Peringatan ulang tahun ke-68 pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Il, tahun ini dilakukan dengan mengangkat kembali wacana reunifikasi dua Korea.
Kim Jong Il yang lahir pada tanggal 16 Februari 1942 di Pegunungan Paektu berkuasa di Korea Utara setelah ayahnya yang juga pendiri negeri itu, Kim Il Sung, meninggal dunia pada 1994.
Korea Utara dan Korea Selatan dipisahkan oleh garis 38 derajat Lintang Utara yang berada persis di tengah kedua Korea. Riwayat garis ini agak berliku. Menurut beberapa catatan, garis itu ditarik pertama kali pada tahun 1896, menyusul perebutan pengaruh antara Rusia dan Jepang di Semenanjung Korea. Kala itu tidak ada perjanjian formal mengenai garis 38 derajat sampai akhirnya pada tahun 1910 Jepang menguasai seluruh Semenanjung Korea.
Pengaruh dan kekuasaan Jepang di Semenanjung Korea memudar menyusul tanda-tanda kekalahan negeri matahari terbit itu menjelang akhir Perang Dunia di tahun 1945. Beberapa hari sebelum Kaisar Hiroito bertekuk lutut di hadapan pasukan Sekutu, penguasa militer Amerika Serikat kembali menggunakan garis 38 derajat LU sebagai pemisah antara Korea yang dipengaruhi Blok Timur dan Korea yang dipengaruhi Blok Barat.
Dalam pandangan Kim Jong Il, intervensi Amerika Serikat dan blok Barat itulah yang menjadi penyebab perpecahan kedua Korea. Blok Barat juga dianggap selalu menghalang-halangi berbagai upaya yang dilakukan kedua Korea untuk bersatu kembali. Pakar politik-ekonomi Marxis dari Universitas Kim Il Sung ini juga menilai bahwa kemauan bangsa Korea mencapai persatuan berdasarkan prinsip kebangsaan Korea adalah pondasi yang harus dimiliki dalam mewujudkan gagasan reunifikasi itu.
Kesadaran akan gagasan kemerdekaan nasional, demikian Kim Jong Il, adalah kekuatan ideologi yang dapat membuat sebuah bangsa kuat dan sejahtera. Ia memandang flunkeyism atau mental budak dan gagasan ketergantungan yang berasal dari luar sebagai racun yang dapat mematikan gagasan Korea yang merdeka.
Pertemuan tingkat tinggi di Pyongtang tahun 2000 yang dihadiri pihak Korea Utara dan Korea Selatan adalah sebuah momen yang begitu berharga setelah selama setengah abad mereka hidup terpisah. Di akhir pertemuan Presiden Korea Selatan Kim Dae Jung dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Il mencapai sebuah kesepakatan yang dikenal dengan Deklarasi Bersama 15 Juni. Di dalam deklarasi itu ditegaskan bahwa kedua Korea setuju untuk membahas dan mengambil langkah-langkah menuju reunifikasi secara independen.
Pada tahun 2007 kedua Korea kembali menguatkan tekad mereka untuk membicarakan persoalan reunifikasi tanpa campur tangan pihak asing. Menurut Kim Jong Il pembicaraan mengenai reunifikasi Korea haruslah didasarkan pada prinsip “untuk bangsa kita sendiri”.
Dalam dekade terakhir ini, hubungan kedua Korea mengalami perubahan yang berarti. Bila sebelumnya diwarnai rasa saling tidak percaya dan konflik, kini dipengaruhi semangat rekonsiliasi dan kerjasama. Seusai pertemuan tingkat tinggi di Pyongyang tahun 2000, misalnya, Kim Jong Il menerima Jong Ju Yong, yang merupakan pendiri kelompok bisnis Korea Selatan, Hyundai, dan Ketua Komite Perdamaian Korea. Dalam pertemuan yang juga dihadiri delegasi media massa dari Korea Selatan, keduanya bertukar pikiran untuk membicarakan tahapan-tahapan yang penting dilakukan di level people to people menuju reunifikasi. Keduanya memiliki pandangan yang sama mengenai kebesaran sejarah bangsa Korea di masa lalu. Keduanya mengunjungi Pegunungan Kumgang dan Pegunungan Paektu di Korea Utara yang dipandang sebagai dua pegunungan historis bagi bangsa Korea, tempat nenek moyang orang Korea berasal.
Sebagai hasil dari pertemuan itu, Korea Utara dan Korea Selatan juga setuju untuk membangun pusat industri di Kaesong, sebuah kota di dekat garis perbatasan di Pamunjong. Sekitar 42 ribu orang Korea Utara bekerja di pusat industri yang dibiayai Korea Selatan itu. Di bidang olahraga semangat reunifikasi pun tampak jelas. Tim-tim olahraga kedua negara saling mengunjungi, dan bendera unifikasi Korea kerap kali dikibarkan dalam setiap pertandingan persahabatan. Otoritas militer kedua belah pihak juga senantiasa menjalin hubungan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang mungkin terjadi di kawasan demiliterisasi.
Bagi Korea Utara reunifikasi Korea adalah jawaban yang paling tepat untuk mengembalikan harkat dan martabat bangsa Korea. Namun hal itu harus dilalui tanpa campur tangan pihak lain yang cenderung menghalang-halangi dan mempertahankan perpecahan Korea.

