Para pemimpin dunia diminta menyikapi kematian pemimpin Korea Utara Kim Jong-il secara wajar dan tidak berlebihan. Khusus para pemimpin negara blok Barat, diingatkan untuk tidak memprovokasi komunitas internasional, dengan, antara lain, menyebarkan cerita teror mengenai kemungkinan Korea Utara akan semakin agresif sepeninggal Kim Jong-il.
Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea Utara, Teguh Santosa, dalam pernyataan yang dikirimkan ke ruang redaksi Rabu siang (21/12). Kim Jong-il meninggal dunia hari Sabtu lalu (17/12) karena serangan jantung. Kematiannya diumumkan kepada dunia internasional dua hari kemudian (Senin, 19/12).
“Faktanya, selama berkuasa dari 1994 hingga meninggal dunia beberapa hari lalu, Kim Jong-il dan Korea Utara tidak pernah menginisiasi konflik internasional. Selama masa itu mereka cenderung menjadi bulan-bulanan dunia Barat dan diperlakukan secara tidak adil,” ujar Teguh dalam pernyataannya.
Ia menyesalkan sikap negara Barat yang belum apa-apa sudah menebar benih ketakutan di tengah komunitas internasional dengan mengatakan bahwa pengganti Kim Jong-il bisa saja memicu perang besar di kawasan itu. Sikap seperti ini, masih menurut Teguh, tidak konstruktif bagi upaya menjaga perdamaian di Semenanjung Korea.
Hal lain yang disampaikan Teguh adalah permintaan agar pemerintah Indonesia tetap menerapkan prinsip politik luar negeri bebas aktif dalam menyikapi kasus Korea. Ia mengapresiasi Kementerian Luar Negeri yang selama ini tidak memperlihatkan sikap bermusuhan kepada Korea Utara. Bahkan, sebutnya, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dalam beberapa kesempatan menghadiri kegiatan di Kedutaanbesar Korea Utara di Jakarta. Teguh juga berterima kasih pada para tokoh Indonesia lainnya yang tidak memperlihatkan sikap antipati terhadap Korea Utara.