Mengundurkan Diri, Boediono Langsung Ditangkap

Posisi Wakil Presiden Boediono semakin terpojok. Dia menjadi target utama dari proses pengusutan skandal bailout Bank Century yang dilakukan DPR lewat pembentukan Panitia Khusus.

Pengusutan skandal dana talangan bernilai Rp 6,7 triliun yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Bank Century menempatkan dirinya sebagai “tersangka utama” pelanggar dan penyimpang sejumlah aturan dan kewenangan. Audit investigatif BPK tersebut dimintakan oleh DPR periode 2004-2009 pada bulan Desember 2008 lalu setelah DPR mengetahui pengucuran dana talangan yang dinilai berlebihan.

Boediono adalah Gubernur Bank Indonesia yang merekomendasikan status “bank gagal yang berdampak sistemik” untuk Bank Century dalam Rapat Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) dinihari 21 November 2008. Beberapa jam sebelumnya, dalam Rapat Dewan Gubernur BI, adalah Boediono yang menetapkan status “bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik” untuk Bank Century.

Dari notulen Rapat KSSK itu, Boediono terlihat begitu bersemangat mempertahankan usulannya, kendati beberapa peserta rapat lainnya menolak dan menganggap rencana penyelamatan yang disampaikan BI tidak berdasarkan pada realita. Bank Century tidak memiliki peranan yang signifikan dalam sistem perbankan nasional, dan karenanya tidak perlu diselamatkan dengan cara menyuntikkan modal. Terlebih, sejak dibentuk dari merger tiga bank sakit pada Desember 2004, Bank Century memang kerap terperosok ke dalam lubang krisis yang sama.

Selain Boediono, figur lain yang menjadi target dari Pansus Centurygate adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani yang karena jabatannya ketika keputusan bailout diambil adalah Ketua KSSK. Dari notulen Rapat KSSK diketahui bahwa Sri Mulyani sempat memberikan perlawanan terhadap skema penyelamatan ala Boediono. Namun di detik-detik terakhir dia menyerah.

Pekan lalu (23/11) setelah BPK menyampaikan hasil audit ke DPR, Fraksi Partai Demokrat pun mengubah sikap. Dari sebelumnya menolak dengan berbagai alasan menjadi mendukung 100 persen. Bahkan, kini Partai Demokrat berusaha merebut kursi pimpinan Pansus itu.

Keinginan keras Partai Demokrat merebut kursi pimpinan KPK dipahami sebagai manuver mereka untuk menjamin bahwa tsunami Centurygate tidak akan menghantam dan meluluhlantakkan kekuasaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sedikit banyak, Partai Demokrat tak mempercayai ucapan-ucapan politik yang mengatakan bahwa kasus ini akan dianggap selesai dengan “mengeksekusi” Boediono.

Partai Demokrat jelas rela bila Boediono diamputasi dari Istana, dan jelas menolak bila setelah mengamputasi Boediono mesin Pansus bergerak liar ke jantung kekuasaan SBY.

Bagaimana dengan Boediono? Apa yang seharusnya dia lakukan di saat dirinya telah dianggap menjadi beban bagi pemerintahan Yudhoyono? Apakah Boediono harus mengundurkan diri dari kursi Wakil Presiden dan merelakan SBY melakukan kompromi politik baru dengan petinggi-petinggi partai politik untuk mengisi kursi kosong yang ditinggalkan Boediono?

Pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin menilai, posisi Boediono memang sangat tidak mengenakan dan serba salah. Bila Boediono mengambil jalan pintas dengan mengundurkan diri, maka nasibnya akan semakin buruk.

“Di negara ini hanya ada dua orang yang memiliki semacam kekebalan hukum. Mereka adalah dua orang yang mengenakan jubah presiden dan jubah wakil presiden,” kata Irman.

Dengan demikian, bila Boediono memilih menanggalkan jubah wakil presiden yang baru satu bulan lebih beberapa hari dia kenakan, maka dengan mudah dirinya dijamah oleh tangan penegak hukum. Laporan hasil audit investigasi BPK sudah cukup sebagai alat bagi Polri, Kejaksaan atau KPK untuk menangkap Boediono yang bukan wakil presiden.

2 Replies to “Mengundurkan Diri, Boediono Langsung Ditangkap”

Leave a comment