Kalimat SBY yang disampaikan tahun 2004 itu masih terngiang-ngiang di telinga Marcelino Hornai.
“Timor Timur adalah bagian dari saya, dan saya adalah bagian dari Timor Timur,” ujar SBY seperti ditirukan kembali oleh kordinator pengungsi eks Timor Timur di kamp Noelbaki itu.
Keterangan foto: Marcelino Hornai (paling kanan) dan Marcelino Lopez (kedua dari kiri) di kamp Tuapukan.
Kamp Noelbaki adalah satu dari dua kamp pengungsi eks Timor Timur yang berada di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sejak tahun 1999 lalu sampai kini sebanyak 475 kepala keluarga pengungsi masih bertahan di kamp itu. Mereka tinggal di rumah-rumah yang umumnya terbuat dari kayu yang disusun rapat dan beratap daun nira. Hampir semua pengungsi laki-laki dewasa bekerja sebagai buruh tani dan ladang penggarap.
Kamp pengungsi kedua adalah Tuapukan yang terletak beberapa kilometer dari Noelbaki yang dihuni 267 kepala keluarga. Seperti di kamp Noelbaki, mayoritas laki-laki dewasa di kamp Tuapukan juga bekerja sebagai petani dan peladang penggarap.
Rabu siang (15/12), puluhan kepala keluarga dari kamp Noelbaki dan Tuapukan berkumpul di lapangan kamp Tuapukan, persis di depan gedung kantor perusahaan garam yang sudah rusak dan kini dibiarkan kosong dan terkunci serta tak terawat. Mereka berkumpul mengelilingi Ketua Uni Timor Aswain (Untas), Eurico Gutteres. Dalam Kongres Untas yang digelar antara 28 hingga 30 November lalu di GOR Kupang, Eeurico terpilih sebagai Ketua untuk periode 2011-2015.
Sejak beberapa tahun terakhir, Eurico yang mantan Wakil Panglima Pasukan Pejuang Integrasi (PPI) itu memimpin Partai Amanat Nasional (PAN) NTT. Kunjungan ke Jakarta dilakukan Eurico untuk bertemu dengan sejumlah pejabat tinggi PAN. Dari kunjungan itu, ia memastikan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa akan membuka Muswil PAN NTT tanggal 18 Desember nanti. Dalam kunjungan ke NTT itu Hatta juga direncanakan mengunjungi kamp pengungsi eks Timor Timur.
“Semoga Pak Hatta sebagai menteri dapat melihat langsung bagaimana keadaan para pengungsi di sini yang masih memprihatinkan,” ujar Eurico.
Selain membicarakan rencana menyambut kehadiran Hatta Rajasa, Eurico dan pengungsi eks Timor Timur juga membahas berbagai persoalan penting yang mereka hadapi sehari-hari sambil makan siang dan minum nira bersama. Sementara di atas sana, langit yang cerah perlahan tapi pasti berubah menjadi mendung.
Ketika mendung telah berubah menjadi hujan, di teras sebuah warung di kamp Tuapukan, Marcelino Hornai yang masih mengingat kalimat manis yang disampaikan SBY enam tahun lalu bercerita tentang dukungan penuh yang diberikannya kepada SBY dalam dua kali pilpres, 2004 dan 2009.
“Hanya ada atribut Partai Demokrat dan SBY di rumah saya. Tidak ada atribut partai lain,” ujarnya. Ketika bercerita, Marcelino didampingi oleh sejumlah warga pengungsi termasuk koleganya, kordinator pengungsi kamp Tuapukan, Marcelino Lopez.
Marcelino yang setelah masuk Islam tahun 1993 mengubah namanya menjadi Abdul Kholik ini, melanjutkan, janji yang disampaikan SBY untuk mensejahterakan kehidupan pengungsi eks Timor Timur tak pernah dipenuhi. Pemerintah telah membangun ribuan unit rumah untuk para pengungsi di luar Noelbaki dan Tuapukan. Tetapi untuk menempati rumah-rumah itu bukanlah perkara mudah. Rumah memang disediakan. Tetapi rumah-rumah berukuran sekitar 5 kali 6 meter persegi itu dibangun di atas tanah warga setempat.
“Rumah dibangun tapi tanahnya tidak dibeli. Artinya kami yang harus bayar tanah. Uang darimana? Selain itu di resettlement yang disiapkan itu juga tidak ada fasilitas air bersih, jalan, sekolah dan puskesmas,” jelas Marcelino. Belum lagi, sambungnya, kualitas tembok batako rumah-rumah itu juga tidak bagus sehingga banyak yang sudah roboh.
Dia membandingkan sikap pemerintah terhadap mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang bergabung dengan Republik Indonesia pasca perjanjian damai Helsinki tahun 2005.
“Kami tidak pernah melawan pemerintah Indonesia. Sebaliknya, kami berkorban untuk Indonesia. Tetapi kami dibiarkan hidup seperti ini,” ujar Marcelino lagi.
Dalam Pemilu 2009 lalu Marcelino juga membantu salah seorang calon anggota DPR-RI dari Partai Demokrat. Anita Yacoba Gah, nama sang caleg, kini sudah duduk di Komisi VIII DPR RI. Keadaan pengungsi mestinya menjadi salah satu persoalan yang ditangani komisi ini.
Bulan Juli lalu Marcelino ke Jakarta. Salah satu maksud hatinya adalah untuk bertemu dengan Anita dan membicarakan tentang nasib pengungsi eks Timor Timur. Tetapi sampai Marcelino meninggalkan Jakarta, Anita tampaknya sama sekali tidak mau menemui. Marcelino pun pulang dengan tangan hampa.
Kini, seperti semua penghuni di kamp Noelbaki dan Tuapukan, Marcelino berharap pemerintah dapat segera membuktikan janji menyejahterakan pengungsi yang sudah sebelas tahun berada di pengungsian.
“Pak SBY pernah bertugas di Timor Timur. Dia pasti tahu karakter orang Timor Timur. Jadi tolong perhatikan nasib kami. Jangan janji-janji lagi,” demikian Marcelino.