Berkembang anggapan bahwa mobil Toyota Harrier yang pernah dimiliki Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum adalah pemberian PT Adhi Karya yang memenangkan tender pembangunan pusat olahraga nasional di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Semua berawal dari celotehan mantan Bendahara Umum M. Nazaruddin yang mengatakan bahwa dirinya pernah mengatur pertemuan antara Anas Urbaningrum dengan Teuku Bagus Mohammad Noer dari PT Adhi Karya pada bulan Maret 2010. Dalam pertemuan itu, menurut Nazaruddin, Anas berjanji akan memenangkan PT Adhi Karya dalam tender pembangunan kompleks Hambalang.
Sebagai imbalannya, PT Adhi Karya memberikan Rp 100 miliar, dan sekitar Rp 50 miliar digunakan untuk mendukung pertarungan Anas di bursa pemilihan ketua umum di arena Kongres bulan Mei 2010.
Padahal, mobil Toyota yang belakangan dinilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai gratifikasi dibeli pada bulan September 2009.
Kepada Rakyat Merdeka Online tadi malam (Kamis, 21/2), staf ahli Nazaruddin di DPR RI ketika itu, Nuril Anwar, bersaksi bahwa mobil itu dibeli Nazaruddin untuk Anas Urbaningrum pada September 2009. Nazaruddin memberikan kesempatan kepada Anas untuk membayar mobil itu dengan cara mencicil kepada dirinya.
“Waktu itu Mas Anas punya uang Rp 200 juta. Tapi kan tidak cukup. Maka, Nazar berinisiatif membelikannya. Tapi Mas Anas harus bayar dengan mencicil. Sudah dicicil dua kali, (pertama) Rp 200 juta dan (kedua) Rp 75 juta,” ujar Nuril Anwar menerangkan.
Setelah Kongres di Bandung bulan Mei 2010, setelah Anas Urbaningrum menang dalam pemilihan ketua umum, beredar kabar burung yang mengatakan bahwa mobil yang digunakan Anas itu adalah pemberian Nazaruddin.
Kabar burung ini kelihatannya sangat mengganggu Anas Urbaningrum, karena membuat dirinya seakan berada di bawah kendali Nazaruddin.
“Anas mau mengembalikan mobil itu ke Nazar, tapi Nazar bilang dia hanya mau terima mentahnya saja,” sambung Nuril.
Pada bulan Agustus 2010, mobil itu dijual ke sebuah show room di Kemayoran.
“Jadi, saya bisa pastikan bahwa mobil Harrier itu tidak ada kaitannya dengan PT Adhi Karya,” ujarnya lagi.
Celotehan Nazar ini memang terdengar janggal. Pertama, tender proyek pembangunan Hambalang tentu saja berada di bawah kendali Kementerian Pemuda dan Olahraga yang dipimpin Andi Mallarangeng, saingan Anas dalam pemilihan ketua umum. Belum lagi, sulit rasanya membayangkan PT Adhi Karya mau berhubungan dengan pihak yang sedang menjadi seteru sang Menteri Pemuda dan Olahraga.
Kejanggalan kedua, dalam sebuah persidangan Mindo Rosalina Manulang yang ditangkap tangan KPK bersama Sekretaris Menpora Wafid Muharram pada 2011 lalu mengatakan bahwa sebenarnya Nazaruddin menginginkan agar pemenang tender ini adalah PT Duta Graha Indah (DGI) yang merupakan mitra dari Permai Group milik Nazaruddin.
Namun walaupun janggal, KPK kelihatannya termakan celotehan itu. Dalam lembar Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) KPK yang beredar di masyarakat dan sampai sekarang masih diperdebatkan apakah asli atau aspal (asli tapi palsu), disebutkan bahwa KPK akan memeriksa Anas sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji terkait pembangunan Hambalang.