Rizal Ramli bersama sejumlah ekonom dan aktivis tak mau menyia-nyiakan kunjungan Presiden Bank Dunia James D. Wolfensohn ke Jakarta.
Ketika itu bulan Februari 1998. Kondisi ekonomi Indonesia semakin memburuk setelah mengalami pukulan di pertengahan 1997. Wolfensohn datang ke Jakarta untuk melihat langsung keadaan Indonesia. Tujuh bulan sebelum kunjungan itu Bank Dunia memuji berbagai prestasi pembangunan pemerintahan Soeharto yang antara lain ikut dibiayai Bank Dunia.
Dalam pertemuan dengan “Kelompok 17” yang dipimpin Rizal Ramli di Hotel Four Season itu, Wolfensohn terpaksa mengakui semua kesalahan mereka dalam memaksakan program pembangunan di Indonesia. Bank Dunia, sebutnya, salah karena selama ini memaksakan cara pandang kepada elit Indonesia.
“The point is not to get a whip adn lash me now. Later you can tell me I was a fool,” ujarnya masih mencoba membela diri setelah mendengarkan catatan yang dibacakan Rizal Ramli mewakili Kelompok 17.
Selain Rizal, sejumlah ekonom dan aktivis yang tergabung Kelompok 17 dan menandatangani petisi untuk Bank Dunia itu antara lain adalah Dr. Nurcholish Madjid, Mudji Sutrisno SJ, Ali Sadikin, Marzuki Darusman, Ali Sadikin dan Bambang Widjoyanto.
“Because of the lack of GOI and World Bank transparency, the Indonesian public was excluded from information on project selection, formulation, supervision and evaluation,” ujar Rizal Ramli membaca salah satu poin dalam petisi berjudul “World Bank Should Lead By Example in Indonesia” itu.
“Reports that as much as 30 percent of World Bank funds in Indonesia went missing each year were met with flat denials from both GOI and the Bank. No promises were made by either party, however, to improve public access to internal supervision and evaluation reports, or to conduct independent audits to demonstrate the implausibility of those claims,” sambung Rizal Ramli.
Dalam petisi itu, Kelompok 17 menuntut agar Bank Dunia lebih transparan, lebih bertanggung jawab, merestrukturisasi utang luar negeri yang digunakan untuk membangun sektor publik.
Sebulan kemudian, dari Washington DC, Wolgensohn mengirimkan sepucuk surat kepada Rizal Ramli. Di dalam surat itu, Wolfensohn mengatakan bahwa penjelasan yang disampaikan Kelompok 17 membuka mata Bank Dunia tentang praktik korupsi dalam proses pembangunan di Indonesia.
