Kosovo, Kemerdekaan yang Dipuji dan Dicaci

DEKLARASI kemerdekaan Kosovo disambut beragam sikap. Sebagian negara mengakui kemerdekaan itu dan bersiap membangun hubungan diplomatik dengan Kosovo.

Sebagian lain mengecam karena khawatir proklamasi itu akan melahirkan gelombang baru gerakan separatisme.

Negara Balkan itu hari Minggu kemarin secara resmi memisahkan diri dari Serbia. Di masa lalu kedua negara ini, Kosovo dan Serbia, adalah bagian dari Yusgoslavia.

Amerika Serikat, misalnya, menyambut baik proklamasi kemerdekaan Kosovo. Dukungan Amerika Serikat atas kemerdekaan Kosovo disampaikan Menteri Luar Negeri Condoleezza Rice secara tertulis hari Minggu kemarin.

“Kami mengucapkan selamat kepada rakyat Kosovo dalam peristiwa yang bersejarah ini. Presiden Bush telah menyatakan sikap setuju untuk membangun hubungan diplomatik kedua negara,” tulis Rice.

Negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa sejak hari Minggu kemarin juga mulai menyampaikan dukungan atas proklamasi kemerdekaan itu.

Perdana Menteri Inggris Gordon Brown mengatakan negaranya mulai saat ini akan mengakui Kosovo secara formal sebagai sebuah negara yang berdaulat penuh.

Sementara Prancis mengatakan sedang dalam proses mengakui Kosovo. Adapun Jerman mengindikasikan dukungan.

Di sisi lain, beberapa negara Uni Eropa seperti Yunani, Spanyol dan Rumania memberikan sinyal kuat bahwa mereka tidak akan mengikuti sikap tetangga Eropa mereka itu, mengingat kemerdekaan Kosovo ini bisa jadi preseden buruk di masa datang.

Spanyol, misalnya, saat ini tengah menghadapi pemberontakan kelompok Basque yang menginginkan kemerdekaan. Sepanjang 30 tahun terakhir, pemerintah Spanyol terlibat kontak senjata dengan kelompok Basque.

Kemerdekaan Kosovo ini juga merepotkan Georgia, negara tetangga Rusia yang di masa lalu menjadi bagian dari Uni Soviet. Ossetia Selatan dan Abkhazia, dua provinsi di Georgia yang pro-Rusia, menggunakan proklamasi Kosovo untuk membantu kampanye separatis mereka.

Menghadapi kekhawatiran ini, Amerika dan Uni Eropa mengatakan, kasus Kosovo tidak dapat digunakan sebagai pemicu gelombang “deklarasi kemerdekaan” di beberapa negara yang sedang bergolak.

“Di Kosovo kita menemukan kombinasi beberapa faktor yang tidak biasa, mulai dari keruntuhan Yugoslavia, pembantaian etnis dan kekerasan terhadap rakyat di Kosovo, juga memperpanjang pemerintahan di bawah bendera PBB untuk menjaga perdamaian di sana. Semua ini membuat Kosovo menjadi kasus yang berbeda. Kosovo bukan model yang dapat digunakan untuk situasi lain di negara lain saat ini, ” ujar Rice.

Sementara pihak Barat menyambut gembira kemerdekaan Kosovo, Rusia dan China yang juga anggota tetap Dewan Keamanan PBB menyampaikan sikap berbeda. Kedua negara ini menyesalkan deklarasi kemerdekaan yang dilakukan secara sepihak oleh Kosovo.

Serbia yang ditinggalkan Kosovo berjanji tidak akan menggunakan kekerasan untuk merespon deklarasi Kosovo, walau di sisi lain mereka juga menyatakan tidak mengakui kemerdekaan itu.

Mitrovica, sebuah kota di utara Kosovo yang mayoritas penduduknya adalah suku Serbia, diramaikan oleh demonstrasi sejak Kosovo memerdekakan diri. Rakyat turun ke jalan sambil mengibarkan bendera Serbia.

Di Beijing hari Minggu kemarin, Jurubicara Menteri Luar Negeri
Liu Jianchao juga menyampaikan kritik atas manuver Kosovo memerdekakan diri.

Seperti beberapa negara lain, China juga tengah direpotkan oleh gerakan separatisme. Negara itu hingga kini dianggap merebut Tibet secara paksa. Belum lagi gelombang separatisme di Xinjian. China juga mengklaim Taiwan sebagai bagian dari negara tirai bambu itu.

One Reply to “”

  1. makasih bgt y,,,

    artikel U ini sgt membantu

    aQ anak HI dan kita mw ngadain SDC (Short Diplomacy Course) ttg kemerdekaan kosovo

    kmu ga pgn nyertain pernyataan negara2 UE terutama UK ttg ini ^;^

    bonsoir,,

Leave a comment