Sikat Mafia Minyak! (Namanya Mr. R)

KETUA Umum Komite Bangkit Indonesia (KBI) Rizal Ram­li mengatakan, mafia minyak harus disikat untuk mengurangi biaya im­por minyak. Bila biaya impor rendah, maka pemerintah tak perlu menaikkan harga BBM yang bisa membebani rakyat.

Dikutip dari http://www.rakyatmerdeka.co.id. Yang gak langganan gak bisa akses. 🙂

“Pemerintah jangan seenaknya mem­bebani rakyat dengan menaikan harga minyak. Masih banyak cara yang bisa ditempuh supaya nggak naik, salah satunya dengan menyikat habis mafia minyak berinisial Mr R,” tegas Rizal Ramli di acara Konso­li­dasi Pemuda, Mahasiswa dan Aktivis Pergerakan KBI di Gedung PKBI, Jakarta, kemarin.

Rizal mengungkapkan, Mr R ini adalah warga negara Indonesia yang tinggal di Singapura. Dia mengaku im­por minyak Indonesia dari negara itu. Mr R ini disebut-sebut dekat dengan kalangan Istana.

Bekas Menko Ekuin ini membe­ber­kan, mafia minyak ini memungut 2 dolar AS dari setiap barrel minyak yang diimpor. Jika jumlah impor Indonesia mencapai 300 juta barrel, maka mafia minyak ini akan menang­guk untung mencapai 600 juta dolar AS atau seki­tar Rp 2,73 triliun (kurs Rp 9.100).

Akibat adanya fee impor 2 dolar AS per barrel ini, maka biaya produksi BBM di dalam negeri lebih tinggi 20 persen dibandingkan negara-negara lain.

“Sikat dong mafia ini, jangan hanya nyanyi-nyanyi doang. Kalau ini dila­ku­kan, kita menggunakan minyak men­tah dalam negeri maka biaya pro­duksi BBM akan rendah,” tegas Rizal, sang lokomotif perubahan ini.

Rizal mengatakan, Indonesia harus impor minyak karena tak mampu me­naikkan produksi (lifting) 300 juta bar­rel selama tiga tahun terakhir. Bahkan, beberapa tahun berakhir, terjadi penu­runan jumlah produksi dan tak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Pada kesempatan ini, Rizal pun me­ngaku prihatin dengan kondisi rakyat yang makin sulit. APBN sudah direvisi dua kali, dan kemudian direvisi untuk ketiga kalinya dalam rentang.

Rizal mengaku prihatin, karena ang­garan sudah direvisi tiga kali dalam rentang waktu yang pendek. Hal ini ter­jadi karena asumsi yang dipakai tak sesuai, dengan adanya kenaikan harga minyak dunia, kenaikan pangan, ke­mungkinan penurunan pertumbuhan ekonomi, dan dampak resesi di Ame­rika terhadap ekonomi Indonesia.

Kondisi ini, kata dia, sama seperti menjelang krisis ekonomi 1997 yang membuat Soeharto terjungkal dari kur­si kekuasaanya. Pada saat itu, anggaran di revisi dua sampai tiga kali karena angka-angkanya tidak bisa dipercaya. Kedua, kejatuhan Soeharto dipicu ke­naikan harga BBM.

Sementara itu, pemerintah disaran­kan merevitalisasi kilang-kilang mi­nyak yang selama dianggap tak pro­duktif. Kilang-kilang itu digenjot lagi produksi minyaknya.

“Apabila sumur-sumur minyak yang menganggur itu dieksplorasi maka har­ga BBM didalam negeri tidak perlu dinaik­kan. Sebab dengan jumlah pro­duksi minyak yang optimal maka Indo­nesia akan mendapatkan banyak keun­tungan dari melonjaknya harga minyak dunia,” kata Wakil Ketua Komisi VII DPR, Sutan Bhatoegana.

“Dalam kondisi seperti ini kita tak usah peduli pribumi atau asing. Pokok­nya dia mampu mengekplorasi dan memproduksi minyak dalam jumlah besar dia yang ngolah sumur,” Sutan.

Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR ini mengungkapkan, saat ini ada be­berapa sumur minyak yang meng­ang­gur misalnya di Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan sekitar wilayah Cepu.

One Reply to “”

Leave a comment