Ini salah satu yang sering saya bicarakan di kelas, bahwa setiap negara seperti halnya manusia mengalami kelahiran, tumbuh, berkembang, menua dan mati.
Ini bukan ramalan. Ini yang tertulis dalam catatan2 dari masa lalu, di tulis di kulit kering, kulit kayu, dipahat di dinding kuil dan candi, dikisahkan dari mulut ke mulut, dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Ini sudah hukum besi.
Pada masa keemasannya, Turki Usmaniah tak pernah membayangkan kehancuran. Begitu juga Sriwijaya dan Majapahit, sebagai contoh lain.
Beberapa negara hidup dalam waswas yang tak berkesudahan dan usianya lebih singkat dari yang dibayangkan.
Uni Soviet masih jauh dari satu abad saat mereka bubar di tahun 1991.
Beberapa negara punya tanah luas, kaya raya. Beberapa punya hal yang sebaliknya, namun jauh lebih powerful.
Faktor2 natur dan kultur yang dihasilkannya punya peranan besar dalam perjalanan hidup menuju kematian setiap negara.
Setiap negara punya kisah sendiri. Setiap negara berjalan dalam hening dan sepi. Lalu mati di tengah sunyi.
Ini catatan saya tahun lalu, saat menunggu penerbangan ke Medan di Bandara Halim Perdanakusuma. Saya membaca bagian awal selama menunggu pesawat dan dalam penerbangan ke kota kelahiran tercinta.
Buku itu telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan resensinya dapat Anda temukan di Majalah RMOL edisi terbaru.