KSAR Menggugat Proses Pemilu 2009

ADHIE Massardie menjelaskan dasar gugatan mereka terhadap proses pemilihan legislator yang berlangsung tanggal 9 April lalu. Wawancara ini dikutip dari Harian Rakyat Merdeka.

Apa yang membuat Anda berencana untuk menggugat hasil pemilu?
Perlu diketahui, kita bukan menggugat hasil pemilu tapi menggugat prosesnya.

Kenapa?
Karena yang dipersoalkan adalah hak warga negara. Kalau soal hasil pemilu, itu sudah urusannya partai politik. Kita hanya ingin menjamin demokrasi ini bisa berjalan dengan baik. Karena itu, kita melihatnya dari sisi persiapan pelaksanaan pemilu.

Dalam pelaksanaan pemilu memang ada beberapa masalah teknis, tapi kesalahan yang paling dominan itu terkait dengan soal DPT.

Dari persoalan DPT itu, ada dua yang harus dicermati. Pertama, soal penggelembungan. Orang yang tidak jelas tapi masuk dalam DPT. Misalnya bayi dan orang yang sudah meninggal tapi tercatat sebagai pemilih.

Kedua, banyak masyarakat yang mempunyai hak pilih ternyata tidak didaftar dan itu yang paling besar. Di setiap TPS, ada sekitar 20 pemilih yang tidak terdaftar. Jadi, sekurang-kurang nya, ada 20 juta pemilih tidak terdaftar dan itu diakui oleh anggota KPU I Gusti Putu Artha.

Bukankah pemerintah dan penyelenggara KPU sudah minta maaf?
Lho, persoalan ini tidak cukup hanya dengan meminta maaf. Ini sudah menghilangkan hak warga negara dan ini ada aturannya.

KPU berjanji persoalan ini akan dibenahi jelang pilpres nanti?
Apa jaminannya di pilpres bahwa persoalan ini akan dan bisa dibenahi mengingat waktunya juga sempit. Padahal, soal DPT ini beberapa bulan lalu sebelum di mulainya pemilihan legislatif, kita sudah usulkan untuk dibenahi. Tapi, itu tidak ditanggapi.

Dalam pilpres pun, hal semacam ini akan lebih gila lagi. Kita ingin memberitahu bahwa proses demokrasi itu harus dilandasi hukum yang bagus dan hukum yang kuat. Sehingga yang membuat penyimpangan dalam proses demokrasi ini harus kena sanksi hukum yang tegas.

Siapa yang bakal Anda gugat nanti?
Pertama adalah penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU. Kemudian nanti dari situ, siapa lagi yang bertanggung jawab yang berkaitan dengan masalah DPT-nya itu sendiri, yakni pemerintah.

Nah ujung-ujungnya adalah penang gung jawab dari keseluruhan yaitu presiden. Saat ini kita sedang melakukan penelitian dan sudah sampai pada suatu kesimpulan. Mengingat di setiap TPS ada masalah, ini bukan kekeliruan administratif. Semua ini ada kesalahan yang disengaja dan sistematis.

Apakah persoalan ini mirip de ngan kasus peng gelembungan suara di Bangkalan dan Sampang pada Pilkada Jatim?
Ya sama. Tetapi kita tidak bisa menyimpulkan ini untuk apa dan untuk keuntungan siapa. Biar nanti pengadilan yang akan membuktikannya.

Rencananya ke mana gugatan itu dilayangkan?
Karena ini masalah hak warga negara dan merupakan pelanggaran undang-undang maka gugatan itu akan kita layangkan ke pengadilan biasa di masing-masing wilayah yang bermasalah.

Kami tidak melayangkan gugatan ini ke MK karena lembaga itu kan menangani masalah hasil pemilu atau sengketa pemilu. Sementara yang menjadi materi gugatan kita soal hak warga negara, soal prosesnya bukan masalah hasil pemilunya. Dan langkah awal, gugatan itu akan kita layangkan ke kepolisian.

Kapan gugatan itu akan dilayangkan ke kepolisian?
Kita sedang mengumpulkan datanya. Sebab, ketika kita mengajukan ke proses pengadilan, itu harus ada fakta-fakta dan dokumen-dokumennya. Dan itu sedang kita persiapkan dalam satu minggu ini.

Kenapa materi gugatannya lebih konsen pada proses pemilu?
Karena hakikat demokrasi itu kan adalah proses. Orang kudeta bisa menghasilkan presiden. Presiden hasil kudeta bisa menunjuk orang-orang legislatif di parlemen. Tapi bukan demokrasi yang semacam itu yang diinginkan, (melainkan) demokrasi dari hasil proses pemilu.

Nah, kalau proses demokrasinya tidak transparan, tidak jujur seperti ini, kemudian kita biarkan, ini sudah bukan lagi demokrasi namanya.

Siapa saja yang akan menjadi penggugat, apakah partai politik juga diikutsertakan?
Gugatan itu dari kita sendiri, Komite Advokasi Suara Rakyat (KASR). Tetapi lembaga lain seperti PBHI, LBH dan teman-teman yang lain juga melakukan hal yang sama.

Nanti, kita mungkin akan melakukan pertemuan. Apakah masing-masing mengajukan atau akan bersama-sama? Yang jelas ada lah ini diajukannya berdasarkan domisili. Jadi, gugatan itu di layangkan kepada pengadilan negeri dan kepolisian di masing-masing wilayah yang merasa hak pilihnya hilang atau dirampas.

Teknisnya bagaimana?
Misalnya seperti saya, tinggal di Bekasi tapi tidak terdaftar. Nah, gugatan itu akan dila yang kan ke pengadilan setempat (Bekasi).

Begitu juga dengan teman-teman lain yang tidak terdaftar. Ini akan kita coba ajukan secara serentak dan nasional

Harapannya?
Karena begitu banyaknya warganegara yang diabaikan dan dirampas hak pilihnya oleh KPU, harapan kita demokrasi ini bisa berjalan secara wajar. Selain itu, kami tidak ingin ini terulang pada pilpres nanti.

Bisa dibilang ini sebagai catatan KPU dalam persiapan pilpres nanti?
Kalau nanti di pengadilan terbukti siapa yang salah, berarti harus ada yang dikenakan sanksi dan kita tidak bisa lagi melaksanakan pilpres dengan anggota KPU yang sama.

Seberapa besar peluangnya Anda bisa memenangkan kasus ini?
Proses ini kan harus ke kepolisian dulu. Mungkin minggu depan, kita akan coba masukkan terlebih dahulu ke Mabes Polri, apakah mereka merespons dengan baik atau tidak. Sebab, peran polisi di sini juga sangat penting.

Kalau polisinya betul-betul mengemban hukum, sebagai penegak hukum, mereka tentu akan merespons laporan kami. Tapi kalau kejadiannya seperti yang di Jatim maka 50 persennya berarti sia-sia.

Kenapa gugatannya itu tidak dila yangkan ke Bawaslu atau ke Ga­kumdu (Gerakan Hukum Terpadu)?
Memang ada proses yang seperti itu soal pelanggaran pemilu. Tapi ini kan persoalannya pelang garan hak warga negara, ada pelanggaran HAM. Kita ini mau mencoba keluar dari kawasan pemilu karena kalau ke Bawaslu agak repot.

Ada usulan kalau belum juga terdaftar sebagai pemilih pada pil­pres nanti, KTP bisa diguna kan sebagai bukti dan hak memilih. Bagaimana menurut Anda?
Itu terobosan baru. Yang penting harus ada sanksi dulu kepada me­reka yang telah melakukan kesalahan dan dengan sengaja merampas hak warga negara untuk meng gunakan hak pilihnya. Itu akan kita buktikan di pengadilan siapa yang salah.

Kemudian, soal pemberlakuan KTP, itu bukan berarti menghilangkan kesalahan proses yang terjadi di pileg kemarin. Ini tetap akan diproses dan berjalan sehingga akan menjadi pelajaran bagi kita semua.

Leave a comment