hadir dalam peringatan itu akan menyampaikan pesan tersebut kepada SBY.

”Sejak lama beliau (Rachma) memiliki concern untuk mengembalikan harkat bangsa yang dibajak Orde Baru,” demikian Eko. GUH

Published by

TeguhTimur

Born in Medan, lives in Jakarta, loves Indonesia.

One thought on “Pancasila Di Ujung Tanduk”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s