KUBU Megawati Soekarnoputri sedang mencari kemungkinan motif politik di balik kejadian yang bikin kesal ini. Apakah ada kaitannya dengan persiapan masing-masing kubu menuju Pilpres 2009?
Berikut berita yang dikutip dari myRMnews.
MEGAWATI Soekarnoputri Minggu siang waktu Indonesia (23/9) kecewa berat. Ketua Umum PDI Perjuangan ini dilarang menyewa helikopter TNI Angkatan Udara untuk keperluan mengunjungi korban gempa di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Menurut orang PDIP, larangan datang dari Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto.
Hal itu disampaikan Ketua DPP PDIP Tjahjo Kumolo dan Wakil Sekjen DPP PDIP Agnita Singedikane Irsal kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
“Ibu Megawati sejak kemarin keliling mengunjungi masyarakat korban gempa di sejumlah daerah di Sumatera Barat, di antaranya ke Kepulauan Mentawai. Untuk berangkat ke Mentawai, rombongan direncanakan menyewa dua helikopter, masing-masing milik TNI AU dan Departemen Sosial,” kata Tjahjo di kediamannya di kawasan Duren III, Jakarta Selatan.
Ketika Megawati dan rombongan bersiap-siap take off dari Bandara Minangkabau, Padang, tiba-tiba datang Danrem 032 Wirabraja, Kolonel Bambang Subagyo dan Danlanud Tabing Padang Letkol Pnb Sugiharto.
“Mereka mengatakan helikopter tidak bisa dipakai karena ada kendala teknis. Tapi setelah kami cari tahu, ternyata alasan pembatalan bukan karena alasan teknis, tapi ada larangan langsung dari Panglima TNI agar helikopter yang disewa Ibu Mega dilarang terbang. Instruksi pelarangan itu diterima langsung melalui telepon dari Cilangkap (Mabes TNI),” kata Tjahjo yang juga Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDIP.
Tjahjo mengatakan hal itu sesaat setelah berbicara dengan Megawati melalui telepon genggamnya sebelum menjawab pertanyaan Rakyat Merdeka terkait kemungkinan motif politik di balik insiden tersebut.
Padahal, menurut dia, sebelumnya Mega Cs sudah mendapat izin menyewa helikopter milik TNI AU. “Selain menyewa helikopter TNI, kami juga menyewa helikopter milik Departemen Sosial. Bahkan, Mensos Bachtiar Chamsyah menunjukkan rute yang aman untuk sampai ke sana.”
Tjahjo mengatakan, itu merupakan peristiwa kedua yang dialami Mega. Karena, sebelumnya, ketika akan mengunjungi para korban tsunami di Aceh Mega juga dijegal. Tjahjo menilai, pelarangan itu sangat kental muatan politisnya. “Ini jelas-jelas ada kaitannya dengan persaingan Pilpres 2009.”
Bagaimana reaksi Mega? “Tentu saya kecewa,” kata Mega.
Larangan itu dari Panglima yang disampaikan Danrem 032 Wirabraja, Kolonel Bambang Subagyo dan Danlanud Tabing Padang Letkol Pnb Sugiharto, kepada Mega saat Mega tiba di Bandara Udara Minangkabau Padang, Minggu siang.
Selain menggunakan helikopter TNI AU, setibanya di Padang, rombongan berniat meminjam satu helikopter tambahan dari Pangdam Bukit Barisan untuk dipakai ke Lunang Silaut, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar.
Mega menilai, dalam menanganibencana pemerintah masih bersifat reaktif dan tanpa perencanaan yang baik. “Sifat reaktif itu harus diubah karena Indonesia negara yang rawan gempa.’’ Dalam kunjungan itu Mega memberikan bantuan secara simbolis, antara lain susu bubuk dan mainan anak-anak.
Dia juga mengingatkan, pemerintah perlu melakukan sosialisasi yang baik mengenai antisipasi bencana dan proses penyelamatan, termasuk membangun kesadaran warga untuk meminimalisasi kerusakan dan korban akibat bencana alam. “Sosialisasi jelas sangat kurang. Masyarakat juga harus aktif bertanya kepada aparat pemerintah daerah,” katanya di hadapan ratusan warga Desa Cikabu yang berkumpul di tenda pengungsian.
Masalah Kecil
Sementara, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mabes TNI, Marsekal Pertama Sagom Tamboen, menyangkal larangan Mega menggunakan helikopter TNI AU atas perintah Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto.
Dia mengatakan, Panglima tidak ada kaitan dengan pelarangan ini. Pelarangan itu memang sudah sesuai aturan main dan job description para prajurit yang tengah bertugas di sana.
“Ini hari Minggu bos, Cilangkap tutup jadi tidak benar kalau ada perintah dari sana. TNI itu menyiagakan pesawat di Padang, Palembang, dan Bengkulu untuk mendistribusikan bantuan sosial, begitu aturan mainnya. Sudahlah masalah kecil ini, jangan dibesar-besarkan,” kata Sagom saat dihubungi via ponselnya, kemarin.
Jadi, kata Sagom, pesawat TNI itu digunakan hanya khusus untuk mengangkut bantuan ke daerah bencana, bukan untuk mengangkut orang yang akan menyumbang. Dia berpendapat, adalah terlalu jauh jika mengatakan peristiwa itu ada muatan politisnya. ’’Kejadian itu tidak ada kaitannya dengan Panglima, apalagi Presiden SBY.’’
Kru pesawat di lapangan itu, sambung Sagom, sudah bertugas selama puluhan tahun.
