Kami Menentang Bush dengan Pita Oranye

DEMONSTRASI menentang pemerintah Bush hari Rabu lalu (9/5) tak seperti yang saya bayangkan. Tidak ada kerumunan massa seperti pada demontrasi yang biasa saya saksikan selama ini.

Ratusan mahasiswa Universitas Hawaii hari itu hanya wira-wiri dengan pita oranye di lengan mereka sebagai tanda menolak semua kebijakan pemerintahan Bush. Sebagian bergerombol di anak tangga Student Center menyaksikan para pemain musik yang sedang manggung. Sementara yang lainnya mendatangi “stand” kelompok pendukung demonstrasi.

Seperti ratusan mahasiswa itu, saya juga mengikatkan pita oranye di lengan kanan saya. Sepeda saya parkirkan tak jauh dari Student Center. Setelah puas berbicara dengan penjaga di masing-masing stand, dan membeli “Failed State” karya Noam Chomsky di stand Toko Buku Revolution, saya memilih bergabung dengan kelompok mahasiswa yang duduk di anak tangga menyaksikan seorang mahasiswa memainkan senar gitarnya di panggung. Bukan lagu revolusi yang dia lantunkan. Hanya lagu cinta yang biasa. Untuk orang awam seperti saya, musiknya oke juga.

Hari itu, beberapa spanduk besar berisi kecaman terhadap pemerintah Bush dipasang di padang rumput kecil di depan Student Center. Tiga spanduk berwarna hijau masing-masing bertuliskan “The World Can’t Wait, Drive Out the Bush Regime,” “Your Government is Waging Murderous and Illegitimate War in Iraq,” dan “Your Government is Moving Towards Theocracy.” Sementara pada sebuah spanduk oranye yang berukuran lebih kecil tertulis “No Attack on Iran”.

Di luar Hemenway Theater, tempat pemutaran film dan orasi, juga dipajang beberapa spanduk bernada serupa. Ada yang bertuliskan “Impeach Bush Now” dan U.S. Military Monster Out of Hawaii”.

Juga ada poster George W. Bush yang sudah dimontase. Mahasiswa menambahkan kalimat “I am Fascist” pada bubble berwarna kuning. Sementara pada poster Menlu AS Condoleezza Rice ditambahkan kata-kata “Nuke the World”.

Isu yang diangkat oleh kelompok anti-Bush ini juga bermacam-macam, tergantung organisasi pendukung demo. Sekelompok mahasiswa dan dosen Universitas Hawaii, misalnya, membawa isu tentang kegiatan penelitian rahasia yang dilakukan UH untuk kepentingan militer terutama Angkatan Laut AS (U.S. Navy). Pembicaraan ke arah itu sudah dilakukan pihak UH dengan AL-AS sejak tahun 2002 lalu. Kelompok penentang ini menyesalkan sikap Presiden UH David McClain yang mendukung program University Affiliated Research Center (UARC) demi mendapatkan dana segar 50 juta dolar AS untuk berbagai riset yang dirahasiakan.

Tahun 2005 lalu kelompok penentang UARC sempat menduduki kantor Presiden US selama seminggu untuk menentang rencana itu. Tetapi sampai sekarang, program UARC terus berlangsung.

Kelompok penentang percaya bahwa tidak sepatutnya universitas yang harus mengabdi kepada kepentingan kemanusiaan, malah digunakan sebagai alat dan kepanjangan tangan militer yang ekspansif dan destruktif.

“University should be places of learning and inquiry, the open changes of ideas, and research that serves the community and public good. University should NOT be used by the military to further their war aims or to perfect ways of killing or controlling people,” tulis mereka dalam selebaran berwarna hijau terang yang dibagi-bagikan kepada civitas academica yang melintas di Student Center.

Menurut mereka kehadiran UARC membawa berbagai konsekuensi. Misalnya penempatan Navy Nuclear Aircraft Carrier Battle Group di Pearl Harbour, perluasan prosyek Stars Wars Missile Defense di pulau Kauai, Oahu, Maui dan Hawaii. Juga pembangunan proyek penelitian di dua gunung yang dinilai keramat oleh masyarakat lokal, yakni Haleakala dan Mauna Kea. Berbagai aktifitas militer ini selain membahayakan nayawa orang juga merusak lingkungan dan tempat-tempat sakral masyarakat lokal.

Kelompok anti-UARC ini menolak semua kebijakan yang mengarah pada satu hal: menjadikan Hawaii sebagai pangkalan militer AS. Mereka juga khawatir semakin banyak pemuda Hawaii yang direkruit menjadi tentara AS, dan ditempatkan di pangkalan-pangkalan militer AS di banyak negara. Mereka menyayangkan bila pemuda-pemuda itu terlibat pada perang yang digelar oleh dan untuk kepentingan segelintir elit Amerika Serikat.

Kelompok lain fokus menentang Military Commission Act (MCA). Pakta ini memungkinkan pemerintah Amerika Serikat dapat menangkap siapa saja yang dinyatakan Presiden AS sebagai “alien unlawful enemy combatants”, menyiksanya dengan menggunakan berbagai metode sebelum membawanya ke pengadilan. Terpidana yang sudah terjerat hukum karet ini bahkan tidak akan diperbolehkan melihat bukti-bukti yag memberatkannya.

“Under the MCA, the definition of ‘purposefully and materially supported hostilities’ is up to Bush to define.”

Kelompok penentang Superferry, kapal laut penyeberangan berkecepatan tinggi, juga tidak mau ketinggalan. Ferry berbadan besar berkecepatan 40 miles per jam dengan kemampuan angkut 250 kendaraan dan 900 penumpang itu baru diluncurkan beberapa minggu lalu. Protes merebak di kalangan warga Hawaii. Kini Superferry diparkir di salah satu pelabuhan di Oahu. Kita dapat meenyaksikan ferry raksasa itu dari China Town.

Dengan bobot dan kecepatan XL seperti itu, Superferry berpotensi merusak lingkungan hidup, khususnya laut, Hawaii. Apalagi, ketika beroperasi Superferry tidak mengikuti sertifikasi amdal, Environmental Impact Statetment (EIS).

Superferry disebutkan mengkonsumsi 5.600 galon bahan bakar untuk menempuh jarak sejauh 110 miles dari Oahu ke Big Island. Konsumsi bahan bakar ini diperkirakan tiga kali lebih dibandingkan apabila menggunakan pesawat terbang untuk jarak tempuh yang sama.

Kelompok penentang Superferry juga mencium bau nepotisme dan kepentingan pihak militer di balik pengoperasian Superferry itu.

Dalam selebaran yang dibagikan kelompok ini dituliskan bahwa pemegang saham Superferry adalah J.F. Lehman & Company. John F. Lehman adalah mantan pejabat tinggi dinas AL-AS di era Ronald Reagen. Dia juga salah seorang penandatangan Project for a New American Century, dan anggota The Heritage Foundation, selain komisioner pada National Commission on Terrorist Attack di era Bush. Dia juga disebut sebagai salah seorang tokoh kelompok Hawkish—pendukung perang di tubuh pemerintahan AS.

Perusahaan yang dipimpin Lehman fokus pada urusan militer. Pacific Business News edisi 28 Maret 2005 menurunkan laporan tentang rencana Lehman membangun proyek Superferry yang didukung oleh investasi sebesar 58 juta dolar AS.

“With Lehman’s expertise, the Superferry plans to operate a Westpac express, essentially to carry military equipment and ferry vehicles from Oahu to the Big Island on a daily basis.”

Saya juga sempat mampir ke stand Hawaii Coalition for a Just in Palestine-Israel. Organisasi ini dibentuk oleh berbagai organisasi lintas agama, terutama Kristen, Yahudi, Islam dan Buddha, yang ada di Hawaii untuk mendukung perdamaian di Palestina. Satu-satunya cara untuk menghentikan konflik yang berlangsung puluhan tahun itu, kata wanita penjaga stand adalah dengan menarik semua pasukan Israel dari tanah orang Palestina yang mereka duduki secara paksa.

Setelah menerima berbagai brosur dan majalah Washington report on Middle East Affair dari wanita itu, saya berlalu.

Published by

TeguhTimur

Born in Medan, lives in Jakarta, loves Indonesia.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s