Menguji Serangan Balik Rizal Ramli

dsc063841ADALAH pidato yang disampaikan DR. Rizal Ramli yang kini jadi persoalan.

Pidato ekonom senior, mantan menteri koordinator perekonomian dan menteri keuangan di era Abdurrahman Wahid itu disampaikan pada pertemuan bertajuk Konsolidasi Nasional Pemuda, Mahasiswa, dan Aktivis Pergerakan, pada tanggal 24 April 2008 di Wisma Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Jakarta Selatan.

 

Tulisan ini juga dimuat di myRMnews.
Foto di atas diambil saat Rizal Ramli berorasi di acara deklarasi Dwitunggal Perubahan di Bandung, 10 Januari 2009.

Polisi menganggap pidato itulah pangkal penyebab kerusuhan yang terjadi menyusul demonstrasi menolak kenaikan harga BBM dan menuntut DPR membentuk panitia khusus (pansus) BBM tanggal 24 Juni 2008. Kerusuhan dimaksud meletup di depan kampus Unika Atmajaya, Jakarta, sekitar satu jam setelah demonstrasi berakhir dan setelah DPR menyetujui pembentukan pansus BBM.

Berbekal asumsi di atas, polisi menetapkan Rizal Ramli sebagai tersangka. Dia diduga melanggar pasal160 KUHP, pasal karet haatzai artikelen peninggalan kolonial Belanda.

Bunyi pasal itu, “Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Apa yang sebenarnya disampaikan Rizal Ramli dalam “pidato terlarang” itu? Apakah benar pidato itu berisi ajakan dan hasutan agar masyarakat berbuat anarkis? Apakah benar pidato itu berisi ajakan dan hasutan agar masyarakat menjatuhkan pemerintahan?

dsc05797

Foto: Rizal Ramli menyerahkan buku “Rizal Ramli Lokomotif Perubahan” kepada Ketua Majelis Hakim dalam persidangan Ferry Juliantono, di PN Jakarta Selatan, 5 Januari 2009. Buku itu berisi pengalaman Rizal Ramli selama 1,5 tahun menjadi menteri di era Abdurrahman Wahid. 

Hakim pengadilan PN Jakarta Pusat yang tengah mengadili Sekjen Komite Bangkit Indonesia (KBI) Ferry Juliantono pun tahu bahwa pidato Rizal Ramli tersebut berisi kritik yang biasa, yang disampaikan rakyat yang kecewa pada kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat.

Saat mendengarkan penjelasan Rizal Ramli yang hadir sebagai saksi dalam persidangan Ferry tanggal 5 Januari lalu, sang hakim berkali-kali mengatakan bahwa dia sudah mengetahui isi pidato itu dari berbagai media, cetak dan televisi. Dan menurutnya itu adalah hal yang biasa. Dia pun memuji keberanian dan kecerdasan Rizal Ramli. Dia bahkan menitipkan pesan, agar kelak bila Rizal Ramli jadi presiden, gaji hakim ikut diperhatikan.

Dalam persidangan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) sempat memutar sebagian dari rekaman “pidato terlarang” itu dan membacakan beberapa kalimat yang menurut mereka berisi hasutan dan ajakan agar masyarakat bertindak anarkis.

Antara lain isi pidato Rizal Ramli yang diperdengarkan dan dibacakan JPU berbunyi:

“Nah, saudara-saudara sekalian, ternyata proses reformasi itu telah dibajak oleh kekuatan-kekuatan lama… dan akhirnya membelokkan arah reformasi itu dan telah juga dibajak oleh pikiran-pikiran lama sehingga walaupun ada perubahan politik dari otoriter ke demokrasi, walaupun sudah ada presiden, partai politik dan sebagainya, tetapi jalan yang di pakai dalam bidang ekonomi masih jalan lama.”

“Saudara-saudara, tentu ada sesuatu yang salah. Kok negara-negara lain bisa lebih cepat maju dari negara kita, rakyatnya bekerja, rakyatnya bisa hidup lebih nyaman. Kita sama sekali tidak maju, saudara-saudara. Jalan yang gagal itu, kami sebut jalan yang lama, yaitu yang jalan ekonominya diatur oleh apa yang disampaikan Washington, atau Washington Consensus, dan perangkat Washington dimana banyak kebijakan kita, undang-undang kita, peraturan pemerintah kita dipesan dan diatur oleh kekuatan-kekuatan luar.”

“Pemerintah ini pola berpikirnya tidak jauh dengan mahasiswa kos-kosan; nggak punya uang, ngutang. Bukannya melakukan penghematan, melakukan pengurangan pemborosan, tetai justru malah kerjanya, bisanya, mengutang. Kedua, bermental jual. Nah, kalau semua bahan baku, bahan mentah dijual maka tidak akan ada pekerjaan untuk rakyat. Tidak ada nilai tambah untuk bangsa kita.”

Tetapi JPU tak peduli dengan penilaian hakim. Polisi pun begitu. Maka di hari yang sama, Rizal Ramli ditetapkan sebagai tersangka.

dsc06978

dsc07104

Foto: Rizal Ramli saat memenuhi panggilan Mabes Polri tanggal 15 Januari 2009. Rizal Ramli diperiksa sebagai tersangka. Rizal Ramli dan puluhan pendukungnya berjalan kaki dari Hotel Ambhara di Blok M ke Mabes Polri.  

Menanggapi status tersangka ini, dalam jumpa pers tanggal 9 Januari 2009 di kantornya, Rumah Perubahan, di kawasan Panglima Polim, Jakarta Selatan, dengan tegas ia mengatakan:

“Kalau soal Rizal Ramli pribadi, saya terus terang tidak terlalu peduli. Pada saat kami muda, kami ingin Indonesia lebih demokratis. Dengan menulis kami pernah dihukum di penjara Sukamiskin. Jadi saya sudah biasa menghadapi berbagai tekanan dan cobaan… kalau demi memperbaiki nasib rakyat, Rizal Ramli siap menantang dan menerjang badai.”

Rizal Ramli diperiksa polisi tanggal 15 Januari, lalu diperiksa kembali tanggal 20 dan 21 Januari 2009.

Tetapi Rizal Ramli tidak tinggal diam. Ia tengah merancang, setidaknya dua serangan balik.

Hari ini (Selasa, 27 Januari 2009) Rizal Ramli akan mendaftarkan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi, meminta agar pasal 160 KUHP dicabut.

“Pasal ini merupakan pasal peninggalan kolonial yang digunakan untuk menghambat demokrasi. Dan pasal ini bertentangan tidak dengan pasal 28 ayat c dan d,” kata Sirra Prayuna, Koordinator Advokasi Perubahan Indonesia, dalam jumpa pers di Rumah Perubahan, 23 Januari 2009.

Bukan hanya demi Rizal Ramli, pengajuan judicial review ini, sambung Sirra, juga berkaitan dengan nasib demokrasi Indonesia. Bila dibiarkan, pasal ini akan kembali dijadikan pisau jagal untuk membungkam kebebasan menyampaikan pendapat dan pikiran.

Serangan balik berikutnya akan disampaikan setelah pengajuan judicial review ke MK, masih di hari yang sama.

“Pidato terlarang” yang disampaikan Rizal Ramli dalam pertemuan di Wisma PKBI itu akan diterbitkan sebagai buku saku, dan disebarkan secara gratis kepada masyarkat umum.

“Pidato ini mengenai nasib rakyat banyak. Biarlah rakyat ikut memberikan penilaian, apakah benar pidato ini berisi hasutan, atau sebaliknya, berisi seruan agar kita sebagai sebuah bangsa bekerja bersama-sama memperbaiki nasib bangsa kita,” kata Adhie Massardi, yang kini menjadi jurubicara Rizal Ramli.

“Pidato Terlarang Rizal Ramli” itu akan dibedah petang hari ini (Selasa, 27 Januari 2009), setelah Rizal Ramli menyampaikan gugatan judicial review ke MK.

Apakah kedua “serangan balik” ini akan efektif menyelamatkan Rizal Ramli dari jeratan pasal karet peninggalan Belanda yang populer di jaman Orde Baru?

Kita lihat saja nanti.

7 Replies to “Menguji Serangan Balik Rizal Ramli”

  1. Rizal Ramli mau apa sih…
    Emangnya kalau dia jadi presiden bisa beresss semua…
    Selama jadi menteri apa prestasinya???

  2. Pak Rizal maju terus. Dulu, pekerjaan Bapak di era Gus Dur terlupakan karena kita disibukkan oleh geger politik di masa itu.
    Wajar orang seperti “stop Hipocracy” gak ngerti.

  3. Stop Hipocracy emang blo’on. Selama jadi mentri dia menggerus korupsi di PLN dan menghapuskan pungli dan menaikan devisa PLN tanpa mengeluarkan sepeserpun. semuanya 100% dari penggerusan pungli di tubuh PLN! Baca politik dong.

    Soal SBY:
    SBY bukanya jelek, dia gagah sebagai komandan ABRI, tapi kurang mengerti hukum dan ekonomi. Istilahnya SBY sudah seperti macan ompong, gagah tapi digerogoti konglomerat dan pakar amatiran yg janji-in dia ketenaran.
    SBY sendiri tidak korup, cuma seneng jadi orang tenar saja. Orang yg haus akan ketenaran sama seperti selebritis-selebritis lainnya: agak lemah dan tidak kuat akan godaan yang menjanjikan dia untuk lebih tenar lagi.

    Keberhasilan pemerintah tidak bisa dihitung dari ” pendapatan perkapita SELURUH rakyat Indonesia!”

    Keberhasilan pemerintah harus dilihat dari ” pendapatan perkapita SETIAP rakyat Indonesia!”

    Tentu ada perbedaan MENYOLOK andata “SELURUH” dan “SETIAP”

    baca penjelasannya: http://pnbk-dialog.blogspot.com/

Leave a comment