Prestasi Gus Dur, Menyelamatkan Anak Emas Orde Baru

Sebagai kepala pemerintahan pertama di Era Reformasi, Abdurrahman Wahid mesti menyelesaikan begitu banyak persoalan yang ditinggalkan rezim Orde Baru.

Salah satu di antaranya adalah membenahi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang di saat Soeharto berkuasa menjadi primadona dan anak kesayangan. Ketika itu IPTN menikmati kucuran dana yang amat berlimpah dari pemerintah melalui APBN dan dana-dana non budjeter yang dapat digunakan setiap saat untuk mendukung proyek prestisius itu.

Dapat dikatakan IPTN akhirnya jatuh bersama Soeharto. Ia mulai sepi order dan kesulitan dalam mendanai proyek pembuatan pesawat terbang. Ia yang tadinya berlimbah kemewahan, mulai morat-marit. Kondisi keuangan IPTN terus memburuk dan dengan cepat bergerak menuju titik nadir. Sungguh memprihatinkan.

Padahal di sisi lain, IPTN memiliki sumber daya manusia yang memiliki kualitas tinggi. Banyak di antara karyawan IPTN adalah lulusan dari berbagai universitas papan atas kelas dunia dan pernah mengecap pelatihan di perusahan pesawat terbang yang juga berkelas dunia.

Untuk menyelamatkan keadaan ini Gus Dur harus putar otak. IPTN harus diselamatkan dari kehancuran total. Namun, pertanyaan pentingnya adalah, siapa yang harus ditugaskan untuk membenahi keadaan IPTN.

Lagi-lagi Rizal Ramli yang dipercaya Gus Dur untuk membersihkan piring kotor ini. Padahal ketika itu Rizal Ramli telah menjabat sebagai Kepala Badan Urusan Logistik.

Awalnya Rizal Ramli menolak. Kepala Bulog tidak berwenang membenahi indutri pesawat terbang, katanya.

Tetapi dengan enteng Gus Dur menjawab: “Kan saya presidennya.”

Rizal Ramli pun tak dapat mengelak lagi.

Hal pertama yang dilakukan Rizal Ramli di IPTN adalah mengubah paradigma industri itu, dari high cost industry menjadi competitive industry yang dapat bersaing di pasar internasional. Untuk menandakan perubahan paradigma ini, nama PT IPTN pun diganti menjadi PT Dirgantara Indonesia (PT DI).

Direksi PT DI diminta untuk membuat blue print dan business plan yang lebih realistis sehingga mampu menyelamatkan PT DI. Rizal Ramli menyarankan agar dalam masa yang sulit ini PT DI tidak memproduksi pesawat terbang atau helikopter terlebih dahulu mengingat kebutuhan akan modal yang cukup besar tetapi tidak terjangkau. Sebagai gantinya, ia mendorong agar PT DI mulai aktif melibatkan diri sebagai pemasok berbagai komponen pesawat yang dibutuhkan industri pesawat bertaraf internasional seperti Boeing, Airbus, dan British Aerospace.

Restrukturisasi yang dilakukan pemerintahan Gus Dur terhadap PT DI ini pun akhirnya terbukti benar. Hanya dalam waktu singkat neraca keuangan PT DI menjadi jauh lebih sehat. Pada tahun 1999 IPTN hanya mencatatkan penjualan sebesar Rp 508 miliar, dan menderita kerugian sebesar Rp 75 miliar. Di tahun 2001, setelah dipermak Gus Dur, PT DI mencatatkan penjualan sebesar Rp 1,4 triliun dan keuntungan sebesar Rp 11 miliar.

Published by

TeguhTimur

Born in Medan, lives in Jakarta, loves Indonesia.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s