Kongres Partai Amanat Nasional (PAN) yang digelar di Batam berakhir sudah. Ditutup dengan pesta kembang api di Harbour Bay.
Hatta Rajasa secara aklamasi terpilih sebagai Ketua Umum, menggantikan Soetrisno Bachir, mengalahkan Dradjad H. Wibowo.
Kemenangan Hatta sudah diperkirakan banyak orang, baik yang berada dalam maupun di luar PAN, sebelumnya. Hatta adalah tokoh senior di partai itu. Dia pernah menjadi Sekretaris Jenderal di saat PAN dipimpin Amien Rais sang pendiri partai. Dalam periode sebelumnya dia menjadi Wakil Ketua Majelis Pertimbangan Partai, mendampingi Amien Rais.
Sebelum menerima kursi Wakil Ketua MPP, Hatta ikut bertarung dalam pemilihan ketua umum di arena Kongres 2005. Ia bahkan termasuk yang diunggulkan. Namun dia terpaksa mengalah dan mengundurkan diri karena Amien Rais lebih mendukung Soetrisno Bachir yang bagi kebanyakan aktivis PAN adalah pendatang baru.
Pengunduran diri Hatta dalam pemilihan ketua umum di Kongres 2005 lalu, menurut sementara kalangan di internal partai, juga dimaksudkan agar kubu Amien Rais dapat bersatu menghadapi Fuad Bawazier.
Terlepas dari apapun yang menyebabkan Hatta urung jadi ketua umum di tahun 2005 lalu ternyata telah mendatangkan berkah tersendiri baginya. Sejak tidak memegang posisi kunci di PAN, Hatta dapat dengan leluasa membina karier politiknya di pemerintahan yang dipimpin SBY. Dia perlahan tapi pasti berhasil menempatkan dirinya di sebelah SBY, dan menjadi salah seorang yang memiliki hubungan sangat dekat dengan SBY.
Di Kebinet Indonesia Bersatu (KBI) I, Hatta awalnya adalah Menteri Perhubungan. Kemudian dia naik pangkat menjadi Menteri Sekretaris Negara menggantikan Yusril Ihza Mahendra pada tahun 2007. Menurut Hatta dalam sebuah kesempatan, penempatan dirinya di posisi Mensesneg terjadi antara lain karena kedekatan dan chemistry yang baik antara dirinya dengan SBY.
Hatta juga berhasil menjadi faktor yang mampu mengharmonisasi hubungan SBY dengan lawan-lawan politiknya. Saat Amien Rais mengatakan bahwa semua capres yang bertarung di Pilpres 2004 menerima bantuan dana dari pihak-pihak yang tidak semestinya, SBY sempat marah besar. Dengan keras SBY mengancam akan mengadukan apa yang disebutnya sebagai fitnah itu ke polisi. Nah, adalah Hatta yang mendamaikan keduanya.
Hatta juga menjadi orang yang maju di depan menjelang Pilpres 2009 lalu. Sebagai ketua tim kampanye SBY-Boediono, dengan berani Hatta berkunjung ke “sarang macan”. Kunjungan itu sukses dilakukan karena Hatta memiliki hubungan yang relatif baik dengan sementara elit PDI Perjuangan.
Kelihaian Hatta itu semakin membuat namanya kinclong di mata SBY. Dalam KIB II dia dipercaya menjadi Menko Perekonomian. Terang saja, banyak yang meragukan kemampuannya di bidang itu. Tetapi keputusan sudah dibuat.
Bagi banyak orang di sisi yang berbeda, kedekatan Hatta dengan SBY adalah faktor yang dapat merugikan PAN di masa yang akan datang. PAN memang merupakan elemen pendukung pemerintahan SBY-Boediono. Tetapi jarak yang semakin pendek antara PAN dan pemerintahan SBY dikhawatirkan akan mengganggu karakter dan independensi partai itu.
Inilah antara lain mengapa banyak orang yang keberatan bila Hatta Rajasa memimpin PAN yang masih dianggap sebagai salah satu simbol Reformasi yang harus dipertahankan.
Bagi kebanyakan pembaca Rakyat Merdeka Online pun Hatta Rajasa bukan figur yang tepat untuk memimpin PAN. Dalam poling yang digelar sepekan terakhir, hanya 20,9 persen pembaca yang menyebut Hatta pantas memimpin PAN. Sementara 70,7 persen menilai Dradjad H. Wibowo lebih pantas menggantikan Soetrisno Bachir. Adapun 6,6 persen menilai tokoh lain lebih pantas dan 1,8 sisanya mengaku ragu-ragu.
Dalam Kongres di Batam, Hatta memang terpilih secara aklamasi. Dradjad Wibowo yang berusaha membayang-bayangi Hatta harus puas mendapat tempat kedua sebagai wakil ketua umum.
Berbeda dengan Hatta, Dradjad adalah ekonom cum aktivis yang berani bersuara lantang. Dia kerap mengritik kebijakan pemerintahan SBY, khususnya di bidang ekonomi, yang dinilai berseberangan dengan kepentingan rakyat.
Untuk urusan skandal dana talangan Bank Century, Dradjad yang merupakan anggota Komisi XI DPR RI periode 2004-2009 juga tak segan berbicara keras. Dradjad adalah tokoh yang membagi-bagikan foto kopi notulensi Rapat Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) yang digelar dinihari 21 November 2008. Notulensi Rapat KSSK itu dibagikan Dradjad dalam sebuah diskusi yang digelar di Gedung DPD Senayan.
Di dalam notulensi yang diteken Gubernur BI Boediono dan Ketua KSSK Sri Mulyani itu tampak dengan jelas bagaimana Boediono ngotot dengan rekomendasinya agar Bank Century ditetapan sebagai bank gagal yang berdampak sistemik dan selanjutnya dikucurkan dana Rp 632 miliar untuk mendongkrak CAR bank itu.
Rapat KSSK inilah yang dianggap sebagai kunci dari penyelewengan dan penyimpangan di balik bailout tersebut. Audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga mengkonformasi hal itu.
Skandal Bank Century hanya satu dari sekian banyak buah kebijakan pemerintahan SBY yang digugat Dradjad bersama teman-temannya dari berbagai elemen. Kebijakan lain yang ditelurkan pemerintahan SBY yang kerap diprotes Dradjad antara kenaikan harga BBM dan pemberian BLT.
Sikap out spoken Dradjad ini, oleh sementara kalangan, dipandang sebagai hal yang positif. Selama ini, sikap Dradjad dinilai sebagai bukti bahwa PAN dapat menjaga independensinya di hadapan penguasa.
Setelah Hatta terpilih sebagai ketua umum dan Dradjad harus puas di tempat kedua, bagaimana wajah PAN? Dapat kah PAN menjaga citra sebagai partai reformis? Dapatkan PAN bertahan? Apakah PAN pada akhirnya menjadi partai pengekor pemerintah?

