Indonesia Baru Sekelas Event Organizer?

Indonesia masih belum mampu merumuskan kepentingan dan visi pembangunan nasional di tengah dunia yang terus berubah. Ketidakmampuan ini dapat membuat Indonesia hanya akan menjadi semacam event organizer atau panitia penyelenggara kegiatan berlevel internasional, tanpa mampu menjadi pemain kunci untuk mendapatkan keuntungan maksimal.

Alih-alih, Indonesia dikhawatirkan hanya menjadi penonton, atau lebih buruk lagi pengemis yang menunggu uluran tangan dan kebaikan hati negara superpower.

Demikian penilaian dosen hubungan internasional Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Teguh Santosa, yang ketika dihubungi via BlackBerry messanger sedang berada di New Delhi untuk menghadiri pertemuan Asia Society (Jumat pagi, 18/11). Menurut Teguh, Southeast Asia Summit yang digelar di Bali seharusnya dapat digunakan untuk memperkuat posisi tawar Indonesia dalam bidang politik maupun ekonomi, tidak hanya di kawasan Asia Tenggara, tapi juga di dunia internasional mengingat sejumlah kepala pemerintahan dari negara-negara di luar ASEAN.

“Di satu sisi kita senang karena Indonesia bisa menyelenggarakan Southeast Asia Summit di Bali bersamaan dengan SEA Games di Palembang dan Jakarta. Tapi di sisi lain, kita juga khawatir Indonesia tidak bisa mengimbangi permainan negara-negara besar yang berusaha mengambil keuntungan maksimal dari pertemuan itu,” tulis Teguh dalam pesannya.

Teguh mengutip buku yang ditulis Robert D. Kaplan tahun lalu yang menggambarkan dinamika politik dan ekonomi negara-negara di kawasan Samudera Hindia, mulai dari Tanzania di Afrika hingga Indonesia di Asia. Dalam buku berjudul Monsoon: The Indian Ocean and the Future of America Power itu, Kaplan menyimpulkan kawasan Samudera Hindia menjadi titik pertemuan sekaligus pertarungan politik dan ekonomi negara-negara superpower, baik lama maupun baru, seperti India dan China. Tidak ada cara selain menguasai Samudera Hindia agar Amerika tetap bisa mempertahankan dominasi mereka di dunia yang terus berubah.

“India di buku itu digambarkan sedang berkembang secara horizontal, adapun China berkembang secara vertikal. Ini membuat saya teringat pada anekdot yang belakangan ini sering kita dengar. India fokus pada industri software, China fokus pada industri hardware. Adapun Indonesia is not going to any where,” ujarnya lagi.

India dan China sudah sejak jauh hari memiliki kesadaran akan hal itu. Kepentingan ekonomi China jelas ada di mana-mana, tidak hanya di Indonesia, atau di Afrika, juga di negara-negara kecil yang tak diperhitungkan seperti Timor Leste dan Mikronesia di Pasifik.

Sementara India sudah mulai mengubah attitude mereka terhadap kawasan Samudera Hindia. Tajuk harian berbahasa Inggris The Times of India hari ini, menggarisbawahi pentingnya kawasan Asia Tenggara bagi India, dan betapa adalah China yang selama ini memetik keuntungan dari kawasan itu. The Times mengingatkan India untuk mulai memfokuskan diplomasi luar negerinya di Asia Tenggara hingga mampu menjadi pemain yang signifikan. Toh, peradaban India memiliki pengaruh yang besar di kawasan itu sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu. Hal ini seharusnya bisa membantu diplomasi ekonomi India.

Bagi Indonesia, hal terhormat dan paling menguntungkan rakyat adalah bila pemerintah mampu berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan pemerintahan di negara lain. Indonesia tidak boleh menjadi pengikut Amerika Serikat, dan di saat bersamaan juga tidak boleh mengekor kepentingan China atau India, atau negara lain manapun. Tetapi untuk bisa mencapai kondisi seperti itu, dibutuhkan syarat yang sangat berat, yakni Indonesia harus terlebih dahulu merumuskan kepentingan dan visi pembangunan nasional yang jelas dan tegas.

Teguh khawatir, satu-satunya visi pembangunan nasional Indonesia yang terukur adalah industri pembantu rumah tangga. Dalam pertemuan antara Presiden SBY dan Perdana Menteri Malaysia Dato Sri Najib Razak dua hari lalu diambil kesepakatan untuk mencabut moratorium pengiriman pembantu rumah tangga ke Malaysia per tanggal 1 Desember.

Malaysia sepakat untuk memasukkan sejumlah klausul, termasuk hak cuti bagi pembantu rumah tangga. Sekitar 50 ribu pembantu rumah tangga akan dikirimkan ke Malaysia setelah moratorium berakhir.

“Padahal, semakin banyak TKI dan TKW yang mencari nafkah di luar negeri, semakin terlihat betapa pemerintah gagal menyediakan lapangan pekerjaan untuk rakyat,” sindir Teguh sambil menutup uraiannya.

Published by

TeguhTimur

Born in Medan, lives in Jakarta, loves Indonesia.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s