BRR – Universitas Syiah Kuala Banda Aceh berkerjasama dengan Universitas Kobe dan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias menggelar International Workshop & Expo Pengurangan Risiko Bencana (Disaster Risk Reduction) pada tanggal 8-11 Desember 2007. Workshop ini diharapkan bisa memberikan pengetahuan bagi warga tentang tatacara penyelamatan diri saat bencana.
Sebelumnya, Unsyiah telah membentuk Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana, sebagai respon terhadap pentingnya upaya pendidikan dan penyadaran masyarakat tentang mitigasi bencana dan tsunami. Workshop yang berlangsung di Universitas Syiah Kuala itu diikuti sejumlah peserta dari Aceh, Jepang dan beberapa negara lain. Sejumlah pakar tsunami dan mitigasi bencana dari Universitas Kobe dan Universitas Nagoya akan memberikan presentasi dalam workshop tersebut.
Selain workshop, Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana Universitas Syiah Kuala juga menggelar Expo, yang terdiri atas pameran foto rekonstruksi Aceh, sepeda santai, hiking, dan sejumlah kegiatan lain. Rektor Universitas Syiah Kuala Darni Daud mengatakan, workshop ini diharapkan bisa mewujudkan proses pembelajaran dalam kesiapsiagaan penanggulanan bencana serta mencari solusi bagi rekonstruksi pascatsunami.
Darni Daud menekankan pentingnya upaya penyadaran bagi masyarakat dalam menanggulangi bencana. Tsunami yang melanda Aceh tiga tahun silam menjadi pelajaran berharga. Selain merenggut ratusan ribu korban jiwa, tsunami juga meluluhlantakkan Aceh dan sejumlah kawasan di Samudera Hindia.
“Korban yang cukup banyak tidak harus terjadi, apabila masyarakat kita aware dan mengetahui cara untuk melakukan aksi yang cepat dan tepat untuk penyelamatan diri. Sehingga korban yang jatuh tidak terlalu banyak,” kata Darni kepada wartawan di kampus Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh, Sabtu (8/12).
Darni menambahkan, saat gempa berkekuatan 9.0 SR mengguncang Aceh dan menyebabkan air laut surut, banyak masyarakat Aceh malah berupaya memungut ikan yang tergeletak akibat laut mengering. Padahal, tsunami pernah menerjang Kepulauan Simeulue, sekitar tahun 1800-an. Masyarakat Simeulue menyebutnya Smong.
“Saat tsunami lalu, tidak banyak masyarakat Simeulue yang menjadi korban. Karena mereka sudah tahu tsunami dari cerita turun-temurun,” kata Darni Daud.
Beranjak dari pengalaman tsunami, pada Februari 2005 Universitas Syiah Kuala membentuk Pusat Riset Tsunami. Beberapa waktu kemudian Unsyiah kembali membentuk lembaga yang dinamakan dengan Pusat Mitigasi Bencana. Pada 2006 silam, kedua lembaga ini digabung dan menjadi Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana.
Menurut Darni Daud, lembaga ini dibentuk untuk memberikan pendidikan, pelatihan kepada masyarakat tentang tsunami dan kesiapan dalam menghadapi bencana. “Unsyiah menganggap proses pembelajaran ini penting, agar masyarakat tahu apa yang harus dilakukan jika bencana datang.” kata Darni.
Sementara itu, Kepala Pusat Pengendalian Lingkungan dan Konservasi BRR R. Pamekas menyebutkan, dalam upaya menanggulangi bencana perlu diakomodir berbagai kerarifan lokal, seperti cerita Smong di kalangan masyarakat Simeulue.
Dia berharap, Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana Unsyiah harus mampu mewujudkan pengelolaan lingkungan secara dini melalui penataan ruang berbasis lingkungan dan kebencanaan. “Bahkan yang lebih ideal lagi adalah terciptanya pengelolaan lingkungan secara rutin berbasis kearifan lokal,” kata R. Pamekas.
Saat ditanya soal kesiapan Aceh dalam menghadapi bencana, R. Pamekas mengatakan, berdasarkan penelitian yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2006 silam, Aceh termasuk daerah yang belum terlalu siap dalam menghadapi bencana, jika dibandingkan Sumatera Barat, dan Provinsi Bengkulu. Penelitian ini mengambil sampel masyarakat umum, pejabat pemerintahan, dan siswa.
Pamekas menyebutkan, banyak upaya yang telah dilakukan para pelaku rekonstruksi agar Aceh lebih siap dalam menghadapi bencana alam. Di antaranya dengan membangun jalur penyelamatan (escape road), escape building, sirene peringatan dini (yang telah dipasang enam unit di Banda Aceh dan Aceh Besar –red.), penataan perkampungan (village planning).

Saya mau tahu alamat dan no. tlpn pusat studi bencana di universitas syiah kuala.
terima kasih