Dinamika pemikiran Islam, dengan segala kecenderungannya, dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan gambaran yang cukup positif. Fakta ini membuktikan bahwa perkembangan Islam sangat terkait erat dengan perubahan dan dinamika zaman itu sendiri. Seiring hal itu, tentu saja terjadi perubahan pergeseran pemahaman, setidaknya peningkatan ke arah lebih baik, dari pengamalan ajaran Islam. Meski demikian, pada sebagian umat Islam masih didapati model pemahaman Islam yang ‘hitam-putih’ sehingga berimplikasi pada sikap dan amalan mereka sehari-hari.
Doktrin jihad misalnya, masih ada yang menafsiri secara sempit sebatas memerangi orang kafir atau membunuh orang tak berdosa seperti dengan cara meledakkan bom. Implikasi lain, sikap-sikap semacam itu juga melahirkan potret ekstremisme dan fundamentalisme Islam, kelompok Islam radikal, dan bahkan citra pelakunya sebagai teroris. Menyibak hal tersebut, tim At-Tanwir mewawancarai mantan tokoh kelompok Islam radikal Jamaah Islamiyah (JI) yang juga penulis buku best seller Membongkar Jamaah Islamiyah, Nasir Abas. Nasir pernah menjabat sebagai Ketua Mantiqi Tsalis JI. Petikannya:
Bagaimana Anda mensikapi perbedaan pandangan tentang ajaran Islam?
Saya kira perbedaan itu hal yang lumrah, dan biasa terjadi. Karena perbedaan itu sendiri kan suatu sunnatullah yang pasti terjadi. Karena itu, perbedaan harus disikapi secara wajar.
Tapi kalau perbedaan itu menjurus ke hal yang anarkhis?
Itu sudah berlebihan. Harus disikapi secara rasional, tidak emosional. Demikian halnya kalau menafsiri Islam, maka ya harus sesuai tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi Saw. Penafsiran yang berlebih-lebihan terhadap Islam hanya akan membuat agama Islam kerdil, tidak bisa mengikuti perkembangan zaman. Padahal Islam itu agama yang washatiyyah (tengah-tengah), moderat, tidak suka dengan sesuatu yang berlebihan, dan ajarannya akan selalu kontekstual sampai akhir zaman.
Tapi, Anda setuju tindakan anarkhisme yang dilakukan segelintir umat Islam dengan dalih jihad?
Saya jelas menolak cara kekerasan itu. Apapun alasannya, kekerasan tidak dapat dibenarkan dan ditolak oleh semua agama, termasuk Islam. Jihad itu kan ada tata caranya, dan tujuannya juga sangat mulia. Misalnya, jihad dilakukan dengan cara yang santun, tidak melukai orang lain, dan tetap dalam koridor ajaran Islam. Membuang duri dari jalanan juga jihad, menuntut ilmu itu jihad, mengamalkan agama secara santun dan moderat pun jihad. Itu semua dalam kondisi aman. Tapi jihad ada kalanya dengan mengangkat senjata. Cara ini bila dalam kondisi negara kacau atau berperang. Rasulullah mencontohkan bahwa jihad angkat senjata semata untuk membela marwah (martabat) bangsa, agama, dan negara dari serangan musuh. Mendoakan saudara-saudara kita di Palestina agar kuat berjuang dalam menghadapi penindasan Israel, juga termasuk jihad. Tapi, meledakkan bom di Bali seperti dilakukan Imam Samudra Cs jelas bukan jihad, meskipun dia bilang itu jihad. Saya tidak setuju dengan perkataan salah satu tokoh Islam yang mengatakan bahwa mereka (Imam Samudra Cs) adalah mujahid.
Kalau begitu, perlu rekonstruksi makna jihad?
Bukan hanya makna jihad saja. Saya kira, semua ajaran Islam harus selalu diaktualkan dengan cara merekonstruksi ajaran-ajarannya agar dapat mengikuti zaman dan selalu menjadi bagian dari solusi permasalahan yang dihadapi. Islam akan jumud jika ajarannya tidak terus diperbarui.
Menurut Anda, apa penyebab sebagian umat Islam mengambil sikap radikal dalam beragama?
Itu karena pemahaman mereka terhadap Islam yang salah. Islam itu lembut dan santun, tapi ajarannya dipahami secara salah, sempit, setengah-setengah tanpa melihat kondisi yang ada. Jadi Islam dilihat secara hitam-putih. Ini jelas berbahaya. Saya berharap, agar cara pemahaman yang tidak baik dan hanya merusak nama Islam ini diakhiri. Ingatlah, bahwa Islam adalah rahmat bagi semua, bukan laknat.

assalamu’alaikum wr.wb…
saya setuju dengan pendapat nashir abbas bahwasanya islam itu agama yang lembut….
namun bukan berarti selamanya dan kepada siapa pun akan lembut… adakalanya ia lembut adakalanya ia juga keras..
Rasulullah sendiri, ia lembut terhadap orang muslim namun ia keras terhadap orang kafir…
seperti halnya yang saya baca di buku AMT bahwa kadangkala matahari itu memberi kita keuntungan (viatamin d di pagi hari) namun kadangkala ia juga menimbulkan panas yang luar biasa…
begitu pula islam, kadangkala ia lembut dan kadangkala juaga ia keras…
secara logika apa jadinya dunia ini jika dipenuhi dengan kelembutan tanpa kekerasan…
saya kira dunia ini akan penuh dengan orang yang ngelunjak (nentang)..
begitu juga sebaliknya….